1. RUANG LINGKUP KAJIAN
DAN OBJEK PEMBAHASAN
ILMU JIWA AGAMA
Kelompok 1 :
• Khoirunnisa Lubis 2114040051
• Denissa Rahmanda 2114040059
• Riosa regi Amanda 2114040071
2. A. Pengertian Psikologi Agama
● Kata Psikologi berasal dari bahasa Latin yakni psyche dan logos. Psyche berarti prinsip hidup,
asas – asas hidup, pikiran, akal, ingatan, aku dan jati diri. Logos berarti ilmu atau pengetahuan.
● Kata Agama adalah terjemahan dari bahasa Arab, ad-din yang berarti ketaatan dan kepatuhan.
● Psikologi Agama menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, adalah suatu ilmu yang meneliti pengaruh
terhadap sika dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena
cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadian seorang individu.
Jadi, dapat disimpulkan Psikologi Agama adalah ilmu yang mengkaji mentalitas manusia yang taat
atau tunduk pada suatu kekuatan yang mempengaruhi perasaan, pikiran, perbuatan, dan jalan hidup
secara keseluruh. Kekuatan yang maksud disini boleh jadi kekuasaan Tuhan Yang Ghaib atau
kekuatan lainnya yang dipercayai sebagai Maha Besar dan Maha Kuasa oleh manusia.
3. B. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup kajian Psikologi Agama mencakup
gejala-gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan
realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara
keduanya.
Zakiah Daradjat membagi objek psikologi agama
menjadi dua, yaitu:
4. Adalah setiap aspek agama yang hadir dalam pikiran (aspek mental) dari aktivitas
agama.
Kesadaran beragama
5. Kesadaran beragama pada manusia ada tiga golongan:
1) Panteisme, menurutnya semesta alam, termasuk manusia
merupakan sebagian dari Allah,
2) Politeisme, menurutnya terdapat banyak Allah, di mana alam
semesta mempunyai segi-segi yang berbeda yang
kesemuanya mencerminkan kekuatan ilahi, dan
3) Monoteisme, Allah itu satu dan tidak dapat dibagi
kemuliaannya, jangan dicampur dengan hal dunia.
6. Adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa
kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah).
Pengalaman Agama
7. James menyatakan pengalaman beragama memiliki 4 (empat)
karakteristik yaitu:
1. Bersifat temporal dan terjadi dalam waktu yang singkat,
2. Tidak dapat digambarkan dengan kata-kata,
3. Seseorang mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari
pengalamannya, dan
4. Terjadi tanpa kontrol individu ketika dia melakukan sebuah ajaran
agama.
8. Di dalam ajaran Islam, khususnya Tasawuf, ada tiga hirarki pengalaman beragama
Islam seseorang.
1. Tingkatan syariah. Syariah berarti aturan atau undang-undang, yakni aturan yang
dibuat oleh pembuat aturan (Allah dan RasulNya) untuk mengatur kehidupan
orangorang mukallaf baik hubungannya dengan Allah (hablumin Allah) maupun
hubungannya dengan sesama manusia (hablum min al-Nas).
2. Tingkat tarikat yaitu pengamalan ajaran agama sebagai jalan atau alat untuk
mengarahkan jiwa dan moral.
3. Tingkatan hakikat yang berarti realitas, senyatanya, dan sebenarnya.
9. C. Manfaat Psikologi Agama
Manfaat Psikologi Agama dapat dilihat dari
beberapa sisi antara lain sisi kedamaian atau
sisi keselamatan dunia, sisi paedagosis, dan
sisi penyehatan mental.
10. Keselamatan Dunia
Dilihat dari kepentingan kedamaian dunia yang pada
hakikatnya ini adalah tujuan tertinggi dari semua agama, maka
dengan mengetahui Psikologi Agama orang dapat mengerti
perilaku orang yang beragama atau individu yang memiliki
kepercayaan tertentu
11. paedagosis
Dari sudut Paedagogis Psiologi Agama bermanfaat untuk
mengetahui tahap – tahap perkembangan manusia, sehingga
dapat dirancang atau diperkirakan pesan keagamaan yang
memungkinkan diterima oleh mereka. Dalam hal ini, kajian
Psikologi Agama sangat membantu tokoh agama, ulama
penggembala umat dalam melayani ummat mereka.
12. Kesehatan Mental
Dilihat dari sudut kesehatan mental, kajian Psikologi Agama sangat
bermanfaat dalam tiga bentuk kesehatan mental yakni untuk pencegahan,
pengobatan, dan pemeliharaan serta peningkatan. Untuk pencegahan,
ajaran agama tentang tawakkal, pasrahan, dan lain – lain sejenisnya
dapat menghindari terjadinya gangguan mental, dalam bentruk stress dan
sejenisnya. Seseorang yang bertawakkal dapat memahami realitas
kehidupan, dimana dia memahami keterbatasan – keterbatasan dalam
dirinya. Di atas itu ia menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Maha
Kuasa.
13. "Orang bijak belajar ketika mereka
bisa. Orang bodoh belajar ketika
mereka terpaksa." (Arthur Wellesley)