SlideShare a Scribd company logo
1 of 106
PUNGSI LUMBAL &
NEUROSITOPATOLOGI
DEFINISI
Pungsi lumbal adalah suatu tindakan dalam klinik
untuk memperoleh likuor serebrospinalis dri ruang
subaraknoid medula spinalis. Likuor serebrospinalis atau
cairan lumbal adalah cairan jernih, tak berwarna yang
mengisi ruang – ruang ventrike, sisterna – sisterna,
ruang subaraknoid otak dan medula spinalis.
Otak dan medula spinalis merupakan jaringan yang
mudah rusak, terletak dalam suatu rongga bertulang dan
seolah – olah berenang di dalam ruang beriskan likuor.
Dengan demikian fungsi utama likuor adalah mekanis,
yaitu melindungi otak dan medula spinalis.
Ventrikel
 Ventrikel lateralis (1, 2) di hemisfer cerebri
 Ventrikel ketiga (3) diantara hemisfer
 Ventrikel keempat (4) di midbrain dan medulla
02 Nov. 2009 CNS1.ppt 4
Cerebrospinal fluid (CSF)
 Difiltrasi dari plasma
darah di plexus
choroid
 Sirkulasi pada
ventrikel, rongga sub
arachnoid
 Kembali ke
pembuluh darah
melalui sinus sagitalis
superior
02 Nov. 2009 CNS1.ppt 5
Filtrasi dari pembuluh darah
02 Nov. 2009 CNS1.ppt 6
volume
normal
sewaktu
Dewasa 90-
150ml
Bayi
40-60ml
Neonatus
20-30 ml
Anak 100-
40ml
Harsono,
2005
Kecepatan
produksi
0,35ml/menit
atau 500ml/hari
Tekanan CSF
50-200 mmH2O
FUNGSI
 Mekanik : membantu menahan berat otak & buffer
antara otak – dura - cranium
 Pembersih : beberapa molekul seperti iodida,
tiosianat, asam-asam organik ->vili arahnoid -> darah
 Stabilitas lingkungan kimiawi : perubahan komposisi
kimiawi relatif sedikit < darah
 Transport neuroendokrin : hypothalamic release factor
-> Vent.III ->sel ependim -> mll kapiler ke hipofise.
• Osmolaritas (mOsm/l)
• Natrium(mM)
• Klorida(mM)
• Ph
• Tekanan(kPa)
• Glukosa(mM)
• Total protein(g/l)
• Albumin(g/l)
• IgG(g/l)
CSF
• 295
• 138
• 119
• 7,33
• 6,31
• 3,4
• 0,35
• 0,23
• 0,03
Serum
• 295
• 138
• 102
• 7,41(arterial)
• 25,3
• 5,0
• 70
• 42
• 10
Komposisi Normal
Elektroforesis protein LCS
 Prealbumin 4,6%
 Albumin 39,5%
 Alfa1 globulin 6,7%
 Alfa2 globulin 8,3%
 Beta dan lamda globulin 18,5%
 Gama globulin 8,2%
Tes protein kualitatif
 Tes Pandy : menggunakan larutan fenol untuk
melihat kadar protein terutama globulin
 Tes Ross-Jones dan Nonne-Apelt: menggunakan
larutan amonium sulfat untuk melihat kadar
protein terutama globulin dengan adanya batasan
berbentuk cincin.
 Reaksi emas koloidal : untuk melihat kadar
gamma globulin.
Lumbal Punksi
Suatu tindakan untuk memperoleh CSF dan untuk
mengetahui keadaan lintasan liquor.
TUJUAN
 Mengukur tekanan  manometer
 Mengukur kadar protein, glukosa
 Memeriksa sel-sel
 Meyakinkan ada/tidak darah
 Memeriksa mikroorganisme
 Memeriksa ada/tidak infeksi
 Memeriksa ada/tidak sel ganas
Dinilai :
 Warna
 Jumlah sel
 Biokimia CSF (Na, K,Cl, Glukosa, IgG, dll)
 Reaksi aglutinasi (VDRL,FTA,TPI)
 Keseimbangan asam basa (PCO2, HCO3)
Indikasi
 Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel
untuk pemeriksaan sel, kimia dan bakteriologi
 Untuk membantu pengobatan melalui spinal,
pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anestesi
 Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara
pada pneumoencephalografi dan zat kontras pada
myelografi
Kontraindikasi
 Adanya peninggian tekanan intrakranial dengan
tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil edema
 Penyakit kardiopulmonal yang berat
 Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
TEKNIK LUMBAL PUNKSI
 Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi
lateral dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas.
Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala dan lutut.
 Tempat melakukan punksi pada kolumna vertebralis setinggi
L3-4, yaitu setinggi crista iliaca. Pada bayi dan anak setinggi
intervertebralis L4-5.
 Daerah yang akan di punksi dibersihkan dengan yodium dan
alkohol
 Diberikan anestesi lokal Lidocain HCl
 Menggunakan sarung tangan steril, masukkan jarum
tegak lurus menghadap ke atas. Bila telah dirasakan
menembus jaringan meningen, penusukan dihentikan,
kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang
miring menghadap ke kepala.
 Lakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan
Test Queckenstedt bila diperlukan
Komplikasi
 Sakit kepala
 Nyeri punggung
 Infeksi
 Herniasi
 Intrakranial subdural hematom
 Tumor epidermoid intraspinal
Typical spinal fluid result for Meningeal Processes
22
Parameter Bacterial Viral Neoplastic Fungal
OP (< 170 mm
CSF)
> 30 mm 200 mm 200 mm 300 mm
WBC ( < 5
mononuklear)
> 1000 / L < 1000 / L < 5000 / L < 5000 / L
% PMNS (O) > 80 % 1 – 5 % 1 – 50 % 1 – 50 %
Glukosa ( > 40
mg/dL)
< 40 mg / dL > 40 mg / dL < 40 mg / dL < 40 mg / dL
Protein ( < 50
mg/ dL)
> 200 mg/ dL < 200 mg / dL > 200 mg / dL > 200 mg / dL
Gram stain (-) (+) (-) (-) (-)
Cytology (-) (-) (-) (+) (+)
Greenlee , 1990
CSF Findings in Meningitis
Normal Bacterial Viral
Fungal/
TB
Parameningeal
Focus/Abscess
WBC 0-5 >1,000 100-1,000 100-500 10-1,000
%PMNs 0-15 90 <50 <50 <50
Glucose 45-65 <40 45-65 30-45 45-65
CSF:Blood
glucose
0.6 <0.4 0.6 <0.4 0.6
Protein 20-45 >150 50-100 100-500 50->150
23
Insiden Papil edema :
75 % ok Tumor otak
25 % ok sebab lain --> 2,5 % ok
Meningitis
( Meningitis TB 25 % - Papil
edema )
Pemeriksaan : oftalmoskop
Tanda fundus – hiperemi, distensi vena,
diskus marginalis kabur, garis paton,
penggeseran pembuluh darah, ada darah /
eksudat, edema diskus
Papil edema :
Elevasi abnormal dari ujung / bagian
depan saraf dan obliterasi diskus
marginalis tanpa tanda nyata adanya
proses inflamasi
-Edema diskus optikus ( non inflamatorik
atau inflamatorik )
-Diskus optikus : lubang masuknya N II
menembus sklera
-Papila optika / papila N. optikus :
jaringan saraf didepan diskus optikus
yang merupakan gabungan serabut saraf
retina yang ditopang oleh neuroglia
sebelum keluar dari sklera menjadi N.
optikus.
Mekanisme TIK meningkat – >Papil edema :
TIK naik – > tekan keluar (R. intra okuler & med. Oblongata)
Ruang sekitar N II mrpkn lanjutan R. subarakhnoid
Stadium papil edema : 5 stadium
Berdasar - batas papil kabur / tidak
- bagian mana yang mengalami pengkaburan
- terganggu/tdk susunan radial normal berkas saraf
- ada / tidaknya elevasi
- gambaran pembuluh darah
Papil edema terjadi pada TIK > 300 mm air
Papil edem Papil normal
Lumbar Puncture
 If acute bacterial
meningitis is suspected,
obtain CSF & blood
cultures before
neuroimaging
 If diagnosis is
uncertain, a repeat
spinal tap should be
repeated in 8-12 hours
 12-39% of patients
undergoing LP develop
headache
http://health.allrefer.com/pictures-images/lumbar-puncture-spinal-ta
Produksi dan Penyaluran Likuor Serebrospinalis
Likuor terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari 2
bagian yang berhubungan satu sama lain :
1. Sistem internal terdiri dari 2 vertikel lateralis,
foramen – foramen interventrikularis (Monro),
vertrikel ke-3 akuaduktus Sylvii dan vetrikel ke-4.
2. Sistem eksternal terdiri dari ruang – ruang
subaraknoid, termasuk bagian – bagian yang melebar
disebut sisterna.
Hubungan antara sistem internal dan eksternal ialah
melalui kedua apertura lateralis ventrikel ke-4
(foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel
ke-4 (foramen Magendii) (lihat gambar 1a dan 1b)
Likuor serebrospinalis dibuat oleh pleksus
koroideus melalui dialisis dinding korioidea di vertikel
lateralis (± 95%), sisanya di vertikel ke-3 dan ke-4, juga
melalui difusi pembuluh – pembuluh ependim dan
piameter. Apakah pembentukan likuor serebrospinalis di
pleksus koroid secara sekresi atau dialisis sampai
sekarang belum ada persesuaian paham.
Yang dibuat di ventrikel lateralis disalurkan
melalui foremen interventrikularis (foramen Monro) ke
dalam ventrikel ke-3, kemudian melalui akuaduktus Sylvii
ke dalam ventrikel ke-4 (foramen Magendie) dan kedua
apertura lateralis dari ventrikel ke-4 (foramen Luschka)
yang terletak di sudut antara lantai ventrikel ke-4 dan
serebelum ke ruang – ruang subaraknoid serebral dan
spinal.
Ruang subaraknoid terletak antara membran
araknoid bagian luar dan piameter bagian dalam, berjalan
ke atas dan membran meliputi seluruh permukaan otak
dan medula spinalis. Bagian subaraknoid di dasar otak
antara bagian permuakaan bagian permukaan bawah
serebelum dan medula spinalis lebih longgar dan dalam,
disebut sisterna magna. Sisterna pontis terdapat pada
permukaan ventral pons. Kedua sisterna ini berlanjut ke
ruang subaraknoid spinal. Sisterna interpedunkularis
terdapat di permukaan ventral mesensefalon. Di depan
lamina terminalis terdapat sisterna khiasmatis. Sisterna
vena magna serebri terletak di sudut antara serebelum
dan lamina kuadriqemina yang berhubungan denagn
sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens.
Ruang subaraknoid spinal merupakan
lanjutan sisterna magna dan pontis dan meluas
sampai sakral-2. Yang terletak di bawah L-2
disebut sakus, tempat biasanya dilakukan pungsi
lumbal untuk memperoleh likuor.
Fisiologi Likuor Serebrospinalis
Pada orang dewasa normal jumlah likuor
serebrospinalis 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140
ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur
kecil 10-20 ml.
Kecepatan pembuatan likuor ± 500 ml sehari
walaupun tekanan berubah – ubah. Dengan pemeriksaan
mikroskop elektron terlihat bahwa sel – sel pleksus
korioideus mempunyai mikroskop elektron terlihat bahwa
sel – sel pleksus korioideus mempunyai fungsi sekretoris.
Pembuatan likuor serta komposisinya bergantung pada
proses sekresi aktif sel –sel korioid.
Pertukaran ion –ion natrium, kalium dll melalui transport
aktif (proses sekresi) dimungkinkan oleh enzim – enzim
Na-K-adenosintrifosfatase dan karbonikanhidrase,
sedangkan masuknya protein dari serum dan pertukaran
karbondioksida bergantung pada difusi. Likuor
serebrospinalis dan cairan ekstraseluler otak berada
dalam keadaan seimbang. Juga ternyata bahwa kedua
cairan ini mempunyai komposisi kurang lebih sama
(Tabel 1).
Komposisi likuor umumnya tidak berubah walaupun
terjadi perubahan – perubahan pada plasma. Sebagai
contoh, pada hiperkalemia atau hipokalemia, kadar
kalsium dalam likuor tetap normal atau hanya sedikit
sekali berubah.
Sesudah ventrikel ke-4, likuor meliwati foramen
Magendie dan Luschka, masuk ke dalam sisterna basalis
dan ruang subaraknoid, kemudian mengalir ke atas
melalui permukaan hemisfer otak, sedangkan hanya
sedikit melalui ruang subaraknoid spinal. Di dalam ruang
subaraknoid likuor diabsorpsi di vili araknoid yang
menonjol ke dalam sinus longitudinalis superior dan sinus
venosus lain, juga di ruang perineurai da ependim. Jumlah
likuor yang diabsorpsi sama dengan yang diproduksi yakni
± 0,35 ml/menit. Mekanisme absorpsi bergantung pada
perbedaan tekanan antara sistem vena intrakranial dan
tekanan likuor (di bawah 68 mm tak terjadi absorpsi).
Absorpsi juga terjadi di bagian araknoid spinal da
pembuluh – pembuluh darah serebral dan spinal.
Menurut penelitian likuor serebrospinalis setiap
hari diperbaharui sebanyak 51/2 kali.
Dalam keadaan normal tekanan likuor
berkisar antar 50-200 mm, praktis sama dengan
50-200 mm H2o bila diukur pada penderita dalam
posisi tidur miring, dengan jarum fungsi dan
sisterna magna berada dalam satu bidang.
Tekanan likuor tidak diukur pada waktu
penderita duduk atau perubahan posisi dari
horisontal ke vertikal, karena pada keadaan –
keadaan ini tekanan likuor dapat naik sampai 280
mm.
Secara umum terjadi perubahan – perubahan kecil
dalam tekanan likuor yang sinkron dengan pernapasan
dan nadi yaitu berturut – turut 5-10 mm dan 2-4 mm
diukur dengn manometer aor. Tekanan likuor meningkat
pada peningkatan suhu badan dan pada peningkatan
tekanan intrakranial, misalnya pada proses desak ruang,
tekanan massa dll. Ruang tengkorak bersama dura yang
tidak elastis merupakan suatu kotak tertutup yang
berisikan jaringan otak dan mesdula spinalis sehingga
volume otak total (kraniospinal) ditambah dengan volume
darah dan likuor merupakan angka tetap (Hukum
MonroeKellie). Oleh karena itu setiap perubahan volume
salah satu unsur tadi akan menyebabkan perubahan
kompensatorik pada unsur – unsur lain.
Jadi, bila volume salah satu bagian meningkat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor,
pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah
terutatama volume vena, perubahan jaringan otak
(bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus
obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan
likuor berubah oleh berbagai pengaruh, sehingga volume
darah selalu akan menyesuaikan diri.
Peningkatan produksi likuor tidak menyebabkan
peningkatan tekanan likuor serebrospinalis. Bilamana
absorpsi likuor terhalang, tekanan intrakranial akan
meningakat, walaupun tidak terdapat sumbatan dalam
sistem ventrikel.
Keadaan ini dapat menerangkan kenapa tekanan
intrakranial meningkat pada peningkatan kadar
protein dalam likuor seperti pada sindrom
Guillain Barre, tumor kauda ekuina, tumor
medula spinalis, poliomielitis dan sesudah
perdarahan subaraknoid. Peningkatan tekanan
intrakranial disini tak dapat diterangkan hanya
oleh peningkatan tekanan koloidosmotis akibat
peningkatan protein, tetapi karena terjadi
hambatan reabsorbsi likuor pada vili araknoid
atau pada ruang subaraknoid.
Fungsi Likuor Serebrospinalis
1. Fungsi utama likuor ialah mekanisme, yaitu mlindungi
otak terhadap kerusakan – kerusakan, guncangan –
guncangan dll, dengan berfungsi sebagai penahan
guncangan untuk otak dan medula spinalis.
2. Membantu memikul berat otak. Berat otak ± 1400
gram yang terdiri dari 80% air, beratnya hanya 50
gram bila ditimbang dalam air (likuor).
3. Sebagai bufer antara otak, durameter dan tengkorak.
4. Mempertahankan agar hubungan antara tekanan dan
volume di ruang tengkorak tetap konstan.
5. Mempertahankan komposisi kimiawi lingkungan
susunan saraf pusat.
6. Membersihkan otak dari sisa – sisa metabolisme
benda asing dan zat toksik.
Pungsi Lumbal
Indikasi
1. Untuk menentukan diagnosis beberapa penyakit dan
kelainan neurologis, a.l. radang selaput otak, radang
otak.
2. Untuk mengetahui adanya blok subaraknoid.
3. Pada stroke, untuk membedakan apakah stroke
hemoragik, perdarahan subaraknoid, atau trombotik.
4. Pada lesi desak ruang (Space Occupying Lesion) yang
tidak terletak di fosa posterior, dengan kelainan
protein dan sel.
5. Pada kemungkinan sindrom Guillain Barre untuk
menentukan apakah terdapat disosiasi sito-albumin.
6. Pada paraplegia untuk menentukan apakah terdapat
kompresi medula spinalis (Sindrom Froin)
