Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Kimia Pangan dan Gizi tentang Analisis Karbohidrat secara Kuantitatif dan Kualitatif
1. K I M I A P A N G A N
D A N G I Z I
B Y :
S E P T I A S R I E K A P U T R I A K N A R I F D A Y A N I
A N N I S A S U S I L O W A T I E M E L D A S H A N D Y
I L D A P E L M I N I K M A L U T F I
T A R I Y A N A S A R I N S T R A N T I D I N I N G R U M
V I R A A N J A N I
2. KARBOHIDRAT
• Istilah digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai
rumus(CH2O)n
• Secara biokimia
• Karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton
• Mengandung gugus fungsi karbonil dan banyak gugus hidroksil
5. ANALISIS KIMIA KUANTITATIF
• Analisis Total Gula (Metode Anthrone)
• Analisis Total Gula (Metode Fenol)
• Analisis Gula Reduksi (Metode Lane-Eynon)
• Analisis Gula Reduksi (Nelson-Somogyi)
• Analisis Total Pati, Amilosa, Amilopektin
6. ANALISIS TOTAL GULA
(METODE ANTHRONE)
• Intensitas warna dipengaruhi oleh konsentrasi gula
• Intensitas warna diukur dengan spektofotometer
• Pereaksi Anthrone (9,10-dihidro-9-oksoantrasena) 0,1% dalam asam sulfat pekat
• Pereaksi Anthrone bereaksi dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat
menghasilkan warna biru kehijauan
7. PRINSIP
• Prinsip dasar dari metode anthrone adalah senyawa anthrone akan bereaksi secara
spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru
kehijauan yang khas. Senyawa anthrone (9,10-dihydro-9- oxanthracene) merupakan
hasil reduksi anthraquinone.
10. PERHITUNGAN
Total gula (%) = ((GxFP)/W) x 100
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (gram)
11. ANALISIS TOTAL GULA
(METODE FENOL)
Metode ini digunakan untuk menetapkan total gula semua bahan pangan.
Sebelumnya contoh harus disiapkan seperti pada persiapan contoh untuk analisis gula.
12. PRINSIP
Gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya dapat bereaksi
dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye kekuningan yang
stabil.
15. PERHITUNGAN
Total gula (%) = ((GxFP)/W) x 100
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (gram)
16. ANALISIS GULA REDUKSI
(METODE LANE-EYNON)
Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya
berdasarkan pada kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Analisis gula
pereduksi dengan metode Lane-Eynon dilakukan secara volumetri dengan
titrasi/titrimetri. Metode ini digunakan untuk penentuan gula pereduksi dalam bahan
padat atau cair seperti laktosa, glukosa, fruktosa, maltosa.
17. PRINSIP
• Metode Lane-Eynon didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi Fehling oleh gula-gula
pereduksi. Penetapan gula pereduksi dengan melakukan pengukuran volume larutan
gula pereduksi standar yang dibuthkan untuk mereduksi pereaksi tembaga (II) basa
menjadi tembaga (II) oksida (Cu2O). Udara yang mempengaruhi reaksi dikeluarkan
dari campuran reaktan dengan cara mendidihkan laruta selama titrasi. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan metilen blue yang warnanya akan hilang karena kelebihan gula
pereduksi di atas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga
18. Prosedur Standarisasi larutan fehling
Ada dua cara yaitu :
• Masukkan 10 ml laruta campuran Fehling A dan B kedalam erlenmeyer dan
tambah 2-4 tetes metilen blue 0,2%.
• Kemudian lakukan tahapan seperti pada analisis contoh.
PROSEDUR
19. Analisis contoh
Campurkan larutan fehling A dan B dengan
volume yang sama
Pipet 10 ml larutan dari hasil persiapan contoh
kedalam erlemeyer
Tambahkan kedalam erlenmeyer 10 ml larutan
campuran fehling A dan B serta 2-4 tetes metilen
blue 0,2 %.
Panaskan campura larutan di atas hot plate
magnetic stirrer
Setelah mendidih, lakukan titrasi sengan larutan
gula standart sampai warna biru hilang
Titrasi dilakukan dengan cepat, maka perlu
ditambahkan larutan glukosa standar dengan
volume tertentu.
