2. Tenaga Kerja
• Buruh/pekerja adalah orang yang bekerja pada majikan atau perusahaan apapun
jenis pekerjaan yang dilakukan. Orang itu disebut buruh apabila dia telah
melakukan hubungan kerja dengan majikan. Kalau tidak melakukan hubungan
kerja maka dia hanya tenaga kerja, belum termasuk buruh.
• Tenaga kerja adalah ”Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat” (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan)
3. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan Di Dunia
• Secara historis lahirnya hukum ketenagakerjaan terkait erat dengan Revolusi
Industri yang terjadi di Eropa, khususnya di Inggris pada abad ke-19. Revolusi
Industri menandai munculnya zaman mekanisasi yang tidak dikenal
sebelumnya. Ciri utama mekanisasi ini adalah: hilangnya industri kecil, jumlah
buruh yang bekerja di pabrik meningkat, anak-anak dan perempuan ikut
diterjunkan ke pabrik dalam jumlah massal, kondisi kerja yang berbahaya dan
tidak sehat, jam kerja panjang, upah yang sangat rendah, dan perumahan
yang sangat buruk.
• Undang-undang perburuhan pertama muncul di Inggris tahun 1802,
kemudian menyusul di Jerman dan Perancis tahun 1840, sedangkan di
Belanda sesudah tahun 1870.
• Substansi undang-undang pertama ini adalah jaminan perlindungan terhadap
kesehatan kerja (health) dan keselamatan kerja (safety). Undang-undang
perlindungan inilah yang menandai berawalnya hukum perburuhan.
4. • Upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan pada kesehatan dan
keselamatan kerja melalui hukum tidak berjalan dengan mulus. Karena saat
berlangsung Revolusi Industri, teori sosial yang dominan adalah faham
liberalisme dengan doktrin laissez-faire. Dalam doktrin ini negara tidak boleh
melakukan intervensi ke dalam bidang ekonomi kecuali untuk menjaga
keamanan dan ketertiban. Konsep negara yang dominan waktu itu adalah
Negara Penjaga Malam (the night-watchman-state). Karena itulah upaya
pemerintah untuk melindungi buruh mendapat perlawanan keras dari
kelompok pengusaha dan para intelektual pendukung laissez-faire. Mereka
menuduh intervensi pemerintah melanggar kebebasan individual dalam
melakukan aktifitas ekonomi dan kebebasan menjalin kontrak.
5. • Pada saat yang sama, serikat-serikat buruh belum berkembang. Di sisi lain
pengusaha juga masih bersikap anti serikat, tambah lagi, sistem hukum yang ada
belum memungkinkan lahirnya serikat buruh. Sebagai contoh, hingga tahun 1825
di Inggris masih berlaku Undang-Undang Penggabungan (Combination Acts) yang
menganggap ilegal semua aksi kolektif (collective action) untuk tujuan apapun.
• Di Belanda, larangan untuk berorganisasi/berserikat (coalitie verbod) baru dihapus
pada tahun 1872. Sejak penghapusan inilah buruh dapat melakukan konsolidasi
dalam serikat-serikat buruh.
• Oleh karena itu dapat dipahami bahwa hukum perburuhan yang melindungi buruh
adalah hasil desakan para pembaharu di dalam maupun di luar parlemen. Secara
perlahan, munculnya hukum perlindungan buruh merupakan bukti bahwa secara
sosial doktrin laissez-faire mulai ditinggalkan atau setidaknya tidak lagi dapat
diterapkan secara mutlak. Mulai muncul kesadaran bahwa negara harus intervensi
dalam hubungan buruh-majikan. Kesadaran baru ini ditandai dengan munculnya
teori sosial yang ingin mengimbangi gagasan di balik doktrin laissez-faire.
