1. MODEL AKADEMI KOMUNITAS (COMMUNITY COLLEGE)
Model community college berkembang pesat di Amerika Serikat, Kanada, dan
Selandia Baru. Karakteristik community college ini antara lain: (1) pendidikan
pada jenjang perguruan tinggi, (2) jangka waktu studi (maksimal) 2 tahun, (3)
melayani mahasiswa dengan berbagai kemampuan akademik, minat dan
kelompok umum, (4) menggunakan kebijakan pintu terbuka (open door policy),
(5) diversifikasi bidang sesuai dengan kebutuhan nyata masayarakat dan (7)
memiliki link yang kuat dengan pemerintah, masyarakat dan industri.
Dengan pesrpektif historis, Deegan dan Tillery (1985) membagi perkembangan
community college di Amerika Serikat menjadi empat tahap. Pertama, pada
mulanya community college masih merupakan perpanjangan dari sistem sekolah
menengah (1900-1930). Perkembangan ini memnuhi gagasan Henry Phillips
Tappan, pada saat itu sebagai rektor the University of Michigan, yang berusaha
menempatkan tahun pertama dan kedua perguruan tinggi pada jenjang skolah
menengah (Palinchak, 1973). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban
perguruan tinggi. Dengan demikian, diharapkan proses pendidikan berlangsung
secara efisien dan ekonomis.
Pada tahap kedua, institusi ini menjadi junior college, yang berdiri secara mandiri
dan merupakan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. Berdirinya junior
college ini dilatarbelakangi oleh adanya depresi besar yang melanda Amerika
pada tahun 1930an, yang berakibat berkurangnya dana negara untuk pendidikan
menengah. Keadaan ini mendorong junior college menjadi lebih mandiri, lepas
dari sistem pendidikan menengah. junior college berkembang pesat antara tahun
1930-1950. Lembaga ini hanya menawarkan program transfer, yaitu
mempersiapkan mahasiswa untuk memasuki tingkat yang lebih tinggi pada sistem
pendidikan tinggi empat tahun (universitas).
Selanjutnya, junior college menjadi bentuk community college (1950-1970).
Perkembangan ini didasari atas kebutuhanuntuk menitikberatkan program-
program pendidikan pada pendidikan vokasional, sambil tetap melanjutkan
program pendidikan umum, sebagaimana rekomendasi dari Commission of Higher
Education di bawah Presiden Harry Truman tahun 1947. Dengan demikian,
community college menyelenggarakan dua macam program, yaitu program
vokasional dan program transfer.
2. Akhirnya community college, berkembang menjadi lebih komprehensif
(comprehensif community college) mulai tahun 1970-an sampai dengan sekarang.
Deegan dan Tillery (1985) menyebutkan dengan generasi keempat community
college. Pada periode ini, community college telah memiliki kurikula yang lebih
komprehensif dan mahasiswa yang lebih komples daripada tahap tiga. Dengan
ditambahkannya program-program non-tradisional, non-kredit, individualistik,
dan pelayanan masyarakat menandai karakteristik community college yang baru,
dengan tetap melanjutkan program vokasional dan program transfer.
Di atas telah dikemukakan bahwa community college di Amerika dilaksnakan
untuk jangka waktu studi 2 tahu. Gelar yang diperoleh bagi lulusan lembaga ini,
misalnya A.A (Associate of Arts), A.S (Associate of Science), A.A.S (Associate of
Applied Science), A.T.S (Associate of Technical Studies). dan sebagainya. Jangka
waktu 2 tahun ini dengan pertimbangan bahwa perkembangan teknologi
berlangsung semakin cepat dan diperkirakan terjadi kurang lebih 2 tahun sekali.
Dengan demikian, mahasiswa baru tahun ini direncanakan masih dapat mengikuti
perkembangan teknologi ketika mereka lulus 2 tahun yang akan datang.
Terdapat tiga fenomena yang menandakan bahwa community college Amerika
memiliki keunikan berkenaan dengan karakteristik mahasiswanya. Disamping
mahasiswa reguler, community college juga memiliki tipe-tipe khusus mahasiswa.