20. PERHITUNGAN
Gula pereduksi (%) = [(V0-Vs) x G x Ts x F x 100]/(T x W)
Dimana :
Vo = volume larutan glukosa standar untuk titrasi larutan Fehling (ml)
Vs = volume larutan glukosa standar untuk titrasi contoh (ml)
G = konsentrasi larutan glukosa standar (g/ml)
Ts = volume contoh total dari persiapan contoh (ml)
T = volume contoh yang diperlukan untuk titrasi (ml)
W = berat contoh (g)
F = faktor pengenceran
21. Metode in digunakan unttuk mengetahui kadal gula pereduksi dalam sampel
1. Prinsip
Gula pereduksi mereduksi pereaksi tembaga (II) basa menjadi tembaga (I)
oksida (Cu2O). Cu2O ini bersama dengan arsenomolibdat membentuk senyawa
komplek berwarna. Intensitas warna menunjukkan banyaknya gula pereduksi
dengan pengujian menggunakan λ=520 nm.
ANALISIS GULA REDUKSI
(NELSON-SOMOGYI)
23. Perhitungan dalam metode ini adalah kandungan gula pereduksi dalam contoh
ditentukan dengan menggunakan kurva standar (hubungan antara konsentrasi gula
standar dengan absorbans) dan memperhitungkan pengenceran yang dilakukan.
Total gula = gula pereduksi + gula non-reduksi
PERHITUNGAN
24. Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara
volumetrik/titrimetri atau kolorimetri. Penentuan total pati adalah dengan cara
menghidrolisis pati secara sempurna menjadi glukosa.
Kandungan glukosa dapat ditentukan menggunakan metode penetapan
gula seperti metode Anthrone, metode fenol, metode Lane-Eynon, metode Nelson-
Somogyi. Kandungan pati ditentukan menggunakan fakor pengali (0,9). Sehingga
kandungan pati adalah kandungan glukosa x 0,9. Dapat ditentukan untuk analisis
kadar pati pada contoh padat atau cair.
ANALISIS TOTAL PATI, AMILOSA,
AMILOPEKTIN
25. Persiapan sampel
Masukkan sebanyak 2 – 5 g contoh padat atau cair
ke dalam gelas (untuk contoh padat perlu
dihaluskan dahulu)
Tambahkan ke dalam gelas piala sebanyak 50 ml
alkohol 80%. Aduk selama 1 jam
Saring suspensi yang terbentuk dengan kertas
saring dan cuci dengan air sampai volume filtrat
250 ml (filtrat ini mengandung karbohidrat yang
larut dan dibuang)
Untuk menghilangakn lemak, cuci pati yang
terdapat sebagai residu dengan 10 ml eter
(sebanyak 5 kali). Saring setiap pencucian dengan
kertas saring. Biarkan menguap eter yang tersisa
dalam residu.
Cuci lagi residu dengan 150 ml alkohol 10%
untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang
terlarut.
Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas
saring ke dalam gelas piala dengan cara pencucian
dengan 200 ml air. Tambahkan 20 ml HCl 25%.
Tutup suspensi residu di dalam gelas piala dengan
pendinginan balik (kondensor).
Setelah didinginkan, netralkan larutan yang
terbentuk dengan larutan NaOH 45% dan
masukkan ke dalam labu takar 500 ml secara
kuantitatif.
Tepatkan larutan sampai tanda tera dengan
menggunakan air destilat.
Saring kembali larutan dengan menggunakan
kertas saring.
26. Pembuatan kurva standar :
Timbang sebanyak 40 mg amilosa murni dan masukkan ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan ke dalam tabung reaksi 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N.
Panaskan tabung reaksi di dalam air mendidih sekitar 10 menit sampai semua amilosa
membentuk gel.
Setelah didinginkan, pindahkan campuran secara kuantitatif ke dalam labu takar
100ml dan tepatkan dengan air sampai tanda tera
Pipet gel amilosa (beberapa seri konsentrasi) ke dalam labu takar 100ml
Tepatkan larutan iod dengan air hingga tanda tera.
Buat kurva standar sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan
absorbans (sumbu y)
Tambahkan ke dalam masing – masing labu takar asam asetat 1N, kemudian
tambahkan masing – masing 2 ml larutan iod.