7. Pada pneumoensefalografi, dengan menyuntikkan
udara ke dalam ruang subbaraknoid, menyuntikkan
bahan – bahan radio-opaque, zat radioaktif untuk
pemeriksaan – pemeriksaan lain.
8. Menyuntikkan zat kontras yang larut dalam air pada
mielografi.
9. Untuk mengurangi nyeri kepala, terutama nyeri kepala
rengsa (intractable headache) yang tidak dapat
dihilangkan dengan analgesik atau dengan cara lain.
10. Untuk pengobatan, yaitu injeksi intratekal misalnya
pemberian methotrexate pada leukimia meningeal dll.
Kontra Indikasi
1. Bila terdapat infeksi di tempat akan dilakukan pungsi
lumbal, karena dapat menyebabakan meninggitis dll,
yaitu :
- osteomielitis di daerah lumbosakra
- abses epidural di tempat pungsi
- malformasi arteriovenosa lumbosakral
Pada keadaan – keadaan demikian sebaiknya pungsi
lumbal dilakukan didaerah yang lebih ke atas.
2. Bila tekanan intrakranial meningkat. Dalam hal ini
belum ada persesuaian paham, karena ada yang
berpendapat bahwa risiko sangat minim. Menurut
Korein dkk komplikasi pugsi lumbal pada tekanan
intrakranial yang tinggi kurang dari 1,2%. Mereka juga
beranggapan bahwa edema papil bukan suatu kontra
indikasi pada pungsi lumbal.
Dianjurkan bahwa bila sangat diperlukan tindakan
pungsi lumbal pada peningkatan tekanan intrakranial,
jangan ragu – ragu. Agar risikonya kecil, sebaiknya
digunakan jarum pungsi yang kecil (no.22) untuk
menghindari lubang yang besar pada dura. Juga ambil
likuor seperlunay saja.
3. Bila tumor jelas terdapat di fosa posterior
4. Bila terdapattanda – tanda bahwa akan terjadi
hernaisi tentorial atau tonsil. Akibat herniasi ke
foramen magnum dapat mengakibatkan kegagalan
pernapasan dan penderita akan meninggal. Gejala –
gejala herniasi adalah muntah – muntah, bradikardi,
perlambatan pernapasan, kesukaran menelan dan
bising sistolik di daerah oksipital akibat kompresi a.
vertebralis.
5. Bila penderita dalam keadaan gawat ditambah
dengan kesadaran yang makin menurun.
6. Bila penderita atau keluarga menolak tindakan
pungsi lumbal.
Komplikasi
1. Nyeri kepala sesudah pungsi lumbal. Untuk
mengurangi atau mencegah hal ini sebaiknya
digunakan jarum halus (no.22). Nyeri kepala pasca
pungsi lumbal umumnya hilang bila penderita tidur
rata setelah pungsi lumbal. Dapat juga diberikan NaCl
0,9% atau glukosa i.v. di dalam ruang subaraknoid
(kanalis sentralis)
2. Kerusakan diskus intervertebralis oleh jarum pungsi
3. Infeksi
4. Iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila
digunakan jarum yang tidak kering
5. Jarum patah
6. Pendarahan di dalam ruang subaraknoid dengan
gejala – gejala yang sama dengan perdarahan
subaraknoidal dialami penderita selama beberapa
hari.
7. Pada tumor medula spinalis gejal – gejala
neurologik bertambah hebat setelah pungsi
lumbal.
8. Likuor keluar terus pada tempat pungsi lumbal.
9. Herniasi ke foramen magnum pada penderita
dengan tekanan intrakranial yang tinggi,
terutama bila terdapat tumor pada fosa
posterior.
Persiapan Pungsi Lumbal
Sebelum melakukan pungsi lumbal, sebaiknya
dijelaskan kepada penderita tatau keluarga mengapa
dilakukan pungsi lumbal. Jelaskan kepada
penderitabahwa pungsi lumbal diperliakn untuk
menentukan diagnosis atau untuk memasukkan obat,
pungsi lumbal adalah amn da hanya merasakan nyeri
sedikit sekali dll.
Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan dalam ruangan
khusus, atau kamar terapi, atau kamar periksa khusus.
Dokter atau operator dibantu oleh perawat – perawat
yang sudah berpengalaman. Alat dan keperluan
hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu (Tabel 2).
Teknik Pungsi Lumbal
Bila dokter yang akan melakukan pungsi lumbal
mempergunakan tangan kanan (right handed), penderita
ditidurkan pada sisi kiri. Dengan tinktur yodium dibuat
garis yang menghubungkan bagian teratas krista iliaka
atau krista iliaka anterior superior kiri dan kanan yang
akan bersilang dengan garis yang menghubungkan
prosesus – prosesus dari atas ke bawah. Persilangan
kedua garis ini terdapat pada prosesus spinosus dari L4.
Tempat pungsi dipalpasi dengan jari telunjuk yaitu
diantara L4 dan L5 atau L3 dan L4 dan diberi tanda. Daerah
tempat akan dilakukan pungsi dan sekitarnya dibersihkan
dengan sabun, dibilas, kemudian didesinfeksi dengan
tinktur yodium dam setelah itu dengan alkohol 70%.
Tempat pungsi ditutup dengan kain steril berlobang.
Kepada penderita ditanyakan apakah pernah mengalami
reaksi alergi karena obat – obatan atau suntikan –
suntikan.
Pemberian anestesi lokal dengan jarum halus.
Disuntikkan larutan prokain-hidroklorida 1-2% pada
tempat pungsi dan sekelilingnay, sebaiknya suntikan ini
sedikit agak dalam. Oleh perawat yang sudah mahir
dengan prosedur pungsi lumbal, penderita yang masih
tetap berbaring pada sisi kiri, posisinya diubah
sedemikian rupa sehingga tungkai difleksi agar kedua
lulut sedekat mungkin dengan dagu (kneechest pisition)
sedangkan kuduk (leher) difleksi ke depan ke arah dada.
Posisi sedemikian menyebabkan ruang interspinosum
menjadi lebih lebar sehingga memudahkan pungsi lumbal
(Gambar 3).
Operator dengan sarung tangan karet yang steril
yang menusuk ± 1 cm di atas atau di bawah titk silang
yang telah ditentukan sebelumnya ke arah kranial (sefal)
(Gambar 4). Mula – mulajarum melewati kulit dengan
mudah, kemudian ligementum interspinosum, lalu
mendapat tahanan ligamentum flavum. Disini tusukan agak
dikeraskan sehingga dapat menembus ligamentum flavum.
Usahakan agar arah jarum kembali tegak lurus, kemudian
melalui dura, lalu masuk ke dalam ruang subaraknoid.
Biasanya panjang jarum yang masuk adalah ± 7 cm.
Selanjutnya stilet dicabut dan likuor akan menetes keluar
dengan spontan. Setelah melewati dura jangan menusuk
terlalu dalam, karena dapat menusuk diskus
intervertebralis.
Bila likuor tidak keluar, jarum diputar – putar
sambil menarik sedikit keluar. Cara ini dilakukan untuk
menghindari jaringan yang menutup ujung jarum. Bila
setelah beberapa kali jarum diputar – puatar, tetapi
likuor tetep belum keluar, perbaiki posisi penderita
kembali seperti semula. Kadang – kadang likuor tidak
keluar karena ujung jarum tersumbat bekuan darah.
Dalam hal ini jarum dikeluarkan, dibersihkan atau
diganti dengan yang lain.
Bila setlah beberapa kali jarum diputar dan posisi
penderita telah diperbaiki, tetapi likuor masih belum
keluar, jarum dicabut dan dicoba melakukan pungsi di
tempat lain, misalnya L3-L4. Sebaiknya jangan melakukan
pungsi lumbal di atas L2-L3, karena ujung kaudal medula
spinalis dapat mencapai setinggi L1-L2.
Pada anak, pungsi lumbal dilakukan pada L4-L5 atau L5-L1,
karena ujung medula spinalis dapat mencapai sampai
L3-L4.
Bila likuor telah keluar secara spontan, jarum
segera disambung dengan manometer kaca dan membaca
tekanan likuor (tekanan permulaan, initial pressure).
Waktu mengukur tekanan ini penderita harus dalam
keadaan tenang, sendi lutut diluruskan, kepala tidak
dalam posisi fleksi Lagi. Penderita dilarang batuk atau
mengedan, karena dapat menyebabkan tekanan dalam
vena – vena abdominalis meningkat, sehingga tekanan
vena – vena vertebralis naik. Dalam keadaan normal
tekanan permulaan likuor tidak melebihi 180 mm. Bila
tekanan intrakranial meningkat sampai 300 mm, jarum
pungsi harus segera dicabut.
Pada semua penderita yang akan menjalani pungsi
lumbal sebelumnya dilakukan funduskopi untuk
menentukan apakah terdapat peningkatan tekanan
intrakranial, terutama pada anak dengan fontanel dan
sutura yang telah menutup. Pada anak yang lebih kecil
tekanan intrakranial dapat ditentukan dari tekanan
fontanel masih terbuka, pungsi lumbal dapat dilakukan
dngan aman, walaupun terdapat tekanan intrakranial
meningkat.
Pemeriksaan fundus okuli yang normal belum
berarti bahwa tekanan intrakranial normal. Dalam hal ini
perlu dilakukan pemeriksaan lebih teliti, apakah terdapat
bunyi tempayan retak (cracked pot sound) dan
bagaimana hasil pemeriksaan foto Röntgen tengkorak.
Pada keadaan tertentu pungsi lumbal dapat dilakukan
walaupun tekanan intrakranial tetap tinggi, dalam hal ini
sebaiknya bekerja sama dengan ahli bedah saraf
Bila tekanan likuor dalam manometer tidak
meningkat, tetapi menurun degan respirasi, kemungkinan
besar ada sesuatu yang menutup ujung jarum pungsi
misalnya jaringan subaraknoid atau lain – lian. Hal ini
dapat dipastikan dengan menekan abdomen penderita
yang menyebabkan tekanan likuor naik.
Pungsi daoat menimbulkan perasaan nyeri secar
tiba – tiba seperti ditusuk – tusuk pada tungkai, ini
berarti jarum pungsi telah menusuk saraf sensoris, hal ini
mungkin terjadi karena ujung jarum terlalu banyak ke
arah lateral.
Bekas tusukan pungsi lumbal akhirnya ditekan
dengan kasa steril, kemudian diberi tinktur yodium,
ditutup dengan kasa steril dan plester. Penderita disuruh
istirahat dan harus diperhatikan apakah likuor tidak
keluar lagi melalui tempat pungsi.
Pemeriksaan Likuor
Pemeriksaan Mikroskopis
Likuor normal adalah jernih, tidak berwarna
seperti air. Untuk pemeriksaan dalam klinik diperlukan ±
10-20 ml, umumnya 7-10 ml sudah cukup dengan rincian
sebagai berikut :
Hitung sel 0,5 ml
Protein total 1,5 ml
Protein elektroforesis 5 ml
Reaksi Wasserman 2 ml
Reaksi emas kolidal (Colloidal Gold Reaction) 0,5 ml
Pemeriksaan usap dan kultur untuk kuman
TB (usap dan kultur basil TB) 3-5 ml
Pemeriksaan usap untuk organisme lain 2 ml
Inokulat marmut 3-5 ml
Penentuan sel – sel maligna 2 ml
Likuor Xantrokrom
Likuor berwarna kuning disebabkan antara lain oleh :
1. Zat warna darah, misalnya oleh perdarahan 5-6 jam
sebelum pungsi lumbal.
2. Pigmen darah antara lain bilirubin, oksihemoglobin,
methemoglobin.
3. Perdarahan subaraknoid
4. Perdarahan intrakranial yang masuk ke dalam
ventrikel
5. Kadar protein tinggi (lebih dar pada 150 mg/100 ml),
misalnya bila likuor diambil di bawah sumbatan
(sindrom Froin) oleh tumor intraspinal, umumnya
neurofibroma.
6. Hematoma subdural
7. Ikterus yang hebat misalnya pada koma hepatikum.
8. Nanah dalam likuor.
9. Tumor intrakranial.
10. Infrak serebri.
11. Beberapa bentuk polineuritis.
12. Meningitis.
Likuor Keruh
Likuor yang keruh terdapat bila :
1. Likuor mengandung banyak sel – sel polimorfonuklear,
misalnya pada meningitis tuberkulosa akut (lebih dari
pada 400/ml). Kekeruhan bisa sedemikian rupa
sehingga di dasar tabung terdapat nanah dan lapisan
atas berwarna kuning.
2. Likuor mengandung banyak eritrosit.
3. Tabung kotor.
Likuor Berdarah
Keadaan ini dilihat pada beberapa keadaan :
1. Kesalahan teknik pungsi lumbal (vena robek)
2. Perdarahan yang terjadi 5-6 jam sebelum pungsi
lumbal
3. Perdarahan subaraknoid
4. Hematomeli
Percobaan 3 tabung
Percobaan 3 tabung adalah untuk membedakan
likuor murni dari likuor yang berdarah. Percobaan ini
adalah sebagai berikut :
1. Tampung likuor secara berturut – turut dalam 3
tabung. Bila warna merah sama pada ketiga tabung,
maka berarti perdarahan terjadi dalam kanalis
spinalis. Kalau warna tabung pertama lebih merah
dari pada yang berikutnya berarti perdarahan
adalah artefisial akibat tusukan pungsi.
2. Tampunglah cairan dalam tabung dan putar dengan
sentrifuge. Bila terjadi pemisahan cairan dan sel
darah yang jelas terlihat, maka darah adalah
artefisial.
Sedangkan bila terjadi kabut hemolisis dalam cairan
di atas lapisan sel darah, berarti perdarahan sudah
lama.
3. Pada pungsi lumbal traumatis (akibat tusukan), jumlah
sel dihitung, kemudian sel darah merah dilisiskan
dengan asam asetat dan jumlah sel dihitung kembali.
Bila jumlah total sel darah putih dibandingkan dengan
jumlah sel darah merah di dalam cairan
serebrospinalis lebih banyak daripada perbandingan
hal tersebut di dalam darah, maka dianggap bahwa
dalam likuor terdapat pleiositosis.
Bila perdarahan akibat tusukan hebat, pungsi
lumbal harus diulangi 2 hari kemudian.
Likuor Dengan Pengendapan Fibrin
(Fibrin Clof)
Keadaan ini disebabkan antara lain :
1. Fibrinogen dan fermen fibrin, misalnya bila kadar
protein likuor meningkat.
2. Likuor mengandung banyak albumin seperti pada blok
subaraknoid.
3. Pada beberapa bentuk polineuritis.
4. Pada meningitis tuberkulosa bisa terbentuk endapan
seperti laba – laba (cob web) disebabkan oleh kadar
protein yang tinggi.
Pemeriksaan Sitologik
Dalam keadaan normal likuor tidak banyak
mengandung sel (limfosit, sel mononuklear), biasanya
0-3/mm3 berarti pasti ada infeksi dan bila lebih dari
10/mm3 patognomonis terdapat infeksi atau kelainan
serebral dan infeksi selaput otak.
Jumlah eritrosit lebih dari 150.000/mm3 terdapat pada :
• aneurisma pecah
• Perdarahan intrakranial karena stroke dan hipertensi
maligna
• trauma kapitis
• pecahnya malformasi arterio-venosa
Pada keadaan patologik terdapat banyak limfosit,
sel – sel mononuklear besar, sel – sel polimorfonuklear,
juga mikroorganisme, sel – sel parasit dan kadang –
kadang sel – sel tumor. Umumnya sel – sel tersebut
berasal dari selaput otak, jaringan saraf yang masuk ke
dalam ruang subaraknoid dan ruang – ruang perivaskular.
Bila jumlah sel banyak disebut pleiositosis yang
menunjukkan infeksi selaput otak. Apakah sel – sel
polimorfonuklear atau mononuklear dalam jumlah yang
banyak, sebagian bergantung pada keadaan akut proses
tersebut dan sebagian lagi pada sifat alami
mikroorganisme sebagai penyebab infeksi.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pada infeksi
dengan organisme piogen pada stadium akut terdapat
leukositosis polimorfonuklear, terkecuali pada stadium
kronis. Sedangkan pleiositosis mononuklear lebih sering
dilihat pada infeksi virus neurotropik, walaupun bisa juga
terdapat sel – sel polimorfonuklear pada infeksi akut
virus. Pada meningitis purulenta terdapat pleiositosis
polimorfonuklear dalam jumlah yang besar, dan pada
beberapa bentuk infeksi akut oleh virus jumlah sel dapat
mencapai 1000/mm3. Walaupun biasanya tidak melebihi
200 atau 300.
Pleiositosis Mononuklear
Keadaan ini terdapat pada :
1. Neurosifilis
2. Meningitis tuberkulosa (beberapa kasus)
3. Poliomielitis setelah beberapa hari infeksi
4. Sklerosis diseminata pada eksaserbasi akut
5. Abses otak
6. Perdarahan subaraknoid
Pleiositosis Mononuklear 1000/mm3
Terdapat pada :
1. Meningitis oleh virus
2. Ensefalitis
3. Lesi – lesi demielinisasi akut, terutama pada anak
4. Infeksi parasit otak
5. Infeksi jakur otak
6. Karsinoma meningeal
7. Tumor selebri yang terletak di sisterna ventrikel
(meduloblastoma)
Bilamana terdapat pleiositosis mononuklear, kadar
glukosa likuor kurang dari 40 mg/100 ml. maka harus
dipikirkan kemungkinan – kemungkinan :