6. • Misalnya, M. G. Rood berpendapat bahwa undang-undang perlindungan
buruh merupakan contoh yang memperlihatkan ciri utama hukum sosial yang
didasarkan pada teori ketidakseimbangan kompensasi. Teori ini bertitik-tolak
pada pemikiran bahwa antara pemberi kerja dan penerima kerja ada
ketidaksamaan kedudukan secara sosial-ekonomis. Penerima kerja sangat
tergantung pada pemberi kerja. Maka hukum perburuhan memberi hak lebih
banyak kepada pihak yang lemah daripada pihak yang kuat. Hukum bertindak
“tidak sama” kepada masing masing pihak dengan maksud agar terjadi suatu
keseimbangan yang sesuai. Hal ini dipandang sebagai jawaban yang tepat
terhadap rasa keadilan umum.
7. Sejarah Hukum Dan Ketenagakerjaan
Di Indonesia
• Asal mula adanya Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa
fase jika kita lihat pada abad 120 SM, Ketika bangsa Indonesia ini mulai ada
sudah dikenal adanya system gotong royong , antara anggota masyarakat .
• Gotong royong yang dimaksud disini merupakan suatu sistem pengerahan
tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk
mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu
balas jasa dalam bentuk materi .
• Sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa
kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua
orang gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum
ketanaga kerjaan adat .
• Hukum ketengakerjaan adat peraturannya tidak secara tertulis , namun
hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan
dari jiwa bangsa Indonesia dari abad ke abad.
8. • Setelah memasuki abad masehi , ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di
Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi saat jaman
kerajaan hindia belanda pada zaman ini terdapat suatu system pengkastaan .
antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria , dimana kasta sudra
merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budak
dari kasta brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya menjalankan
kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan
• Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus perbudakan
semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji & tidak
berperikemanusiaan . Satu-satunya penyelesaiannya adalah mendudukan
para budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik sosiologis maupun
yuridis dan ekonomis.
9. • Selain kasus Hindia Belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga
istilah rodi yang pada dasarnya sama saja . Rodi adalah kerja paksa mula-mula
merupakan gotong royong oleh semua penduduk suatu desa-desa suku
tertentu . Namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah menjadi suatu
kerja paksa untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda dan pembesar-pembesarnya.
• Perbudakan ialah suatu peristiwa dimana seseorang yang disebut budak
melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain. Para budak tidak
mempunyai hak apapun termasuk hak atas kehidupannya, ia hanya memiliki
kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya.
• Terjadinya perbudakan pada waktu itu disebabkan karena para raja,
pengusaha yang mempunyai ekonomi kuat membutuhkan orang yang dapat
mengabdi kepadanya, sementara penduduk miskin yang tidak berkemampuan
secara ekonomis saat itu cukup banyak yang disebabkan rendahnya kualitas
sumber daya manusia, dan inilah yang mendorong perbudakan tumbuh
subur.
10. • Selain perbudakan dikenal juga istilah perhambaan dan peruluran.
Perhambaan terjadi bila seseorang penerima gadai menyerahkan dirinya
sendiri atau orang lain yang ia kuasai, atas pemberian pinjaman sejumlah
uang kepada seseorang pemberi gadai.
• Pelururan adalah keterikatan seseorang untuk menanam tanaman tertentu
pada kebun/ladang dan harus dijual hasilnya kepada Kompeni. Selama
mengerjakan kebun/ladang tersebut ia dianggap sebagai pemiliknya,
sedangkan bila meninggalkannya maka ia kehilangan hak atas kebun tersebut.
• Rodi merupakan kerja paksa yang dilakukan oleh rakyat untuk kepentingan
pihak penguasa atau pihak lain dengan tanpa pemberian upah, dilakukan
diluar batas perikemanusiaan. Pada kerajaan-kerajaan di Jawa rodi dilakukan
untuk kepentingan raja dan anggota keluarganya, para pembesar, serta
kepentingan umum seperti pembuatan dan pemeliharaan jalan, jembatan
dan sebagainya.
• Selain itu ada juga namanya Romusha yang pernah diterapkan oleh penjajah
Jepang selama 3 tahun 3 bulan di Indonesia.
11. • Gambaran di atas menunjukkan bahwa riwayat timbulnya hubungan
perburuhan itu dimulai dari peristiwa pahit yakni penindasan dan perlakuan
di luar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh orang maupun penguasa pada
saat itu.