Setelah didiamkan selama 20 menit, ukur absorbans dari intensitas warna biru dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
27. Analisis contoh
Gunakan contoh tepung yang mengandung pati (apabila
contoh mengandung komponen lain maka pati perlu
diekstrak dahulu)
Timbang sebanyak 100mg contoh dan masukkan ke
dalam tabung reaksi
Tambahkan ke dalam tabung reaksi 1ml etanol 95% dan
9ml NaOH 1 N.
Panaskan tabung reaksi selama 10 menit untuk
menggelatinisasi pati
Setelah didinginkan, masukkan pasta pati ke dalam labu
takar 100ml dan tepatkan hingga tanda tera dengan
menggunakan air
Setelah didinginkan, masukkan pasta pati ke dalam labu
takar 100ml dan tepatkan hingga tanda tera dengan
menggunakan air
Setelah didiamkan selama 20 menit, ukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada 625 nm.
28. Kandungan amilosa ditentukan berdasarkan kemampuan amilosa untuk
bereaksi dengan senyawa iod yang menghasilkan kompleks berwarna biru.
Intensitas warna biru tergantung pada kadar amilosa dan dapat ditentukan secara
spektofotometri. Kandungan amilopektin ditentukan sebagai selisih antara
kandungan pati dengan amilosa.
Pati = amilosa + amilopektin
PERHITUNGAN
29. LANJUTAN...
Perhitungan dalam menentukan berat pati dalam contoh diperoleh dengan
mengalikan berat glukosa dengan 0,9. Angka 0,9 adalah faktor konversi untuk
pembentukan glukosa dari hidrolisa pati. Perhitungan kadar amilosa ditentukan
dengan menggunakan kurva standar, dengan menggunakan rumus:
Kadar amilosa (%) = (CxVxFPx100)/W
Dimana :
C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml)
V = volume akhir contog (ml)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (mg)
30. JENIS KESALAHAN DALAM ANALISIS
KARBOHIDRAT
Sumber kesalahan dalam analisis karbohidrat dengan metode Luff-Schoorl diantarnya :
• Human Error
Kesalahan ini misalkan terjadi pada saat pemanasan waktunya kurang tepat,
dan pada saat titrasi, sebelum berubah warna secara keseluruhan proses titrasi sudah
dihentikan sehingga kadar pati yang diperoleh kurang sesuai.
31. • Kesalahan Instrumen/alat
Keadaan dari instrumentrasi yang digunjakan akan menyebabkan
adanya gangguan pada hasil pengukuran. Sehingga, harus sangat
diperhatikan pula keadaan dan kebersihan pipet tetes dan alat-alat lain
agar didapatkan hasil yang sangat tepat.
• Kesahalan PH
PH larutan harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu
rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih
tinggi dari sebenarnya, karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi
I2.
32. KESIMPULAN
Dari praktikum “Analisa Karbohidrat” dapat disimpulkan bahwa:
• Uji benedict dilakukan untuk mengetahui adanya gula-gula pereduksi
dalam sampel yang dilakukan dengan penambahan reagen benedict
dan dipanaskan dengan penangas air. Setelah itu sampel menjadi
warna coklat, itu menandakan hasil positif pada uji benedict.
• Uji iodine dilakukan untuk mengetahui adanya gula-gula pereduksi
dalam sampel yang dilakukan dengan penambahan reagen benedict
dan dipanaskan dengan penangas air. Setelah itu sampel menjadi
warna ungu kehitaman, itu menandakan hasil positif pada uji iodine.
34. UJI MOLISCH
• Uji ini didasari oleh reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat membentuk cincin
furfural yang berwarna ungu.
• Reaksi positif ditandai dengan munculnya cincin ungu di purmukaan antara lapisan
asam dan lapisan sampel
• Sampel yang diuji dicampur dengan reagent Molisch, yaitu α-naphthol yang terlarut
dalam etanol.
• Setelah pencampuran atau homogenisasi, H2SO4 pekat perlahan-lahan dituangkan
melalui dinding tabung reaksi agar tidak sampai bercampur dengan larutan atau hanya
membentuk lapisan.
35. UJI MOLISCH
• Uji KH secara umum
• Uji Molisch dinamai sesuai penemunya yaitu Hans Molisch, seorang ahli botani dari
Australia.