1. Meningitis tuberkulosa
2. Abses otak
3. Torulosis
Pleiositosis Campuran
Terdapat sel – sel polimorfonuklear dalam jumlah
yang kurang lebih sama dengan sel – sel mononuklear
dijumpai pada :
1. Meningitis tuberkulosa
2. Poliomielitis
3. Meningitis oleh virus
4. Abses otak
5. Neurosifilis
6. Metastase otak
Pleiositosis Polimorfonuklear
Dilihat dari beberapa keadaan antara lain :
1. Meningitis purulenta (beberapa ribu/mm3 dan banyak
sel – sel nanah), terutama pada stadium permulaan.
2. Meningitis leptospiral
3. Reaksi alergis dari meningitis
4. Penyakit pembuluh darah otak (PPDO) atau stroke
5. Meningitis tuberkulosa (mula – mula pleiositosis
mononuklear)
6. Abses otak
7. Koriomeningitis limfositaria akuta.
Protein
Kadar protein, glukosa dan klorida dalam likuor
serebrospinalis mempunyai hubungan langsung dengan
kadar dalam darah. Di negara – negara berkembang
kadar protein likuor agak rendah dibandingkan dengan
negara – negara maju. Keadaan ini tidak disebabkan
karena nutrisi kurang baik, tetapi rasio albumin/globulin
terbalik, yaitu jumlah globulin dalam protein total lebih
tinggi akibat prevalensi infeksi yang tinggi. Kadar
protein total dalam likuor serebrospinalis adalah 15-45
ng/100 ml, likuor sisterna 10-25 mg/100 ml dan likuor
ventrikel 0-5 mg/100ml.
Kadar Protein Tinggi
Kadar protein yang rendah tidak mempunyai arti
banyak dalam klinik, yang lebih penting ialah bila kadar
protein tinggi, yaitu 1000 mg/100 ml yang dilihat pada :
1. Meningitis purulenta
2. Sindrom Guillian-Barre
3. Meningitis karsinomatosa
4. Perdarahan subaraknoid
Kadar protein mg/100 ml terdapat pada :
1. Keempat penyakit tersebut di atas
2. Blok spinal komplit, sindrom Froin
3. Neurofibroma akustik
4. Hemangioblastoma sereblum dan medula spinalis
5. Neurosifilis
6. Kolagenosis
7. Hematoma subdural
8. Sindrom Refsum
Kadar protein 200 mg/100 ml terdapat pada
beberapa keadaan :
1. Tumor intrakranial
2. Abses otak
3. Meningitis
4. Ensefalitis
5. Meningoensefalitis
6. Poliomielitis
7. Sesudah serangan PPDO (infarksio serebri,
perdarahan intrakranial )
8. Amiotrofi dibetika
9. Nueropati karsinomatosa
10. Sindrom Refsum
Bila kadar protein tinggi, lebih dari 500 mg%.
Likuor akan jadi kental dan cepat membeku pada
permukaan. Fenomena ini dikenal sebagai sindrom Froin
yang terdiri dari :
• santokrom
• pleiositosis
• koagulasi masif likuor
Sindrom Froin terdapat pada kelompok penyakit :
1. Blok
2. Obstruksi jalan likuor di daerah spinal seperti pada
spondilitis tuberkulosa, abses epidural, tumor di
kanalis ventralis dan araknoiditis spinal.
3. Infeksi kronis antara lain sepsis, meningitis
4. Pada kelainan imunologik susunan saraf pusat seperti
sindrom Guillain-Barre
Peningkatan nilai protein pada keadaan –
keadaan tersebut di atas mungkin karena
sirkulasi likuor terganggu, kebocoran antara
sawan darah-otak, sehingga likuor spinal tidak
mengalami proses pembaharuan dan penyegaran,
menyebabkan protein plasma masuk ke dalam
likuor.
Nilai Protein Rendah
Nilai protein rendah dalam likuor, yaitu 15 mg/100
ml terdapat pada beberapa keadaan :
1. Bayi normal di atas umur 6 bulan
2. Bila pengambilan likuor terlalu banyak seperti pada
pneumoensefalografi, likuor bagian spinal diencerkan
dengan likuor dari sisterna magna.
3. Pada 1/3 penderita dengan hipertensi intrakranial
benigna
4. Pada intoksikasi air akut yang disertai dengan
tekanan intrakranial yang meningkat
5. Hipotiroidisme sesudah terapi
6. Leukimia (tak dapat diterangkan)
Rasio Albumin/Globulin
Rasio albumin/globulin pada likuor yang normal
adalah ± 8:1. Pada infeksi terdapat kenaikan selektif dari
globulin. Test Nonne untuk menentukan kelebihan
globulin sekarang kurang dipakai. Yang lebih akurat
adalah cara elektroforesis, sehingga dapat diketahui
beberapa keadaan antara lain pada sklerosis multipleks
dengan peningkatan globulin dan imunoglobulin yang lain.
Bila nilai protein total normal, tetapi gama globulin lebih
dari 26%, maka hal ini condong ke sklerosis multipleks.
Juga pada ensefalitis sub-akut dan neurosifilis terdapat
peningkatan gama globulin.
Glukosa
Pada orang normal kadar glukosa likuor adalah 60-
80% dari kadar glukosa darah. Dalam keadaan normal
glukosa dalam likuor 45-80mg/100 ml dengan kadar
glukosa darah 80-120mg%. Glukosa likuor sedikit lebih
tinggi daripada darah karena terjadi glukolisis. Bila
kadar glukosa darah meningkat, maka secara perlahan –
lahan kadar dalam likuor juga naik. Sebagai contoh pada
pemberian insulin, kadar glukosa darah cepat menurun,
tetapi diperlukan beberapa jam agar glukosa likuor
menjadi normal.
Derajat glukolisis meningkat bilamana terdapat
banyak sel dan bakteri dalam likuor, karena glukosa
diuraikan menjadi asam laktat.
Tiga faktor yang menentukan kadar gkukosa dalam
likuor, yaitu :
1. Kadar glukosa darah
2. Keseimbangan antara kadar glukosa likuor dan darah
yang terjadi perlahan – lahan.
3. Derajat glukolisis
Cara menentukan kadar glukosa dalam likuor
adalah sama dengan darah, sebelumnya likuor ditambah
larutan Natrium fluorida atau dibebaskan dari protein.
Pada setiap pemeriksaan kadar glukosa likuor harus
diperiksa sebelumnya kadar glukosa darah.
Kadar glukosa likuor bergantung pada kadar glukosa
darah, karena perubahan – perubahan glukosa darah akan
mempengaruhi glukosa likuor. Kadar glukosa yang tinggi
terdapat pada penderita diabetes melitus dengan
hiperglikemia.
Kadar glukosa rendah terdapat pada :
1. Meningitis purulenta, paling rendah pada meningitis
oleh meningokok.
2. Meningitis tuberkulosa, karea glukosa digunakan oleh
kuman TB untuk berkembang biak
3. Pleiositosis limfositer (< 20mg/100ml)
4. Kejang demam pada bayi, kadar glukosa bisa sampai
nol, karena itu kejang demam sebaiknya diberikan
glukosa atau dekstrosa i.v. sebagai terapi.
Bila nilai glukosa likuor < 40mg/100ml, ini
menunjukkan keadaan yang abnormal. Meningkatkan
kadar glukosa likuor tak mempunyai arti yng banyak
dalam klinik, misalnya pada bayi prematur dan neonatus
rasio glukosa darah dan likuor mendekati angka 1,0.
Kadar glukosa yang tinggi terdapat pada
ensefalitis, khoriomeningitis limfositer, neurolues dan
meningitis non-bakterial.
Kadar glukosa likuor yang rendah terdapat pada
beberapa keadaan, antara lain :
1. Hipoglikemia
2. Meningitis bakterial akut < 20mg/100ml, biasanya
sampai nol
3. Meningitis tuberkulosa
4. Meningitis oleh jamur
Rendahnya kadar glukosa likuor pada infeksi
selaput otak disebabkan oleh :
• pemakaian glukosa tinggi akibat glukolisis anaerob
meningkat di jaringan saraf sekitarnya oleh leukosit
polimorfonuklear.
• hambatan masuknya glukosa karena perubahan dalam
sistem transport pada membran yang bertanggung
jawab atas transport glukosa dari darah ke likuor.
Kadar Klorida
Kadar klorida likuor yang normal adalah 110-130
mEq/liter atau 700-750 mg%/100cc, jadi lebih tinggi
daripada di dala darah (96-103 mEq/liter). Rasio klorida
likuor : plasma adalah 1:2, bergantung pada ketentuan
Gibbs-Donnan.
Protein diionisasi negatif dan untuk
mempertahankan netralitas elektrik (Electric neutrality)
di dalam likuor yang bebas protein, maka harus terjadi
peningkatan ion –ion klorida.
Kadar klorida rendah terdapat pada :
1. Meningitis, terutama meningitis tuberkulosa
2. Lesi desak ruang (Space Occupying Lesion)
3. Trombosis sinus kavernosus
4. Muntah - muntah
Muntah merupakan gejala penting dalam
klinik neurologi, sering akibat infeksi
intrakranial, lesi desak ruang, trombosis sinus
kavernosus dll.
Kadar klorida likuor meningkat bila kadar
klorida darah meningkat seperti yang terdapat
pada nefritis terutama uremia
Reaksi Serologik Likuor Serebrospinalis untuk Sifilis
Likuor orang normal atau sehat tidak
memperlihatkan reaksi positif terhadap suatu infeksi
pada pemeriksaan serologik. Infeksi susunan saraf pusat
memperlihatkan beberapa reaksi aglutinasai positif pada
likuor. Setiap penderita yang dicurigai kemungkinan
menderita infeksi sifilis (neuroleus) harus dilakukan
pemeriksaan reaksi serologik, yaitu :
1. Pemeriksaan atau test Wassermann (complement-
fixation test)
2. Pemeriksaan atau test Kahn (test flokulasi,
presipitasi).
3. VDRL (Veneral Disease Research Laboratories)
Interpretasi test – test ini tidak mudah, karena
hasil negatif belum berarti tidak ada infeksi sifilis,
demikian juga sebaliknya. Hasil test dapat positif palsu,
karena likuor mengandung darah, pada perdarahan
subaraknoid, mononukleosis infeksiosa, malaria,
tripanosomiasis, penyakit – penyakit kolagen dan
treponema tertentu (bukan terponema palidum).
Dengan demikian perlu reaksi pelengkap lain yang
menggunakan antigen treponema palidum, seperti :
• Test Antibodi Treponema fluoresen (Fluorescent
Treponema Antibody Test)
• Test Imobilisasi Treponema Palidum (Treponema
Pallidum Immobilization Test)
Test – test ini penting untuk menyingkirkan hasil –
hasil test positif palsu.
Leukosit
Untuk menghitung leukosit dalam likuor
diperlukan :
1. Pipet leukosit
2. Larutan Turk yang jenuh
3. Alat hitung Fuchs-Rosenthal
Likuor dikocok agar sel –sel terbagi dengan baik.
Dengan pipet leukosit larutan Turk sampai angka 1,
kemudian likuor diisap sampai angka 11 dan dikocok
selama ± 3 menit. Dua sampai 4 tetes pertama dibuang,
kemudian tetes berikutnya dimasukkan ke dalam alat
hitung Fuchs-Rosenthal, dibiarkan selama ± 5 menit dan
dihitung jumlah sel.
Alat hitung Fuchs-Rosenthal mempunyai
kedalaman 0,2 mm, pembagian ruang adalah 4 x
4 mm (garis – garis merupakan pembagian dalam
mm). Sehingga setiap mm3 dibatasi oleh garis,
jumlah seluruhnya adalah 16. Untuk menentukan
luasnya harus dibagi 16, untuk kedalaman
dikalikan dengan 5 dan untuk pengeceran
dikalikan dengan 0,9 (di dalam bagian yang bulat
pipet 1 bagian larutan dicampur dengan 9 bagian
likuor).
Bila jumlah sel adalah (a), maka jumlah sel/mm3 :
a 10 50a a
x 5 x = = ±
16 9 144 3
Bilamana tidak tersedia alat hitung Fuchs-
Rosenthal dapat dipakai alat hitung Burker, disini jumlah
sel/mm3 adalah :
a 10 5
x 10 x = a
9 9 4
Arti Klinik
Jumlah sel lebih dari 5/mm3 menunjukkan keadaan
patologik. Dalam keadaan normal hanya terdapat limfosit
dan beberapa monosit, tidak dijumpai leukosit
polimorfonuklear, sel – sel plasma dan eritrosit. Bila
jumlah sel meningkat disebut pleiositosis.
Pada meningitis purulenta jumlah sel
polimorfonuklear meningkat, sedangkan pada meningitis
tuberkulosa, meningitis tuberkulosa, meningitis luetika
dan meningitis aseptik jumlah sel tak begitu meningkat,
yang paling banyak adalah limfosit.
Pada umumnya penuingkatan jumlah sel disertai
dengan peningkatan protein dalam likuor. Bila kadar
protien meningkat, tetapi jumlah sel tidak, maka keadaan
ini disebut disosiasi albuminsitologik yang terdapat pada
beberapa keadaan, antara lain :
• kompresi medula spinalis
• tumor intraserebral
• sindrom Guillain-Barre
Bila jumlah sel bertambah tetapi kadar protein
tidak, disebut disosiasi sito-albumin yang terdapat pada
ensefalitis dan stadium paralitis poliomielitis. Pada bayi
baru lahir jumlah sel agak meningkat bisa sampai
20/3 per mm3.
Pemeriksaan Protein Secara Kualitatif
1. Dengan asam sulfosalisil
Reaksi berdasarkan bahwa asam sulfo salisil
mempresipitasi protein dalam larutan yang sangat
encer. Pada beberapa tetes likuor ditambahkan 1
tetes larutan asam amino sulfosalisil 20%. Bila
terdapat protein akan terjadi presipitasi atau
endapan Dari derajat persipitasi dapat ditentukan
jumlah atau kadar protein dalam likuor.
2. Reaksi Nonne-Apelt
Reaksi berdasarkan bahwa globulin akan mengendap
dalam larutan amonium sulfat setengah jebuh. Dalam
tabung reagens atau tabung Widal likuor dicampur
(likuor dapat disentrifugasi lebih dahulu) dengan
larutan asam sulfat jenuh (sebelumnya telah
difiltrasi) dalam jumlah yang sama.
Dalam tabung lain likuor dicampur dengan akua
destilata dalam jumlah yang sama. Bandingkan
kekeruhan setelah ± 3 menit, kadang – kadang
diperlukan latar belakang hitam.
3. Reaksi Pandy
Pada cawan gelas dituangkan 0,5 ml reagens Pandy
dan di pinggir cawan diteteskan likuor. Jangan
teteskan likuor di tengah – tenagh reagens, tetapi di
pinggirnya. Normal terjadi sedikitkekeruhan, reaksi
dikatakan positif bila terdapat pengendapan atau
kekeruhan yang jelas.
Dalam klinik resaksi Nonne-Apelt dan
Pandy sering digunakan untuk menentukan
adanya globulin. Reaksi Pandy lebih peka dari
pada Nonne-Apelt yang kurang lebih sama
denagn reaksi Ross-Jones. Pada likuor normal
reaksi Nonne-Apelt dan Pandy negatif. Reaksi
positif tidak spesifik, tetapi sering terjadi pada
banyak kelainan susunan saraf pusat baik akut
maupun kronis, juga pada kompresi.
Kepustakaan
Adams, R.D., & Victor, M. 1997 Principles of Neurology,
McGraw-Hill Book Company, A blakenstein publication.
Bannister, S.R. 1988 Brain’s Clinical Neurology, 5-th Ed,
Oxford University Press, New York, Toronto.
Bell, W.E., & Mc.Cornich, W.F. 1975. Neurologic Infections in
Children, WB Saunders Company, Philadelphia,
Toronto-London.
Chusid, J.G. 1979 Correlative Neuronatomy and Functional
Neurology, 17th Ed, Mauruzen Asia Edition, Tokyo.
Dada, T.O. 1975 Medicine in the Tropics, 1 st ed. Churchill
Livingstone, Edinburg-London, New York.
Department of Neurology, Mayo Clinic. Clinical Examination in
Neurology, 3rd ed, Asian ed, WB Saunders Company
Philadelphia-Toronto Igaku Shoin Ltd Tokyo.
Fishman, R.A. 1978 Cerebrospinal fluid, lumbar puncture in
AB Baker & LH Baker (eds): Clinical Neurology Vol.I, 1-
40, Harper & Row Publishers, Hagerstown, Maryland.
Gamstrop, I. 1985 Pediatric Neurology, 2nd ed, Butterworths-
London- Boston.
Gilroy., J.S. & Meyer, J. 1975 Medical Neurology, 2nd ed.,
McMillan Publ.Co.Inc., New York.
Gorter, E., & Craaf, W.C. 1956 Klinische Diagnostiek, 7e druk,
Deel II, H.E. Stenfert Kroese NV Leiden.
Lenman, J.A.R. 1975 Clinical Neurophysiology, Blackwell
Scientific Publication, Oxford, London, Edinburgh,
Melbourne.
Lewis, J.A. 1976 Mechanism of Neurological Disease, 1st ed,
Little Brown and Company, Boston.
Mardjono & Sidharta, P. 1978 Neurologi Klinis Dasar, PT Dian
Rakyat, Jakarta.
Purboyo, R.H. 1983 Pungsi Lumbal pada anak, KPPIK-XI:
Kejang Pada Anak, Jakarta.
Snell, R.S. 1980 Clinical Neuro-anatomy for Medical Student,
Little Brown and Company, Boston.
Shorvon, S. 1983 Lumbar CSF normal values, International
Medicine, 1:28-30.
Tjiuadi, J. 1993 Kapita Selekta Neurology, Cetakan Pertama,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Walton, J.W. 1975 Essentials of Neurology, 4th ed, Pittman
Medical, Londo.