• Dalam hukum perburuhan dikenal adanya Pancakrida Hukum Perburuhan
yang merupakan perjuangan yang harus dicapai yakni:
a. Membebaskan manusia indonesia dari perbudakan, perhambaan.
b. Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa.
c. Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari poenale sanksi.
d. Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan.
e. Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha.
• Krida kesatu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap
bersamaan dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945.
12. Periode sesudah Proklamasi Kemerdekaan
• Untuk mencapai krida keempat yaitu membebaskan buruh/pekerja dari takut
kehilangan pekerjaan, maupun krida kelima memberi posisi yang seimbang
antara buruh/pekerja dan pengusaha ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, yaitu:
a. Pemberdayaan serikat buruh/pekerja khusunya ditingkat unit/perusahaan
khususnya dengan memberikan pemahaman terhadap aturan
perburuhan/ketenagakerjaan yang ada karena organisasi pekerja ini terletak
digaris depan yang membuat Kesepakatan Kerja Bersama dengan pihak
perusahaan.
b. Pemberdayaan pekerja dan pengusaha Pekerja perlu diberdayakan sehingga
mengetahui hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan hukum termasuk
penyadaran pekerja sebagai sarana memperjuangkan hak dan
kepentingannya, karena itu tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan
“bergaining positionnya” kecuali dengan memperkuat organisasi burh/pekerja
13. c. Penegakan hukum (law enforcement)
Penegakan hukum sangat penting dalam rangka menjamin tercapainya
kemanfaatan (doelmatigheid) dari aturan itu, tanpa penegakan hukum yang
tegas maka aturan normatif tersebut tidak akan berarti, lebih-lebih dalam
bidang perburuhan/ketenagakerjaan yang didalamnya terdiri dari dua subyek
hukum yang berbeda secara sosial ekonomi, karena itu pihak
majikan/pengusaha cenderung tidak konsekuen melaksanakan ketentuan
perburuhan karena dirinya berada pada pihak yang memberi
pekerjaan/bermodal.(Lalu Husni, S.H., M.Hum, 2000:6)
14. Letak Dan Sumber Hukum Perburuhan
• Hukum perburuhan ini merupakan cabang dari tata Hukum Indonesia.
• Jika dipandang dari letak hukum perburuhan, maka kita akan membicarakan
dasar-dasar tata Hukum Indonesia tersebut. Berdasarkan pernyataan ini, jika
ditinjau dari aspek Hukum Tata Negara, lembaga – lembaga negara yang erat
kaitannya dengan masalah – masalah perburuhan adalah Departemen Tenaga
Kerja yang berfungsi sebagai Lembaga Eksekutif, DPR yang berfungsi sebagai
Lembaga Legislatif, serta Mahkamah Agung berfungsi sebagai Lembaga
Yudikatif.
• Namun jika ditinjau dari sumber hukum perburuhan adalah sumber hukum
material dan sumber hukum formil. Hukum material dari hukum perburuhan
tersebut tak lain yaitu pancasila. Sedangkan hukum formilnya adalah Undang-undang,
peraturan adat istiadat, dan peraturan KEPPRES (Keputusan
Presiden), putusan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan baik daerah
maupun pusat, dan perjanjian hubungan kerja karyawan dan perusahaan.
15. Obyek Dan Sifat Hukum Ketenagakerjaan
1. Obyek Materiil
– Obyek Materiil Hukum Ketenagakerjaan ialah kerja manusia yang bersifat
sosial ekonomis.
– kerja manusia ialah merupakan bagian dari kerja manusia secara umum
(aktualisasi unsur kejasmaniaan manusia dengan diberi bentuk dan
terpimpin oleh unsur kejiwaannya dotolekaryakan
(diaplikasikan/diterapkan) terhadap benda luar untuk tujuan tertentu.
– Secara obyektif tujuannya ialah hasil kerja sedang secara ekonomis
tujuannya ialah tambahan nilai. Tambahan nilai bagi buruh berupa upah
sedang bagi majikan berupa keuntungan. Upah dan keuntungan bukan
merupakan tujuan akhir kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis,
tujuan akhirnya ialah kelangsungan /kesempurnaan hidup manusia.