36. UJI BENEDICT
Uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula
pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa
dan maltosa
Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata, kadang disertai
dengan larutan yang berwarna hijau, merah, atau orange.
37. PRINSIP UJI BENEDICT
• Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan mereduksi ion Cu 2+
dalam suasana alkalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah
bata.
38. UJI BARFOED
• Adalah uji untuk membedakan monosakarida dan disakarida dengan mengontrol
kondisi pH serta waktu pemanasan.
• Prinsipnya berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ • Sampel monosakarida
mempunyai waktu yang lebih cepat membentuk warna merah bata pada uji barfoed
39. UJI YODIUM
• Pati dan iodium membentuk ikatan kompleks berwarna biru.
40. UJI SELIWANOFF
• Uji Seliwanoff bertujuan untuk mengeahui adanya ketosa (karbohidrat yang
mengandung gugus keton). Pada pereaksi seliwanoff, terjadi perubahan oleh HCl
panas menjadi asam levulinat dan 4hidroksilmetilfurfural.
• Jika dipanaskan karbohidrat yang mengandung gugus keton akan menghasikan warna
merah pada larutannya. Disakarida sukrosa yang mudah dihidrolisa menjadi glukosa
dan fruktosa memberi reaksi positif dengan uji Seliwanoff. Glukosa dan karbohdrat lain
dalam jumlah banyak dapat juga memberi warna yang sama
41. PRINSIP UJI SELIWANOFF
• Dehidrasi fruktosa oleh HCl pekat menghasilkan hodroksimetilfurfural dan dengan
penambahan resorsinol akan mengalami kondensasi membentuk senyawa kompleks
berwarna merah oranye.
42. DAFTAR PUSTAKA
• Apriyanto,A. 1999. Petunjuk LaboratoriumAnalisis Pangan. Bogor: Graha Utama.
• Chang, R. 2005. Kimia Dasar Jilid Dua Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
• Dian Ayu, Netty Suharti, and Roslinda Rasyid. 2013. Isolasi Jamur Pengurai Pati Dari Tanah Limbah Sagu. Jurnal Farmasi
Andalas 1(1).
• Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.
• Kamaludin. 2010. Intisari Kimia. Ogyakarta:ADI.
• Khopkar, S. 1999. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
• Kristina, Kristina, Evi Retno Sari, and Novia Novia. 2012. ALKALINE PRETREATMENT DAN PROSES SIMULTAN
SAKARIFIKASI–FERMENTASI UNTUK PRODUKSI ETANOL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT. Jurnal Teknik
Kimia 18(3)
• Ngili, Yohanis. 2010. Bio Kimia Dasar. Bandung: Rekayasa Sains.
• Pudjiadi. Solihin. 2006. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit FKUI
• Sudarmaji, Slamet. 1989.Analisa Bahan Makanan dan Pertania. Ogyakarta: Liberti.
• Sudarmo, Unggul. 2006. Kimia 3. Jakarta : Erlangga.
• Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
43. DAFTAR PUSTAKA
• Ben, E. S., Zulfianis, dan Halim, A., 2007, Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati Singkong
dengan Fraksinasi Butanol – Air, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 12 (1), 1-11, (online)
(http://bcrec.ac.id, diakses tanggal 11 Maret 2018, pukul 13.00 WIB).
• Bresnick, S. D., 1994, Intisari Kimia Organik, Lippincott Williams dan Wilkins Inc. USA, New York.
• Hart, H., Craine, L. E., dan Hart, D. J., 2003, Kimia Organik edisi sebelas, diterjemahkan oleh Suminar
Setiati Achmadi, Erlangga, Jakarta.
• Lehninger, A. L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
• Patong, A. R., 2011, Penuntun dan Laporan Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas
Hasanuddin, Makassar.
• Pine, S. H., J. B. Hendrickson, D. J. Cram, dan G. S. Hammond, 1988, Kimia Organik 2 edisi keempat, ITB,
Bandung.
• Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
• Sultanry dan Kaseger, 1985, Kimia Pangan, Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur,
Makassar.
• http://organiksmakma3a06.blogspot.com/2013/04/jurnal-analisa-kalitatif-karbohidrat.html