More Related Content

What's hot

anatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidanatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidKampus-Sakinah
 
peningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialpeningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialNoorahmah Adiany
 
Peradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahPeradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahYohanita Tengku
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialisfikri asyura
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilAgus Gunardi
 
Pneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointPneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointDwika Marbun
 
Meningen dan sistem saraf pusat
Meningen dan sistem saraf pusatMeningen dan sistem saraf pusat
Meningen dan sistem saraf pusatfikri asyura
 
Askep Gagal Ginjal Akut & Kronik
Askep Gagal Ginjal Akut & KronikAskep Gagal Ginjal Akut & Kronik
Askep Gagal Ginjal Akut & KronikFransiska Oktafiani
 
Pemeriksaan Neurologis_1.ppt
Pemeriksaan Neurologis_1.pptPemeriksaan Neurologis_1.ppt
Pemeriksaan Neurologis_1.pptAnnisaSilvera
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebriCornelius Liza
 
tehnik operasi tiroidektomi
tehnik operasi tiroidektomitehnik operasi tiroidektomi
tehnik operasi tiroidektomiboby-nugroho
 
Traksi dalam ortopedik
Traksi dalam ortopedikTraksi dalam ortopedik
Traksi dalam ortopedikumilove
 
Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindromFionna Pohan
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2cokordawahyu
 

What's hot (20)

Case OMSK
Case OMSKCase OMSK
Case OMSK
 
Metabolisme Bilirubin
Metabolisme BilirubinMetabolisme Bilirubin
Metabolisme Bilirubin
 
anatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidanatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroid
 
peningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialpeningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranial
 
Peradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahPeradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengah
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektil
 
Pneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointPneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpoint
 
Meningen dan sistem saraf pusat
Meningen dan sistem saraf pusatMeningen dan sistem saraf pusat
Meningen dan sistem saraf pusat
 
Penghidu donna
Penghidu donnaPenghidu donna
Penghidu donna
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Proses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan frakturProses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur
 
Askep Gagal Ginjal Akut & Kronik
Askep Gagal Ginjal Akut & KronikAskep Gagal Ginjal Akut & Kronik
Askep Gagal Ginjal Akut & Kronik
 