16. 2. Obyek Formil
– Obyek formil hukum ketenagakerjaan ialah komplek hubungan hukum
yang berhubungan erat dengan kerja manusia yang bersifat sosial
ekonomis. Hubungan hukum adalah hubungan yang dilindungi oleh UU.
Hubungan hukum dalam hukum perburuhan terjadi sejak adanya
perjanjian kerja. Dengan terjadinya perjanjian kerja berarti telah terjadi
pula hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja.
– Hubungan hukum bisa terjadi karena perjanjian dan UU.
Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan
perundang-undangan telah membawa perubahan yang mendasar yakni
menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda. Intervensi
pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dimaksudkan untuk
tercapainya keadilan di bidang ketenagakerjaan karena jika hubungan
antara pekerja dengan pengusaha diserahkan salah satu pihak saja maka
pengusaha sebagai pihak yang lebih kuat akan menekan pekerja sebagai
pihak yang lemah secara sosial ekonomi.
– Campur tangan pemerintah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum
dalam hubungan kerja saja tetapi meliputi aspek hukum sebelum
hubungan kerja (pra employment) dan sesudah hubungan kerja (post
employment).
17. – Hukum ketenagakerjaan dapat bersifat:
a. Privat/perdata
Oleh karena Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang
perseorangan dalam hal ini antara pengusaha dengan pekerja dimana
hubungan kerja yang dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yaitu
perjanjian kerja.
– b. Publik
1) Keharusan mendapat ijin pemerintah dalam masalah PHK
2) Adanya campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya
standar upah (upah minimum)
3) Adanya sanksi pidana, denda dan sanksi administratif bagi pelanggara
ketentuan peraturan perburuhan/ketenagakerjaan.
18. • Dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan telah
memberikan perubahan dalam khasanah Hukum Ketenagakerjaan di
Indonesia yakni:
1) Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi pengusaha
dengan alasan istilah yang lama tersebut tidak mencerminkan kepribadian
bangsa. Tetapi dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan justru
istilah buruh kembali dimunculkan kembali yaitu dengan menyebutkan
pekerja atau buruh.
2) Mengantikan istilah perjanjian perburuhan menjadi kesepakatan kerja
bersama (KKB).
3) Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan
menjadi Hukum Ketenagakerjaan.
19. Perjanjian Kerja
1. PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN
Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUKK)
membolehkan perjanjian pekerjaan secara lisan, akan tetapi pengusaha wajib
membuat surat pengangkatan bagi pekerja bersangkutan yang berisi antara
lain :
1. Nama dan alamat pekerja
2. Tanggal mulai bekerja
3. Jenis pekerjaan
4. Besarnya upah
- Untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu tertentu
dan pengusaha bermaksud mempekerjakan karyawan untuk waktu tertentu
(PKWT), maka perjanjian kerjanya tidak boleh dibuat secara lisan. Apabila
perjanjian kerja dibuat secara lisan maka perjanjian kerja tersebut berubah
menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan pekerja tersebut
menjadi pekerja permanen di perusahaan tersebut.
20. 2. PERJANJIAN KERJA TERTULIS
Perjanjian kerja tertulis harus secara jelas menyebutkan apakah perjanjian
kerja itu termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
• Sebagaimana perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja juga harus
didasarkan pada :
1. Kesepakatan kedua belah pihak untuk melakukan hubungan kerja. 2.
Kecakapan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum.
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
21. • Selain itu diwajibkan bahwa perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB adalah perjanjian yang dibuat oleh
pengusaha dan pekerja/serikat pekerja yang disahkan oleh pemerintah
(instansi ketenagakerjaan). Bila bertentangan dengan PKB maka perjanjian
kerja tersebut dengan sendirinya batal.
• Dalam setiap perjanjian kerja memuat :
1. Nama dan alamat perusahaan, serta jenis usahanya.
2. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan alamat pekerja.
3. Jabatan atau jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja.
4. Tempat pekerjaan.
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya.
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja.
7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.