Moore (1983) mengkategorilan mahasiswa khusus menjadi enam kelompok:
mahasiswa yang lemah dalam kemampuan akademiknya, sehingga mereka
membutuhkan program remedial; mahasiswa minoritas, yang jumlahnya sekitar
25% dari seluruh mahasiswa community college di Amerika Serikat; para veteran
yang memerlukan perhatian khusus, para pengunsi yang memiliki kendala dalam
hal bahasa; mahasiswa yang memiliki latar belakang sosio-ekonomi lemah; dan
mahasiswa dengan prestasi akademik masa lalu yang rendah. Kecendrungan
kedua adalah bahwa mahasiswanya banyak yang berasal dari kelompok umur tua.
Hal ini ditandai dengan fakta bahwa antara tahun 1980 sampai dengan 1990,
jumlah mahasiswa community college yang berumur 18-24 tahun cenderung
menurun 15%, sedangkan mahasiswa yang berumur 25-44 tahun cenderung
meningkat 25% (Deegan & Tillery, 1985). Ketiga, the American Association of
Community and junior colleges (Cohen & Brower, 1982) memperlihatkan
penurunan jumlah mahasiswa penuh waktu (fulltime student) antara tahun 1963
sampai 1980, sebaliknya, pada tahun 1980 jumlah mahasiswa paruh waktu
(partime student) naik menjadi 26% dari 53% pada tahun 1963.
3. Sehubungan dengan aksebilitas sistem community college, konsep kebijakan pintu
terbuka (open door policy) diterapkan, yaitu tiap lulusan SMA/SMK, dan orang
dewasa memiliki akses dan peluang untuk memasuki (Deegan & Tillery, 1985).
Kebijakan ini sejalan dengan asumsi demokratik Thompson (1972) dalam
pendidikan teknologi dan kejuruan, yang menyatakan bahwa setiap orang adalah
penting dan mempunyai sifat mulia; oleh karena itu setiap orang memiliki hak
untuk memperoleh pendidikan.
Di atas telah dikemukakan bahwa community college memiliki program-program
transfer, vokasional, dan pelayanan kepada masyarakat. Ketiga macam program
inii menjadi ciri utama community college. Program transfer (kadang-kadang juga
disebut program transfer akademik) dimaksudkan untuk menyiapkan mahasiswa
memasuki perguruan tinggi empat tahun (universitas). Dengan adanya program
transfer ini, seorang mahasiswa berada di sautu community college ketika ia masih
tingkat 1 dan 2, kemudian pindah ke universitas untuk tingkat 3 dan 4. Sementara
itu, bagi mahasiswa yang menginginkan langsung bekerja setelah tamat dari
community college dapat mengikuti program vokasional, sesuai dengan bakat dan
minat mahasiswa serta kebutuhan masyrakat. Menurut Calhon dan Finch (1982),
perkembangan program vokasional ini dipacu oleh adanya undang-undang yang
mendukung pendidikan vokasional, mulai dari Morril Act tahun 1826. George-
Reed Act tahun 1936, dan George-Ellzey Act tahun 1934. George-Deen Act tahun
1936, dan George-Barden Act tahun 1945. Program pelayanan kepada masyarakat
(community services) juga merupakan program utama community college. jangka
waktunya tidak harus 2 tahun, karena sesuai dengan kredit yang diambil serta
jenis dan tingkat keterampilan yang diinginkan. Pada lulusan SMK yang belum
bekerja, karyawan industri yang ingin meningkatkan keterampilannya, orang yang
ingin pindah profesi, purnawirawan yang kan mencari pekerjaan, para manula
(Senior citizens) yang ingin belajar lagi, dan ibu-ibu rumah tangga dapat
memanfaatkan program ini, baik yang bersifat kredit maupun non-kredit. Salah
satu karakteristik yang cukup menonjol adalah bahwa community college selalu
berusaha memenuhi masyarakat dan perkembangan teknologi yang sedang
berlangsung. Oleh karena itu, diversifikasi bidang studi terjadi dengan pesatnya.