Anatomi mata
Anatomi mataAnatomi mata
Anatomi mata
 
Pemeriksaan Neurologis_1.ppt
Pemeriksaan Neurologis_1.pptPemeriksaan Neurologis_1.ppt
Pemeriksaan Neurologis_1.ppt
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri
 
tehnik operasi tiroidektomi
tehnik operasi tiroidektomitehnik operasi tiroidektomi
tehnik operasi tiroidektomi
 
Traksi dalam ortopedik
Traksi dalam ortopedikTraksi dalam ortopedik
Traksi dalam ortopedik
 
Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindrom
 
Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2Check list pemeriksaan neurologi 2
Check list pemeriksaan neurologi 2
 

Similar to PUNGSI LUMBAL & NEUROSITOPATOLOGI

Pemeriksaan diagnostik sistem neurologik
Pemeriksaan diagnostik sistem neurologikPemeriksaan diagnostik sistem neurologik
Pemeriksaan diagnostik sistem neurologikyulvihardoni
 
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)Jumraini Tammasse
 
Pemeriksaan dan ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro Spinal 1.pptx
Pemeriksaan dan  ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro  Spinal  1.pptxPemeriksaan dan  ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro  Spinal  1.pptx
Pemeriksaan dan ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro Spinal 1.pptxpudjo3
 
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfdoku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfikhsan1611
 
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptxRefresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptxhamdhaniWs
 
Hidrosefalus
HidrosefalusHidrosefalus
HidrosefalusNicho17
 
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihanpjj_kemenkes
 
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihanpjj_kemenkes
 
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)sastriyadi
 
Watery eyes atau tearing
Watery eyes atau tearingWatery eyes atau tearing
Watery eyes atau tearingDesfri Angraini
 
CEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdf
CEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdfCEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdf
CEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdfMahfudhIdji
 
Spondilitis tb
Spondilitis tbSpondilitis tb
Spondilitis tbbenyrw
 

Similar to PUNGSI LUMBAL & NEUROSITOPATOLOGI (20)

Csf analysis
Csf analysisCsf analysis
Csf analysis
 
Pemeriksaan diagnostik sistem neurologik
Pemeriksaan diagnostik sistem neurologikPemeriksaan diagnostik sistem neurologik
Pemeriksaan diagnostik sistem neurologik
 
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone pada meningitis tuberkulosa (1)
 
Pemeriksaan dan ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro Spinal 1.pptx
Pemeriksaan dan  ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro  Spinal  1.pptxPemeriksaan dan  ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro  Spinal  1.pptx
Pemeriksaan dan ANALISA CAIRAN Liquor Cerebro Spinal 1.pptx
 
Askep cidera kepala
Askep cidera kepalaAskep cidera kepala
Askep cidera kepala
 
Tes cairan otak
Tes cairan otakTes cairan otak
Tes cairan otak
 
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfdoku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
 
Hydrocephalus
HydrocephalusHydrocephalus
Hydrocephalus
 
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptxRefresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
 
Hidrosefalus
HidrosefalusHidrosefalus
Hidrosefalus
 
referat PDPH.pdf
referat PDPH.pdfreferat PDPH.pdf
referat PDPH.pdf
 
Kb 5(1)
Kb 5(1)Kb 5(1)
Kb 5(1)
 
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
 
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
 
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)
 
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
 
Watery eyes atau tearing
Watery eyes atau tearingWatery eyes atau tearing
Watery eyes atau tearing
 
CEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdf
CEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdfCEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdf
CEDERA KEPALA_WAWAN_KEMENKES.pdf
 
Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1
 
Spondilitis tb
Spondilitis tbSpondilitis tb
Spondilitis tb
 

Recently uploaded

TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfAyundaHennaPelalawan
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfSeruniArdhia
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxDesiNatalia68
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptxAzwarArifkiSurg
 

Recently uploaded (20)

TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
 

PUNGSI LUMBAL & NEUROSITOPATOLOGI

  • 2. DEFINISI Pungsi lumbal adalah suatu tindakan dalam klinik untuk memperoleh likuor serebrospinalis dri ruang subaraknoid medula spinalis. Likuor serebrospinalis atau cairan lumbal adalah cairan jernih, tak berwarna yang mengisi ruang – ruang ventrike, sisterna – sisterna, ruang subaraknoid otak dan medula spinalis. Otak dan medula spinalis merupakan jaringan yang mudah rusak, terletak dalam suatu rongga bertulang dan seolah – olah berenang di dalam ruang beriskan likuor. Dengan demikian fungsi utama likuor adalah mekanis, yaitu melindungi otak dan medula spinalis.
  • 3.
  • 4. Ventrikel  Ventrikel lateralis (1, 2) di hemisfer cerebri  Ventrikel ketiga (3) diantara hemisfer  Ventrikel keempat (4) di midbrain dan medulla 02 Nov. 2009 CNS1.ppt 4
  • 5. Cerebrospinal fluid (CSF)  Difiltrasi dari plasma darah di plexus choroid  Sirkulasi pada ventrikel, rongga sub arachnoid  Kembali ke pembuluh darah melalui sinus sagitalis superior 02 Nov. 2009 CNS1.ppt 5
  • 6. Filtrasi dari pembuluh darah 02 Nov. 2009 CNS1.ppt 6
  • 7. volume normal sewaktu Dewasa 90- 150ml Bayi 40-60ml Neonatus 20-30 ml Anak 100- 40ml Harsono, 2005 Kecepatan produksi 0,35ml/menit atau 500ml/hari Tekanan CSF 50-200 mmH2O
  • 8. FUNGSI  Mekanik : membantu menahan berat otak & buffer antara otak – dura - cranium  Pembersih : beberapa molekul seperti iodida, tiosianat, asam-asam organik ->vili arahnoid -> darah  Stabilitas lingkungan kimiawi : perubahan komposisi kimiawi relatif sedikit < darah  Transport neuroendokrin : hypothalamic release factor -> Vent.III ->sel ependim -> mll kapiler ke hipofise.
  • 9. • Osmolaritas (mOsm/l) • Natrium(mM) • Klorida(mM) • Ph • Tekanan(kPa) • Glukosa(mM) • Total protein(g/l) • Albumin(g/l) • IgG(g/l) CSF • 295 • 138 • 119 • 7,33 • 6,31 • 3,4 • 0,35 • 0,23 • 0,03 Serum • 295 • 138 • 102 • 7,41(arterial) • 25,3 • 5,0 • 70 • 42 • 10 Komposisi Normal
  • 10. Elektroforesis protein LCS  Prealbumin 4,6%  Albumin 39,5%  Alfa1 globulin 6,7%  Alfa2 globulin 8,3%  Beta dan lamda globulin 18,5%  Gama globulin 8,2%
  • 11. Tes protein kualitatif  Tes Pandy : menggunakan larutan fenol untuk melihat kadar protein terutama globulin  Tes Ross-Jones dan Nonne-Apelt: menggunakan larutan amonium sulfat untuk melihat kadar protein terutama globulin dengan adanya batasan berbentuk cincin.  Reaksi emas koloidal : untuk melihat kadar gamma globulin.
  • 12. Lumbal Punksi Suatu tindakan untuk memperoleh CSF dan untuk mengetahui keadaan lintasan liquor.
  • 13. TUJUAN  Mengukur tekanan  manometer  Mengukur kadar protein, glukosa  Memeriksa sel-sel  Meyakinkan ada/tidak darah  Memeriksa mikroorganisme  Memeriksa ada/tidak infeksi  Memeriksa ada/tidak sel ganas
  • 14. Dinilai :  Warna  Jumlah sel  Biokimia CSF (Na, K,Cl, Glukosa, IgG, dll)  Reaksi aglutinasi (VDRL,FTA,TPI)  Keseimbangan asam basa (PCO2, HCO3)
  • 15. Indikasi  Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksaan sel, kimia dan bakteriologi  Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anestesi  Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi dan zat kontras pada myelografi
  • 16. Kontraindikasi  Adanya peninggian tekanan intrakranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil edema  Penyakit kardiopulmonal yang berat  Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
  • 17. TEKNIK LUMBAL PUNKSI  Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala dan lutut.  Tempat melakukan punksi pada kolumna vertebralis setinggi L3-4, yaitu setinggi crista iliaca. Pada bayi dan anak setinggi intervertebralis L4-5.  Daerah yang akan di punksi dibersihkan dengan yodium dan alkohol
  • 18.  Diberikan anestesi lokal Lidocain HCl  Menggunakan sarung tangan steril, masukkan jarum tegak lurus menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen, penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.  Lakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan Test Queckenstedt bila diperlukan
  • 19.
  • 20. Komplikasi  Sakit kepala  Nyeri punggung  Infeksi  Herniasi  Intrakranial subdural hematom  Tumor epidermoid intraspinal
  • 21.
  • 22. Typical spinal fluid result for Meningeal Processes 22 Parameter Bacterial Viral Neoplastic Fungal OP (< 170 mm CSF) > 30 mm 200 mm 200 mm 300 mm WBC ( < 5 mononuklear) > 1000 / L < 1000 / L < 5000 / L < 5000 / L % PMNS (O) > 80 % 1 – 5 % 1 – 50 % 1 – 50 % Glukosa ( > 40 mg/dL) < 40 mg / dL > 40 mg / dL < 40 mg / dL < 40 mg / dL Protein ( < 50 mg/ dL) > 200 mg/ dL < 200 mg / dL > 200 mg / dL > 200 mg / dL Gram stain (-) (+) (-) (-) (-) Cytology (-) (-) (-) (+) (+) Greenlee , 1990
  • 23. CSF Findings in Meningitis Normal Bacterial Viral Fungal/ TB Parameningeal Focus/Abscess WBC 0-5 >1,000 100-1,000 100-500 10-1,000 %PMNs 0-15 90 <50 <50 <50 Glucose 45-65 <40 45-65 30-45 45-65 CSF:Blood glucose 0.6 <0.4 0.6 <0.4 0.6 Protein 20-45 >150 50-100 100-500 50->150 23
  • 24. Insiden Papil edema : 75 % ok Tumor otak 25 % ok sebab lain --> 2,5 % ok Meningitis ( Meningitis TB 25 % - Papil edema ) Pemeriksaan : oftalmoskop Tanda fundus – hiperemi, distensi vena, diskus marginalis kabur, garis paton, penggeseran pembuluh darah, ada darah / eksudat, edema diskus
  • 25. Papil edema : Elevasi abnormal dari ujung / bagian depan saraf dan obliterasi diskus marginalis tanpa tanda nyata adanya proses inflamasi -Edema diskus optikus ( non inflamatorik atau inflamatorik ) -Diskus optikus : lubang masuknya N II menembus sklera -Papila optika / papila N. optikus : jaringan saraf didepan diskus optikus yang merupakan gabungan serabut saraf retina yang ditopang oleh neuroglia sebelum keluar dari sklera menjadi N. optikus.
  • 26. Mekanisme TIK meningkat – >Papil edema : TIK naik – > tekan keluar (R. intra okuler & med. Oblongata) Ruang sekitar N II mrpkn lanjutan R. subarakhnoid Stadium papil edema : 5 stadium Berdasar - batas papil kabur / tidak - bagian mana yang mengalami pengkaburan - terganggu/tdk susunan radial normal berkas saraf - ada / tidaknya elevasi - gambaran pembuluh darah Papil edema terjadi pada TIK > 300 mm air
  • 28.
  • 29. Lumbar Puncture  If acute bacterial meningitis is suspected, obtain CSF & blood cultures before neuroimaging  If diagnosis is uncertain, a repeat spinal tap should be repeated in 8-12 hours  12-39% of patients undergoing LP develop headache http://health.allrefer.com/pictures-images/lumbar-puncture-spinal-ta
  • 30.
  • 31. Produksi dan Penyaluran Likuor Serebrospinalis Likuor terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari 2 bagian yang berhubungan satu sama lain : 1. Sistem internal terdiri dari 2 vertikel lateralis, foramen – foramen interventrikularis (Monro), vertrikel ke-3 akuaduktus Sylvii dan vetrikel ke-4. 2. Sistem eksternal terdiri dari ruang – ruang subaraknoid, termasuk bagian – bagian yang melebar disebut sisterna. Hubungan antara sistem internal dan eksternal ialah melalui kedua apertura lateralis ventrikel ke-4 (foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-4 (foramen Magendii) (lihat gambar 1a dan 1b)
  • 32. Likuor serebrospinalis dibuat oleh pleksus koroideus melalui dialisis dinding korioidea di vertikel lateralis (± 95%), sisanya di vertikel ke-3 dan ke-4, juga melalui difusi pembuluh – pembuluh ependim dan piameter. Apakah pembentukan likuor serebrospinalis di pleksus koroid secara sekresi atau dialisis sampai sekarang belum ada persesuaian paham. Yang dibuat di ventrikel lateralis disalurkan melalui foremen interventrikularis (foramen Monro) ke dalam ventrikel ke-3, kemudian melalui akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel ke-4 (foramen Magendie) dan kedua apertura lateralis dari ventrikel ke-4 (foramen Luschka) yang terletak di sudut antara lantai ventrikel ke-4 dan serebelum ke ruang – ruang subaraknoid serebral dan spinal.
  • 33. Ruang subaraknoid terletak antara membran araknoid bagian luar dan piameter bagian dalam, berjalan ke atas dan membran meliputi seluruh permukaan otak dan medula spinalis. Bagian subaraknoid di dasar otak antara bagian permuakaan bagian permukaan bawah serebelum dan medula spinalis lebih longgar dan dalam, disebut sisterna magna. Sisterna pontis terdapat pada permukaan ventral pons. Kedua sisterna ini berlanjut ke ruang subaraknoid spinal. Sisterna interpedunkularis terdapat di permukaan ventral mesensefalon. Di depan lamina terminalis terdapat sisterna khiasmatis. Sisterna vena magna serebri terletak di sudut antara serebelum dan lamina kuadriqemina yang berhubungan denagn sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens.
  • 34. Ruang subaraknoid spinal merupakan lanjutan sisterna magna dan pontis dan meluas sampai sakral-2. Yang terletak di bawah L-2 disebut sakus, tempat biasanya dilakukan pungsi lumbal untuk memperoleh likuor.
  • 35.
  • 36. Fisiologi Likuor Serebrospinalis Pada orang dewasa normal jumlah likuor serebrospinalis 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml. Kecepatan pembuatan likuor ± 500 ml sehari walaupun tekanan berubah – ubah. Dengan pemeriksaan mikroskop elektron terlihat bahwa sel – sel pleksus korioideus mempunyai mikroskop elektron terlihat bahwa sel – sel pleksus korioideus mempunyai fungsi sekretoris. Pembuatan likuor serta komposisinya bergantung pada proses sekresi aktif sel –sel korioid.
  • 37. Pertukaran ion –ion natrium, kalium dll melalui transport aktif (proses sekresi) dimungkinkan oleh enzim – enzim Na-K-adenosintrifosfatase dan karbonikanhidrase, sedangkan masuknya protein dari serum dan pertukaran karbondioksida bergantung pada difusi. Likuor serebrospinalis dan cairan ekstraseluler otak berada dalam keadaan seimbang. Juga ternyata bahwa kedua cairan ini mempunyai komposisi kurang lebih sama (Tabel 1). Komposisi likuor umumnya tidak berubah walaupun terjadi perubahan – perubahan pada plasma. Sebagai contoh, pada hiperkalemia atau hipokalemia, kadar kalsium dalam likuor tetap normal atau hanya sedikit sekali berubah.
  • 38. Sesudah ventrikel ke-4, likuor meliwati foramen Magendie dan Luschka, masuk ke dalam sisterna basalis dan ruang subaraknoid, kemudian mengalir ke atas melalui permukaan hemisfer otak, sedangkan hanya sedikit melalui ruang subaraknoid spinal. Di dalam ruang subaraknoid likuor diabsorpsi di vili araknoid yang menonjol ke dalam sinus longitudinalis superior dan sinus venosus lain, juga di ruang perineurai da ependim. Jumlah likuor yang diabsorpsi sama dengan yang diproduksi yakni ± 0,35 ml/menit. Mekanisme absorpsi bergantung pada perbedaan tekanan antara sistem vena intrakranial dan tekanan likuor (di bawah 68 mm tak terjadi absorpsi). Absorpsi juga terjadi di bagian araknoid spinal da pembuluh – pembuluh darah serebral dan spinal.
  • 39. Menurut penelitian likuor serebrospinalis setiap hari diperbaharui sebanyak 51/2 kali. Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antar 50-200 mm, praktis sama dengan 50-200 mm H2o bila diukur pada penderita dalam posisi tidur miring, dengan jarum fungsi dan sisterna magna berada dalam satu bidang. Tekanan likuor tidak diukur pada waktu penderita duduk atau perubahan posisi dari horisontal ke vertikal, karena pada keadaan – keadaan ini tekanan likuor dapat naik sampai 280 mm.
  • 40.
  • 41. Secara umum terjadi perubahan – perubahan kecil dalam tekanan likuor yang sinkron dengan pernapasan dan nadi yaitu berturut – turut 5-10 mm dan 2-4 mm diukur dengn manometer aor. Tekanan likuor meningkat pada peningkatan suhu badan dan pada peningkatan tekanan intrakranial, misalnya pada proses desak ruang, tekanan massa dll. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan mesdula spinalis sehingga volume otak total (kraniospinal) ditambah dengan volume darah dan likuor merupakan angka tetap (Hukum MonroeKellie). Oleh karena itu setiap perubahan volume salah satu unsur tadi akan menyebabkan perubahan kompensatorik pada unsur – unsur lain.
  • 42. Jadi, bila volume salah satu bagian meningkat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah terutatama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh, sehingga volume darah selalu akan menyesuaikan diri. Peningkatan produksi likuor tidak menyebabkan peningkatan tekanan likuor serebrospinalis. Bilamana absorpsi likuor terhalang, tekanan intrakranial akan meningakat, walaupun tidak terdapat sumbatan dalam sistem ventrikel.
  • 43. Keadaan ini dapat menerangkan kenapa tekanan intrakranial meningkat pada peningkatan kadar protein dalam likuor seperti pada sindrom Guillain Barre, tumor kauda ekuina, tumor medula spinalis, poliomielitis dan sesudah perdarahan subaraknoid. Peningkatan tekanan intrakranial disini tak dapat diterangkan hanya oleh peningkatan tekanan koloidosmotis akibat peningkatan protein, tetapi karena terjadi hambatan reabsorbsi likuor pada vili araknoid atau pada ruang subaraknoid.
  • 44. Fungsi Likuor Serebrospinalis 1. Fungsi utama likuor ialah mekanisme, yaitu mlindungi otak terhadap kerusakan – kerusakan, guncangan – guncangan dll, dengan berfungsi sebagai penahan guncangan untuk otak dan medula spinalis. 2. Membantu memikul berat otak. Berat otak ± 1400 gram yang terdiri dari 80% air, beratnya hanya 50 gram bila ditimbang dalam air (likuor). 3. Sebagai bufer antara otak, durameter dan tengkorak. 4. Mempertahankan agar hubungan antara tekanan dan volume di ruang tengkorak tetap konstan. 5. Mempertahankan komposisi kimiawi lingkungan susunan saraf pusat. 6. Membersihkan otak dari sisa – sisa metabolisme benda asing dan zat toksik.
  • 45. Pungsi Lumbal Indikasi 1. Untuk menentukan diagnosis beberapa penyakit dan kelainan neurologis, a.l. radang selaput otak, radang otak. 2. Untuk mengetahui adanya blok subaraknoid. 3. Pada stroke, untuk membedakan apakah stroke hemoragik, perdarahan subaraknoid, atau trombotik. 4. Pada lesi desak ruang (Space Occupying Lesion) yang tidak terletak di fosa posterior, dengan kelainan protein dan sel. 5. Pada kemungkinan sindrom Guillain Barre untuk menentukan apakah terdapat disosiasi sito-albumin.
  • 46. 6. Pada paraplegia untuk menentukan apakah terdapat kompresi medula spinalis (Sindrom Froin) 7. Pada pneumoensefalografi, dengan menyuntikkan udara ke dalam ruang subbaraknoid, menyuntikkan bahan – bahan radio-opaque, zat radioaktif untuk pemeriksaan – pemeriksaan lain. 8. Menyuntikkan zat kontras yang larut dalam air pada mielografi. 9. Untuk mengurangi nyeri kepala, terutama nyeri kepala rengsa (intractable headache) yang tidak dapat dihilangkan dengan analgesik atau dengan cara lain. 10. Untuk pengobatan, yaitu injeksi intratekal misalnya pemberian methotrexate pada leukimia meningeal dll.
  • 47. Kontra Indikasi 1. Bila terdapat infeksi di tempat akan dilakukan pungsi lumbal, karena dapat menyebabakan meninggitis dll, yaitu : - osteomielitis di daerah lumbosakra - abses epidural di tempat pungsi - malformasi arteriovenosa lumbosakral Pada keadaan – keadaan demikian sebaiknya pungsi lumbal dilakukan didaerah yang lebih ke atas. 2. Bila tekanan intrakranial meningkat. Dalam hal ini belum ada persesuaian paham, karena ada yang berpendapat bahwa risiko sangat minim. Menurut Korein dkk komplikasi pugsi lumbal pada tekanan intrakranial yang tinggi kurang dari 1,2%. Mereka juga beranggapan bahwa edema papil bukan suatu kontra indikasi pada pungsi lumbal.
  • 48. Dianjurkan bahwa bila sangat diperlukan tindakan pungsi lumbal pada peningkatan tekanan intrakranial, jangan ragu – ragu. Agar risikonya kecil, sebaiknya digunakan jarum pungsi yang kecil (no.22) untuk menghindari lubang yang besar pada dura. Juga ambil likuor seperlunay saja. 3. Bila tumor jelas terdapat di fosa posterior 4. Bila terdapattanda – tanda bahwa akan terjadi hernaisi tentorial atau tonsil. Akibat herniasi ke foramen magnum dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan dan penderita akan meninggal. Gejala – gejala herniasi adalah muntah – muntah, bradikardi, perlambatan pernapasan, kesukaran menelan dan bising sistolik di daerah oksipital akibat kompresi a. vertebralis.
  • 49. 5. Bila penderita dalam keadaan gawat ditambah dengan kesadaran yang makin menurun. 6. Bila penderita atau keluarga menolak tindakan pungsi lumbal.
  • 50. Komplikasi 1. Nyeri kepala sesudah pungsi lumbal. Untuk mengurangi atau mencegah hal ini sebaiknya digunakan jarum halus (no.22). Nyeri kepala pasca pungsi lumbal umumnya hilang bila penderita tidur rata setelah pungsi lumbal. Dapat juga diberikan NaCl 0,9% atau glukosa i.v. di dalam ruang subaraknoid (kanalis sentralis) 2. Kerusakan diskus intervertebralis oleh jarum pungsi 3. Infeksi 4. Iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila digunakan jarum yang tidak kering 5. Jarum patah
  • 51. 6. Pendarahan di dalam ruang subaraknoid dengan gejala – gejala yang sama dengan perdarahan subaraknoidal dialami penderita selama beberapa hari. 7. Pada tumor medula spinalis gejal – gejala neurologik bertambah hebat setelah pungsi lumbal. 8. Likuor keluar terus pada tempat pungsi lumbal. 9. Herniasi ke foramen magnum pada penderita dengan tekanan intrakranial yang tinggi, terutama bila terdapat tumor pada fosa posterior.
  • 52. Persiapan Pungsi Lumbal Sebelum melakukan pungsi lumbal, sebaiknya dijelaskan kepada penderita tatau keluarga mengapa dilakukan pungsi lumbal. Jelaskan kepada penderitabahwa pungsi lumbal diperliakn untuk menentukan diagnosis atau untuk memasukkan obat, pungsi lumbal adalah amn da hanya merasakan nyeri sedikit sekali dll. Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan dalam ruangan khusus, atau kamar terapi, atau kamar periksa khusus. Dokter atau operator dibantu oleh perawat – perawat yang sudah berpengalaman. Alat dan keperluan hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu (Tabel 2).
  • 53.
  • 54. Teknik Pungsi Lumbal Bila dokter yang akan melakukan pungsi lumbal mempergunakan tangan kanan (right handed), penderita ditidurkan pada sisi kiri. Dengan tinktur yodium dibuat garis yang menghubungkan bagian teratas krista iliaka atau krista iliaka anterior superior kiri dan kanan yang akan bersilang dengan garis yang menghubungkan prosesus – prosesus dari atas ke bawah. Persilangan kedua garis ini terdapat pada prosesus spinosus dari L4. Tempat pungsi dipalpasi dengan jari telunjuk yaitu diantara L4 dan L5 atau L3 dan L4 dan diberi tanda. Daerah tempat akan dilakukan pungsi dan sekitarnya dibersihkan dengan sabun, dibilas, kemudian didesinfeksi dengan tinktur yodium dam setelah itu dengan alkohol 70%.
  • 55. Tempat pungsi ditutup dengan kain steril berlobang. Kepada penderita ditanyakan apakah pernah mengalami reaksi alergi karena obat – obatan atau suntikan – suntikan. Pemberian anestesi lokal dengan jarum halus. Disuntikkan larutan prokain-hidroklorida 1-2% pada tempat pungsi dan sekelilingnay, sebaiknya suntikan ini sedikit agak dalam. Oleh perawat yang sudah mahir dengan prosedur pungsi lumbal, penderita yang masih tetap berbaring pada sisi kiri, posisinya diubah sedemikian rupa sehingga tungkai difleksi agar kedua lulut sedekat mungkin dengan dagu (kneechest pisition) sedangkan kuduk (leher) difleksi ke depan ke arah dada. Posisi sedemikian menyebabkan ruang interspinosum menjadi lebih lebar sehingga memudahkan pungsi lumbal (Gambar 3).
  • 56.
  • 57. Operator dengan sarung tangan karet yang steril yang menusuk ± 1 cm di atas atau di bawah titk silang yang telah ditentukan sebelumnya ke arah kranial (sefal) (Gambar 4). Mula – mulajarum melewati kulit dengan mudah, kemudian ligementum interspinosum, lalu mendapat tahanan ligamentum flavum. Disini tusukan agak dikeraskan sehingga dapat menembus ligamentum flavum. Usahakan agar arah jarum kembali tegak lurus, kemudian melalui dura, lalu masuk ke dalam ruang subaraknoid. Biasanya panjang jarum yang masuk adalah ± 7 cm. Selanjutnya stilet dicabut dan likuor akan menetes keluar dengan spontan. Setelah melewati dura jangan menusuk terlalu dalam, karena dapat menusuk diskus intervertebralis.
  • 58.
  • 59. Bila likuor tidak keluar, jarum diputar – putar sambil menarik sedikit keluar. Cara ini dilakukan untuk menghindari jaringan yang menutup ujung jarum. Bila setelah beberapa kali jarum diputar – puatar, tetapi likuor tetep belum keluar, perbaiki posisi penderita kembali seperti semula. Kadang – kadang likuor tidak keluar karena ujung jarum tersumbat bekuan darah. Dalam hal ini jarum dikeluarkan, dibersihkan atau diganti dengan yang lain. Bila setlah beberapa kali jarum diputar dan posisi penderita telah diperbaiki, tetapi likuor masih belum keluar, jarum dicabut dan dicoba melakukan pungsi di tempat lain, misalnya L3-L4. Sebaiknya jangan melakukan pungsi lumbal di atas L2-L3, karena ujung kaudal medula spinalis dapat mencapai setinggi L1-L2.
  • 60. Pada anak, pungsi lumbal dilakukan pada L4-L5 atau L5-L1, karena ujung medula spinalis dapat mencapai sampai L3-L4. Bila likuor telah keluar secara spontan, jarum segera disambung dengan manometer kaca dan membaca tekanan likuor (tekanan permulaan, initial pressure). Waktu mengukur tekanan ini penderita harus dalam keadaan tenang, sendi lutut diluruskan, kepala tidak dalam posisi fleksi Lagi. Penderita dilarang batuk atau mengedan, karena dapat menyebabkan tekanan dalam vena – vena abdominalis meningkat, sehingga tekanan vena – vena vertebralis naik. Dalam keadaan normal tekanan permulaan likuor tidak melebihi 180 mm. Bila tekanan intrakranial meningkat sampai 300 mm, jarum pungsi harus segera dicabut.
  • 61. Pada semua penderita yang akan menjalani pungsi lumbal sebelumnya dilakukan funduskopi untuk menentukan apakah terdapat peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak dengan fontanel dan sutura yang telah menutup. Pada anak yang lebih kecil tekanan intrakranial dapat ditentukan dari tekanan fontanel masih terbuka, pungsi lumbal dapat dilakukan dngan aman, walaupun terdapat tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan fundus okuli yang normal belum berarti bahwa tekanan intrakranial normal. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lebih teliti, apakah terdapat bunyi tempayan retak (cracked pot sound) dan bagaimana hasil pemeriksaan foto Röntgen tengkorak. Pada keadaan tertentu pungsi lumbal dapat dilakukan walaupun tekanan intrakranial tetap tinggi, dalam hal ini sebaiknya bekerja sama dengan ahli bedah saraf
  • 62. Bila tekanan likuor dalam manometer tidak meningkat, tetapi menurun degan respirasi, kemungkinan besar ada sesuatu yang menutup ujung jarum pungsi misalnya jaringan subaraknoid atau lain – lian. Hal ini dapat dipastikan dengan menekan abdomen penderita yang menyebabkan tekanan likuor naik. Pungsi daoat menimbulkan perasaan nyeri secar tiba – tiba seperti ditusuk – tusuk pada tungkai, ini berarti jarum pungsi telah menusuk saraf sensoris, hal ini mungkin terjadi karena ujung jarum terlalu banyak ke arah lateral. Bekas tusukan pungsi lumbal akhirnya ditekan dengan kasa steril, kemudian diberi tinktur yodium, ditutup dengan kasa steril dan plester. Penderita disuruh istirahat dan harus diperhatikan apakah likuor tidak keluar lagi melalui tempat pungsi.
  • 63. Pemeriksaan Likuor Pemeriksaan Mikroskopis Likuor normal adalah jernih, tidak berwarna seperti air. Untuk pemeriksaan dalam klinik diperlukan ± 10-20 ml, umumnya 7-10 ml sudah cukup dengan rincian sebagai berikut : Hitung sel 0,5 ml Protein total 1,5 ml Protein elektroforesis 5 ml Reaksi Wasserman 2 ml Reaksi emas kolidal (Colloidal Gold Reaction) 0,5 ml Pemeriksaan usap dan kultur untuk kuman TB (usap dan kultur basil TB) 3-5 ml Pemeriksaan usap untuk organisme lain 2 ml Inokulat marmut 3-5 ml Penentuan sel – sel maligna 2 ml
  • 64. Likuor Xantrokrom Likuor berwarna kuning disebabkan antara lain oleh : 1. Zat warna darah, misalnya oleh perdarahan 5-6 jam sebelum pungsi lumbal. 2. Pigmen darah antara lain bilirubin, oksihemoglobin, methemoglobin. 3. Perdarahan subaraknoid 4. Perdarahan intrakranial yang masuk ke dalam ventrikel 5. Kadar protein tinggi (lebih dar pada 150 mg/100 ml), misalnya bila likuor diambil di bawah sumbatan (sindrom Froin) oleh tumor intraspinal, umumnya neurofibroma.
  • 65. 6. Hematoma subdural 7. Ikterus yang hebat misalnya pada koma hepatikum. 8. Nanah dalam likuor. 9. Tumor intrakranial. 10. Infrak serebri. 11. Beberapa bentuk polineuritis. 12. Meningitis.
  • 66. Likuor Keruh Likuor yang keruh terdapat bila : 1. Likuor mengandung banyak sel – sel polimorfonuklear, misalnya pada meningitis tuberkulosa akut (lebih dari pada 400/ml). Kekeruhan bisa sedemikian rupa sehingga di dasar tabung terdapat nanah dan lapisan atas berwarna kuning. 2. Likuor mengandung banyak eritrosit. 3. Tabung kotor.
  • 67. Likuor Berdarah Keadaan ini dilihat pada beberapa keadaan : 1. Kesalahan teknik pungsi lumbal (vena robek) 2. Perdarahan yang terjadi 5-6 jam sebelum pungsi lumbal 3. Perdarahan subaraknoid 4. Hematomeli
  • 68. Percobaan 3 tabung Percobaan 3 tabung adalah untuk membedakan likuor murni dari likuor yang berdarah. Percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Tampung likuor secara berturut – turut dalam 3 tabung. Bila warna merah sama pada ketiga tabung, maka berarti perdarahan terjadi dalam kanalis spinalis. Kalau warna tabung pertama lebih merah dari pada yang berikutnya berarti perdarahan adalah artefisial akibat tusukan pungsi. 2. Tampunglah cairan dalam tabung dan putar dengan sentrifuge. Bila terjadi pemisahan cairan dan sel darah yang jelas terlihat, maka darah adalah artefisial.
  • 69. Sedangkan bila terjadi kabut hemolisis dalam cairan di atas lapisan sel darah, berarti perdarahan sudah lama. 3. Pada pungsi lumbal traumatis (akibat tusukan), jumlah sel dihitung, kemudian sel darah merah dilisiskan dengan asam asetat dan jumlah sel dihitung kembali. Bila jumlah total sel darah putih dibandingkan dengan jumlah sel darah merah di dalam cairan serebrospinalis lebih banyak daripada perbandingan hal tersebut di dalam darah, maka dianggap bahwa dalam likuor terdapat pleiositosis. Bila perdarahan akibat tusukan hebat, pungsi lumbal harus diulangi 2 hari kemudian.
  • 70. Likuor Dengan Pengendapan Fibrin (Fibrin Clof) Keadaan ini disebabkan antara lain : 1. Fibrinogen dan fermen fibrin, misalnya bila kadar protein likuor meningkat. 2. Likuor mengandung banyak albumin seperti pada blok subaraknoid. 3. Pada beberapa bentuk polineuritis. 4. Pada meningitis tuberkulosa bisa terbentuk endapan seperti laba – laba (cob web) disebabkan oleh kadar protein yang tinggi.
  • 71. Pemeriksaan Sitologik Dalam keadaan normal likuor tidak banyak mengandung sel (limfosit, sel mononuklear), biasanya 0-3/mm3 berarti pasti ada infeksi dan bila lebih dari 10/mm3 patognomonis terdapat infeksi atau kelainan serebral dan infeksi selaput otak. Jumlah eritrosit lebih dari 150.000/mm3 terdapat pada : • aneurisma pecah • Perdarahan intrakranial karena stroke dan hipertensi maligna • trauma kapitis • pecahnya malformasi arterio-venosa
  • 72. Pada keadaan patologik terdapat banyak limfosit, sel – sel mononuklear besar, sel – sel polimorfonuklear, juga mikroorganisme, sel – sel parasit dan kadang – kadang sel – sel tumor. Umumnya sel – sel tersebut berasal dari selaput otak, jaringan saraf yang masuk ke dalam ruang subaraknoid dan ruang – ruang perivaskular. Bila jumlah sel banyak disebut pleiositosis yang menunjukkan infeksi selaput otak. Apakah sel – sel polimorfonuklear atau mononuklear dalam jumlah yang banyak, sebagian bergantung pada keadaan akut proses tersebut dan sebagian lagi pada sifat alami mikroorganisme sebagai penyebab infeksi.
  • 73. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pada infeksi dengan organisme piogen pada stadium akut terdapat leukositosis polimorfonuklear, terkecuali pada stadium kronis. Sedangkan pleiositosis mononuklear lebih sering dilihat pada infeksi virus neurotropik, walaupun bisa juga terdapat sel – sel polimorfonuklear pada infeksi akut virus. Pada meningitis purulenta terdapat pleiositosis polimorfonuklear dalam jumlah yang besar, dan pada beberapa bentuk infeksi akut oleh virus jumlah sel dapat mencapai 1000/mm3. Walaupun biasanya tidak melebihi 200 atau 300.
  • 74. Pleiositosis Mononuklear Keadaan ini terdapat pada : 1. Neurosifilis 2. Meningitis tuberkulosa (beberapa kasus) 3. Poliomielitis setelah beberapa hari infeksi 4. Sklerosis diseminata pada eksaserbasi akut 5. Abses otak 6. Perdarahan subaraknoid
  • 75. Pleiositosis Mononuklear 1000/mm3 Terdapat pada : 1. Meningitis oleh virus 2. Ensefalitis 3. Lesi – lesi demielinisasi akut, terutama pada anak 4. Infeksi parasit otak 5. Infeksi jakur otak 6. Karsinoma meningeal 7. Tumor selebri yang terletak di sisterna ventrikel (meduloblastoma)
  • 76. Bilamana terdapat pleiositosis mononuklear, kadar glukosa likuor kurang dari 40 mg/100 ml. maka harus dipikirkan kemungkinan – kemungkinan : 1. Meningitis tuberkulosa 2. Abses otak 3. Torulosis