community college memiliki keterkaitan (link) yang kuat dengan pemerintah,
masyarakat, dan industri. Pemerinta baik federal maupun negara bagian menaruh
perhatian yang sangat besar pada lembaga ini. Keterkaitan ini juga didukung oleh
adanya Undang-undang. Sebagai contoh, menurut Higher Education Facilities Act
tahun 1963, Negara Federal diberi wewenang untuk memberikan dana dalam
bentuk hibah dan pinjaman untuk mengembangkan ruang kelas dan laboratoirum
4. pada community college, technical college, dan universitas. Begitu pula negara
bagian juga bertanggung jawab atas penyelenggaraan community college , sebagai
contoh, 9 anggota Board of Trustees (semacam Majelis Wali Amanat) yang
membawahi Columbus state Community College diangkat oleh Gubernur Negara
Bagian Ohio. Dukungan masyarakat terhadap community college tercermin dalam
komposisi para anggotanya yang terdiri atas tokoh-tokoh yang mewakili berbagai-
bagai kelompok dalam masyarakat. Badan ini memiliki tiga fungsi utama,
merupakan katalisator antara community college dan masyarakat, mentransfer
permintaan masyarakat ke dalam keputusan-keputusan lembaga, dan melindungi
lembaga dari ancaman luar. Dengan tiga fungsi tersebut, Board of Trustees dapat
melaksanakan tugas, seperti mengangkat, mengevaluasi dan memberhentikan
rektor; merumuskan pernyataan misi community college, menyediakan fasilitas
fisik; melakukan kegiatan hubungan masyarakt; dan membuat perencanaan
(Monroe, 1972; Cohen & Brawer, 1982).
Kerja sama antara community college dan industri sangat kuat. Kerjasama ini
sangat diperlukan karena perkembangan teknologi terjadi hampir pada semua
bidang. Perkembangan teknologi ini menyebabkan pendidikan dan pelatihan
tenaga kerja menjadi kebutuhan yang selalu ada dan tidak pernah berhenti, serta
harus selalu mengacu pada kebutuhan nyata di lapangan kerja (industri).
Perlunya Adopsi Model Akdemi Komunitas di Indonesia
Peningkatan kualitas sumber daya insani dan penguasaan teknologi merupakan
usaha yang harus dilakukan secara simultan. Sehubungan dengan ini, Sistem
pendidikan tinggi diharapkan dapat berperan secara dominan dalam melaksanakan
usaha ini. Karena perkembangan teknologi berjalan secara cepat, struktur
masyarakat semakin kompleks, ditambah dengan adanya proses industrialisasi, di
Indonesia harus diadakan transformasi secara terus-menerus untuk menemukan
model pendidikan tinggi yang lebih tepat dan cepat.
Proses industrialisasi di Indonesi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Karena dengan pembangunan industri dan pengembangan sumber daya
manusia diharapkan produktivitas nasional meningkat secara optimal, yang pada
gilirannya dapat mendorong percepatan rata-rata pendapatan nasional. Namun,
apabila proses industrialisasi tidak disertai dengan penguasaan teknologi, maka
ketergantungan terhadap impor teknologi (yang tidak dapat dimanfaatkan secara
efisien) akan terus berlangsung, sehingga dapat mempertahankan “lingkaran
5. setan” keterbelakangan teknologi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur
dasar IPTEK dan penyediaan modal manusia teknik yang memadai harus
dilakukan.
Perkembangan teknologi dan industri yang dibutuhkan diatas harus didukung oleh
ketersediaan tenaga kerja yang kompeten. Suatu kenyataan bahwa sebagian besar
yang diperlukan pada industri adalah tenaga kerja tingkat menengah, bukan yang
berkualifikasi sarjana. Jika dikatakan bahwa yang banyak diperlukan adalah
tenaga kerja yang memiliki keterampilan tingkat menengah, tidak berarti semua
dapat diisi oleh para lulusan Sekolah menengah Kejuruan (SMK). Karena tingkat
teknologi yang diperlukan oleh dunia kerja semakin canggih, maka yang
dimaksud keterampilan tingkat menengah juga dapat bergeser ke arahh yang lebih
tinggi. Dalam hal ini dibutuhkan adanya transformasi model pendidikan teknologi
yang dapat memasok lulusan dengan keterampilan di bawah sarjana, tetapi di atas
SMK.