  • 77. Pleiositosis Campuran Terdapat sel – sel polimorfonuklear dalam jumlah yang kurang lebih sama dengan sel – sel mononuklear dijumpai pada : 1. Meningitis tuberkulosa 2. Poliomielitis 3. Meningitis oleh virus 4. Abses otak 5. Neurosifilis 6. Metastase otak
  • 78. Pleiositosis Polimorfonuklear Dilihat dari beberapa keadaan antara lain : 1. Meningitis purulenta (beberapa ribu/mm3 dan banyak sel – sel nanah), terutama pada stadium permulaan. 2. Meningitis leptospiral 3. Reaksi alergis dari meningitis 4. Penyakit pembuluh darah otak (PPDO) atau stroke 5. Meningitis tuberkulosa (mula – mula pleiositosis mononuklear) 6. Abses otak 7. Koriomeningitis limfositaria akuta.
  • 79. Protein Kadar protein, glukosa dan klorida dalam likuor serebrospinalis mempunyai hubungan langsung dengan kadar dalam darah. Di negara – negara berkembang kadar protein likuor agak rendah dibandingkan dengan negara – negara maju. Keadaan ini tidak disebabkan karena nutrisi kurang baik, tetapi rasio albumin/globulin terbalik, yaitu jumlah globulin dalam protein total lebih tinggi akibat prevalensi infeksi yang tinggi. Kadar protein total dalam likuor serebrospinalis adalah 15-45 ng/100 ml, likuor sisterna 10-25 mg/100 ml dan likuor ventrikel 0-5 mg/100ml.
  • 80. Kadar Protein Tinggi Kadar protein yang rendah tidak mempunyai arti banyak dalam klinik, yang lebih penting ialah bila kadar protein tinggi, yaitu 1000 mg/100 ml yang dilihat pada : 1. Meningitis purulenta 2. Sindrom Guillian-Barre 3. Meningitis karsinomatosa 4. Perdarahan subaraknoid
  • 81. Kadar protein mg/100 ml terdapat pada : 1. Keempat penyakit tersebut di atas 2. Blok spinal komplit, sindrom Froin 3. Neurofibroma akustik 4. Hemangioblastoma sereblum dan medula spinalis 5. Neurosifilis 6. Kolagenosis 7. Hematoma subdural 8. Sindrom Refsum
  • 82. Kadar protein 200 mg/100 ml terdapat pada beberapa keadaan : 1. Tumor intrakranial 2. Abses otak 3. Meningitis 4. Ensefalitis 5. Meningoensefalitis 6. Poliomielitis 7. Sesudah serangan PPDO (infarksio serebri, perdarahan intrakranial ) 8. Amiotrofi dibetika 9. Nueropati karsinomatosa 10. Sindrom Refsum
  • 83. Bila kadar protein tinggi, lebih dari 500 mg%. Likuor akan jadi kental dan cepat membeku pada permukaan. Fenomena ini dikenal sebagai sindrom Froin yang terdiri dari : • santokrom • pleiositosis • koagulasi masif likuor Sindrom Froin terdapat pada kelompok penyakit : 1. Blok 2. Obstruksi jalan likuor di daerah spinal seperti pada spondilitis tuberkulosa, abses epidural, tumor di kanalis ventralis dan araknoiditis spinal. 3. Infeksi kronis antara lain sepsis, meningitis 4. Pada kelainan imunologik susunan saraf pusat seperti sindrom Guillain-Barre
  • 84. Peningkatan nilai protein pada keadaan – keadaan tersebut di atas mungkin karena sirkulasi likuor terganggu, kebocoran antara sawan darah-otak, sehingga likuor spinal tidak mengalami proses pembaharuan dan penyegaran, menyebabkan protein plasma masuk ke dalam likuor.
  • 85. Nilai Protein Rendah Nilai protein rendah dalam likuor, yaitu 15 mg/100 ml terdapat pada beberapa keadaan : 1. Bayi normal di atas umur 6 bulan 2. Bila pengambilan likuor terlalu banyak seperti pada pneumoensefalografi, likuor bagian spinal diencerkan dengan likuor dari sisterna magna. 3. Pada 1/3 penderita dengan hipertensi intrakranial benigna 4. Pada intoksikasi air akut yang disertai dengan tekanan intrakranial yang meningkat 5. Hipotiroidisme sesudah terapi 6. Leukimia (tak dapat diterangkan)
  • 86. Rasio Albumin/Globulin Rasio albumin/globulin pada likuor yang normal adalah ± 8:1. Pada infeksi terdapat kenaikan selektif dari globulin. Test Nonne untuk menentukan kelebihan globulin sekarang kurang dipakai. Yang lebih akurat adalah cara elektroforesis, sehingga dapat diketahui beberapa keadaan antara lain pada sklerosis multipleks dengan peningkatan globulin dan imunoglobulin yang lain. Bila nilai protein total normal, tetapi gama globulin lebih dari 26%, maka hal ini condong ke sklerosis multipleks. Juga pada ensefalitis sub-akut dan neurosifilis terdapat peningkatan gama globulin.
  • 87. Glukosa Pada orang normal kadar glukosa likuor adalah 60- 80% dari kadar glukosa darah. Dalam keadaan normal glukosa dalam likuor 45-80mg/100 ml dengan kadar glukosa darah 80-120mg%. Glukosa likuor sedikit lebih tinggi daripada darah karena terjadi glukolisis. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka secara perlahan – lahan kadar dalam likuor juga naik. Sebagai contoh pada pemberian insulin, kadar glukosa darah cepat menurun, tetapi diperlukan beberapa jam agar glukosa likuor menjadi normal.
  • 88. Derajat glukolisis meningkat bilamana terdapat banyak sel dan bakteri dalam likuor, karena glukosa diuraikan menjadi asam laktat. Tiga faktor yang menentukan kadar gkukosa dalam likuor, yaitu : 1. Kadar glukosa darah 2. Keseimbangan antara kadar glukosa likuor dan darah yang terjadi perlahan – lahan. 3. Derajat glukolisis Cara menentukan kadar glukosa dalam likuor adalah sama dengan darah, sebelumnya likuor ditambah larutan Natrium fluorida atau dibebaskan dari protein. Pada setiap pemeriksaan kadar glukosa likuor harus diperiksa sebelumnya kadar glukosa darah.
  • 89. Kadar glukosa likuor bergantung pada kadar glukosa darah, karena perubahan – perubahan glukosa darah akan mempengaruhi glukosa likuor. Kadar glukosa yang tinggi terdapat pada penderita diabetes melitus dengan hiperglikemia. Kadar glukosa rendah terdapat pada : 1. Meningitis purulenta, paling rendah pada meningitis oleh meningokok. 2. Meningitis tuberkulosa, karea glukosa digunakan oleh kuman TB untuk berkembang biak 3. Pleiositosis limfositer (< 20mg/100ml) 4. Kejang demam pada bayi, kadar glukosa bisa sampai nol, karena itu kejang demam sebaiknya diberikan glukosa atau dekstrosa i.v. sebagai terapi.
  • 90. Bila nilai glukosa likuor < 40mg/100ml, ini menunjukkan keadaan yang abnormal. Meningkatkan kadar glukosa likuor tak mempunyai arti yng banyak dalam klinik, misalnya pada bayi prematur dan neonatus rasio glukosa darah dan likuor mendekati angka 1,0. Kadar glukosa yang tinggi terdapat pada ensefalitis, khoriomeningitis limfositer, neurolues dan meningitis non-bakterial. Kadar glukosa likuor yang rendah terdapat pada beberapa keadaan, antara lain : 1. Hipoglikemia 2. Meningitis bakterial akut < 20mg/100ml, biasanya sampai nol 3. Meningitis tuberkulosa 4. Meningitis oleh jamur
  • 91. Rendahnya kadar glukosa likuor pada infeksi selaput otak disebabkan oleh : • pemakaian glukosa tinggi akibat glukolisis anaerob meningkat di jaringan saraf sekitarnya oleh leukosit polimorfonuklear. • hambatan masuknya glukosa karena perubahan dalam sistem transport pada membran yang bertanggung jawab atas transport glukosa dari darah ke likuor.
  • 92. Kadar Klorida Kadar klorida likuor yang normal adalah 110-130 mEq/liter atau 700-750 mg%/100cc, jadi lebih tinggi daripada di dala darah (96-103 mEq/liter). Rasio klorida likuor : plasma adalah 1:2, bergantung pada ketentuan Gibbs-Donnan. Protein diionisasi negatif dan untuk mempertahankan netralitas elektrik (Electric neutrality) di dalam likuor yang bebas protein, maka harus terjadi peningkatan ion –ion klorida. Kadar klorida rendah terdapat pada : 1. Meningitis, terutama meningitis tuberkulosa 2. Lesi desak ruang (Space Occupying Lesion) 3. Trombosis sinus kavernosus 4. Muntah - muntah
  • 93. Muntah merupakan gejala penting dalam klinik neurologi, sering akibat infeksi intrakranial, lesi desak ruang, trombosis sinus kavernosus dll. Kadar klorida likuor meningkat bila kadar klorida darah meningkat seperti yang terdapat pada nefritis terutama uremia
  • 94. Reaksi Serologik Likuor Serebrospinalis untuk Sifilis Likuor orang normal atau sehat tidak memperlihatkan reaksi positif terhadap suatu infeksi pada pemeriksaan serologik. Infeksi susunan saraf pusat memperlihatkan beberapa reaksi aglutinasai positif pada likuor. Setiap penderita yang dicurigai kemungkinan menderita infeksi sifilis (neuroleus) harus dilakukan pemeriksaan reaksi serologik, yaitu : 1. Pemeriksaan atau test Wassermann (complement- fixation test) 2. Pemeriksaan atau test Kahn (test flokulasi, presipitasi). 3. VDRL (Veneral Disease Research Laboratories)
  • 95. Interpretasi test – test ini tidak mudah, karena hasil negatif belum berarti tidak ada infeksi sifilis, demikian juga sebaliknya. Hasil test dapat positif palsu, karena likuor mengandung darah, pada perdarahan subaraknoid, mononukleosis infeksiosa, malaria, tripanosomiasis, penyakit – penyakit kolagen dan treponema tertentu (bukan terponema palidum). Dengan demikian perlu reaksi pelengkap lain yang menggunakan antigen treponema palidum, seperti : • Test Antibodi Treponema fluoresen (Fluorescent Treponema Antibody Test) • Test Imobilisasi Treponema Palidum (Treponema Pallidum Immobilization Test) Test – test ini penting untuk menyingkirkan hasil – hasil test positif palsu.
  • 96. Leukosit Untuk menghitung leukosit dalam likuor diperlukan : 1. Pipet leukosit 2. Larutan Turk yang jenuh 3. Alat hitung Fuchs-Rosenthal Likuor dikocok agar sel –sel terbagi dengan baik. Dengan pipet leukosit larutan Turk sampai angka 1, kemudian likuor diisap sampai angka 11 dan dikocok selama ± 3 menit. Dua sampai 4 tetes pertama dibuang, kemudian tetes berikutnya dimasukkan ke dalam alat hitung Fuchs-Rosenthal, dibiarkan selama ± 5 menit dan dihitung jumlah sel.
  • 97. Alat hitung Fuchs-Rosenthal mempunyai kedalaman 0,2 mm, pembagian ruang adalah 4 x 4 mm (garis – garis merupakan pembagian dalam mm). Sehingga setiap mm3 dibatasi oleh garis, jumlah seluruhnya adalah 16. Untuk menentukan luasnya harus dibagi 16, untuk kedalaman dikalikan dengan 5 dan untuk pengeceran dikalikan dengan 0,9 (di dalam bagian yang bulat pipet 1 bagian larutan dicampur dengan 9 bagian likuor).
  • 98. Bila jumlah sel adalah (a), maka jumlah sel/mm3 : a 10 50a a x 5 x = = ± 16 9 144 3 Bilamana tidak tersedia alat hitung Fuchs- Rosenthal dapat dipakai alat hitung Burker, disini jumlah sel/mm3 adalah : a 10 5 x 10 x = a 9 9 4
  • 99. Arti Klinik Jumlah sel lebih dari 5/mm3 menunjukkan keadaan patologik. Dalam keadaan normal hanya terdapat limfosit dan beberapa monosit, tidak dijumpai leukosit polimorfonuklear, sel – sel plasma dan eritrosit. Bila jumlah sel meningkat disebut pleiositosis. Pada meningitis purulenta jumlah sel polimorfonuklear meningkat, sedangkan pada meningitis tuberkulosa, meningitis tuberkulosa, meningitis luetika dan meningitis aseptik jumlah sel tak begitu meningkat, yang paling banyak adalah limfosit.
  • 100. Pada umumnya penuingkatan jumlah sel disertai dengan peningkatan protein dalam likuor. Bila kadar protien meningkat, tetapi jumlah sel tidak, maka keadaan ini disebut disosiasi albuminsitologik yang terdapat pada beberapa keadaan, antara lain : • kompresi medula spinalis • tumor intraserebral • sindrom Guillain-Barre Bila jumlah sel bertambah tetapi kadar protein tidak, disebut disosiasi sito-albumin yang terdapat pada ensefalitis dan stadium paralitis poliomielitis. Pada bayi baru lahir jumlah sel agak meningkat bisa sampai 20/3 per mm3.
  • 101. Pemeriksaan Protein Secara Kualitatif 1. Dengan asam sulfosalisil Reaksi berdasarkan bahwa asam sulfo salisil mempresipitasi protein dalam larutan yang sangat encer. Pada beberapa tetes likuor ditambahkan 1 tetes larutan asam amino sulfosalisil 20%. Bila terdapat protein akan terjadi presipitasi atau endapan Dari derajat persipitasi dapat ditentukan jumlah atau kadar protein dalam likuor. 2. Reaksi Nonne-Apelt Reaksi berdasarkan bahwa globulin akan mengendap dalam larutan amonium sulfat setengah jebuh. Dalam tabung reagens atau tabung Widal likuor dicampur (likuor dapat disentrifugasi lebih dahulu) dengan larutan asam sulfat jenuh (sebelumnya telah difiltrasi) dalam jumlah yang sama.
  • 102. Dalam tabung lain likuor dicampur dengan akua destilata dalam jumlah yang sama. Bandingkan kekeruhan setelah ± 3 menit, kadang – kadang diperlukan latar belakang hitam. 3. Reaksi Pandy Pada cawan gelas dituangkan 0,5 ml reagens Pandy dan di pinggir cawan diteteskan likuor. Jangan teteskan likuor di tengah – tenagh reagens, tetapi di pinggirnya. Normal terjadi sedikitkekeruhan, reaksi dikatakan positif bila terdapat pengendapan atau kekeruhan yang jelas.
  • 103. Dalam klinik resaksi Nonne-Apelt dan Pandy sering digunakan untuk menentukan adanya globulin. Reaksi Pandy lebih peka dari pada Nonne-Apelt yang kurang lebih sama denagn reaksi Ross-Jones. Pada likuor normal reaksi Nonne-Apelt dan Pandy negatif. Reaksi positif tidak spesifik, tetapi sering terjadi pada banyak kelainan susunan saraf pusat baik akut maupun kronis, juga pada kompresi.
  • 104. Kepustakaan Adams, R.D., & Victor, M. 1997 Principles of Neurology, McGraw-Hill Book Company, A blakenstein publication. Bannister, S.R. 1988 Brain’s Clinical Neurology, 5-th Ed, Oxford University Press, New York, Toronto. Bell, W.E., & Mc.Cornich, W.F. 1975. Neurologic Infections in Children, WB Saunders Company, Philadelphia, Toronto-London. Chusid, J.G. 1979 Correlative Neuronatomy and Functional Neurology, 17th Ed, Mauruzen Asia Edition, Tokyo. Dada, T.O. 1975 Medicine in the Tropics, 1 st ed. Churchill Livingstone, Edinburg-London, New York. Department of Neurology, Mayo Clinic. Clinical Examination in Neurology, 3rd ed, Asian ed, WB Saunders Company Philadelphia-Toronto Igaku Shoin Ltd Tokyo.
  • 105. Fishman, R.A. 1978 Cerebrospinal fluid, lumbar puncture in AB Baker & LH Baker (eds): Clinical Neurology Vol.I, 1- 40, Harper & Row Publishers, Hagerstown, Maryland. Gamstrop, I. 1985 Pediatric Neurology, 2nd ed, Butterworths- London- Boston. Gilroy., J.S. & Meyer, J. 1975 Medical Neurology, 2nd ed., McMillan Publ.Co.Inc., New York. Gorter, E., & Craaf, W.C. 1956 Klinische Diagnostiek, 7e druk, Deel II, H.E. Stenfert Kroese NV Leiden. Lenman, J.A.R. 1975 Clinical Neurophysiology, Blackwell Scientific Publication, Oxford, London, Edinburgh, Melbourne. Lewis, J.A. 1976 Mechanism of Neurological Disease, 1st ed, Little Brown and Company, Boston. Mardjono & Sidharta, P. 1978 Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
  • 106. Purboyo, R.H. 1983 Pungsi Lumbal pada anak, KPPIK-XI: Kejang Pada Anak, Jakarta. Snell, R.S. 1980 Clinical Neuro-anatomy for Medical Student, Little Brown and Company, Boston. Shorvon, S. 1983 Lumbar CSF normal values, International Medicine, 1:28-30. Tjiuadi, J. 1993 Kapita Selekta Neurology, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Walton, J.W. 1975 Essentials of Neurology, 4th ed, Pittman Medical, Londo.