Pertimbangan yang sangat menonjol adalah kebijakan otonomi daerah di tingkat
kabupaten/kota (UU No. 32/2004). Banyak di antara daerah yang diotonomikan
tersebut memiliki wilayah yang luas dan potensi ekonomi dan teknologi yang
besar, namun belum digali dan dikembangkan untuk memnuhi kebutuhan
masyarakat setempat. Di sini perlu adanya suatu lembaga pendidikan yang
diarahkan khusus untuk memnuhi kebutuhan lokal dan mengangkat keunggulan
lokal, dengan penguasaan teknologi yang lebih tinggi daripada tingkat SMK.
Dari uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa perlunya transformasi model
pendidikan tinggi Indonesia didasarkan atas kenyataan-kenyataan: (1) kebutuhan
penguasaan teknologi yang memadai dan bervariasi dengan adanya proses
industrialisasi (2) struktur angkatan kerja yang belum menunjang perkembangan
teknologi, (3) kebutuhan tenaga kerja tingkat menengah dengan keterampilan
yang lebih tinggi, dan (4) kebutuhan daerah untuk menggali dan mengembangkan
potensi ekonomi dan teknologinya, untuk kepentingan daerah yang bersangkutan.
Jika dilihat dari kenyataan-kenyataan ini, serta dikaji karakteristiknya, model
akademi komunitas (community college) tepat sekali diterapkan di Indonesi,
sebagai salah satu alternatif model pendidikan tinggi di Indonesia yang
berorientasi pada keunggulan lokal. Sehubungan dengan ini, penerapan model
akademi komunitas telah termaktub dalam undang-undang no. 12 tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi pasal 59, yang menyatakan, akademi komunitas
merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat
diploma satu dan ataudiploma dua dalam satu atau beberapa cabang ilmu
6. pengetahuan dan teknologi tertentu yang berbasis pada keungguan lokal atau
untuk memenuhi kebutuhan khusus.
Implikasi Diterapkannya Model Akdemi Komunitas di Indonesia
Untuk menerapkan model akademi komunitas, pemerintah menghadapi kendala-
kendala yang bersifat yuridis, struktural, teknis-prosedural, dan kultural. Dari segi
yuridis, rumusan tentang akademi komunitas dalam UU No. 12 tahun 2012
tersebut harus didukung oleh peraturann-peraturan yang lebih rendah, misalnya
Peraturan Pemerintah dan peraturan Menteri. Secara struktural barangkli juga
akan menemui kendala,misalnya dalam penyelenggaraan akademi komunitas ini
melibatkan banyak pihak (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Dalam Negeri/Pemda, Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja,
Kementerian Perindustrian, dan Perguruan Tinggi setempat). Dan pemerintah
akan mengalami kendala yang bersifat teknis-prosedural dalam diversifikasi
program studi dan relevan dengan kebutuhan lokal, yang merupakan salah satu
ciri khas akademi komunitas di Indonesia. Selanjutnya, dari segi kultural,
sebgaian besar anggota masyarakat Indonesia pada saat ini masih mendambakan
gelar-gelar kesarjanaan dari perguruan tinggi.
Kendala-kendala tersebut dapat diatai apabila terdapat political will dari
pemerintah dan semua yang akan terlibat dalam penyelenggaraan akademi
komunitas. Penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut: (1) segera disusun
peraturan-peraturan baru (PP dan Permen) tentang penyelenggaraan akademi
komunitas secara operasional, (2) diadakan kolaborasi-kolaborasi antar
kementerian dan lembaga terkait, untuk menetapkan organisasi, manajemen dan
kurikulumnya, misalnya dalam bentuk SKB beberapa menteri, (3) diadakan
pemetaan (mapping) dan asesmen kebutuhan (needs assessment) secara cermat
tentang potensi yang dimiliki tiap kabupaten/kota, untuk menentukan bidang-
bidang dan keterampilan yang dibutuhkan dan diunggulkan pada setiap
kabupaten/kota, dan (4) dilaksanakan sosialisasi model akademi komunitas
kepada masyarakt, termasuk sosialisasi tentang pentingnya lembaga ini bagi
pembangunan daerah, serta kedudukan lulusan yang mulia karena berperan aktif
dalam membangun daerahnya sendiri.