10. Kelenjar getah bening regional (N)
Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak terdapat metastasis ke kenjar getah bening regional
N1 Metastasis unilateral ke kelenjar getah bening servikal 6 cm atau kurang di atas fossa supraklavikula atau keterlibatan kelenjar getah
bening retrofarongeal bilateral atau unilateral
N2 Metastasis bilateral di kelenjar getah bening 6 cm atau kurang dalam dimensi terbesarnya
N3 Metastasis di kelenjar getah bening, ukuran > 6 cm
N3a Ukuran >6 cm
N3b Perluasan ke supraklavikula
Metastasis Jauh (M)
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
Mo Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Metastasis jauh
11.
12. Obstruksi tuba
Lesi saraf kranial
Malnutrisi
Anemia
Prognosis memburuk
bila lesi saraf kranial
melebihi satu
16. PEMERIKSAAN
FISIK
KU: Compos mentis
GCS: EVM 456
Nadi: 90x permenit
RR: 18x/menit
TD : 75/50mmHg
K/L: A-I-C-D-
Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan anemis,
pada regio coli sinsitra: teraba masa solid multiple
dengan ukuran 9x6cm terfiksir dan pada regio coli
dextra: teraba masa solid tunggal dengan diameter 5
cm terfiksir
Thorax: Gerak napas simetris
Abdomen: TDE
Ekstremitas: CRT <2 detik, akral hangat,
papula + pustula + krusta
19. TATALAKSANA
(IGD) Pemeriksaan
kembali post rehidrasi tekanan darah
102/70, nadi 106x/min, laju
pernafasan 20x/min, suhu 36.7C.
Dilakukan rehidarsi 500cc/2 jam,
hasil pemeriksaan tanda tanda vital
post rehidrasi tekanan darah 94/64,
nadi 102x/menit, RR: 20x/min, suhu
36.6C
22. Dari keluhan dan pemeriksaan fisik pasien didapatkan gejala hidung
buntu, kesulitan menelan, serta lidah tertarik ke satu sisi sehingga
sesuai dengan parese N.IX,X,XII
Gejala leher berupa limfadenopati servikal kanan dan kiri
Pasien sudah didiagnosis karsinoma nasofaring dan sudah dilakukan
tracheostomy beserta kemoterapi sejak satu tahun yang lalu.
23. Terapi primer yang dianjurkan untuk KNF adalah radioterapi,
atau bisa dikombinasikan dengan kemoterapi tergantung dengan
stadium penyakit.
Pada kasus ini pasien tidak dapat melakukan kemoterapi karena
mengalami hypoalbuminemia (<3g/dL).
Pada penelitian ditemukan, terdapat hipoalbuminemia (<30
g/dL) pada 23,3% pasien
24. Sebagian besar anemia pada kasus keganasan adalah mikrositik
hipokromik.
Transfusion requirements in critical care (TRICC) juga
merekomendasikan nilai 7 g/dl sebagai ambang batas untuk
pasien sakit kritis.
Pada kasus ini meskipun nilai Hb 8.5 g/dL pasien tetap
mendapatkan tranfusi darah dengan target Hb 10 g/dl
EBV : Virus ini merupakan family dari Herpes virus dan merupakan penyebab dari beberapa penyakit keganasan seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, Hodgkin disease, Karsinoma Nasofaring (KNF) serta karsinoma mammae dan karsinoma gaster
Genetik : Bila seseorang memiliki riwayat anggota keluarga yang terkena KNF, maka akan meningkatkan risiko terkena KNF lebih besar pada keturunan anggota keluarga setelahnya karena peran human leukocyte antigen
Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, asap pada kayu bakar, infeksi saluran pernafasan atas yang berulang, serta konsumsi makanan yang diawetkan seperti ikan asin, ikan/ daging asap, serta makanan berkaleng berhubungan dengan kejadian karsinoma nasofaring (KNF).
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan pada hidung, pemeriksaan pada nasofaring harus dilakukan dengan cermat karena sering gejala belum ada namun tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih berada di mukosa (creeping tumor).
Gangguan pada telinga biasanya timbul lebih dini karena tempat asal tumor berada di dekat muara tuba eustachius (fossa Rosenmuller). Gangguan pada telinga dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga, hingga rasa nyeri pada telinga.9
Letak nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf dapat terjadi. Gejala yang terjadi pada penekanan N I karena penjalaran tumor yang sudah mendesak foramen olfaktorius pada lamina kribosa adalah pasien sering mengeluh anosmia dan sindroma Petrosfenoidal.
Sindroma Petrosfenoidal adalah kumpulan gejala berupa diplopia dan neuralgia trigeminal akibat rusaknya saraf-saraf kranialis anterior (N I-N VI). Jika tumor mencapai kiasma optikum, pasien biasanya juga mengeluh penurunan tajam penglihatan.
Pemeriksaan Lab Dasar : Darah lengkap, fungsi ginjal, dan fungsi hati
Biopsi : Rute trans nasal, klasifikasi WHO ada 3, Keratinizing, Non-Keratinizing differentiated, Non-Keratinizing undifferentiated
CT Scan berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran ke kelenjar getah bening regional.
MRI adalah modalitas superior untuk menilai ekstensi intrakranial, keterlibatan saraf kranial, dan menentukan keterlibatan sinus paranasal.
PET Scan merupakan modalitas pilihan untuk menilai remisi dan menyelidiki kekambuhan.
Parese N.III, IV dan VI : Diplopia
Parese N.V akan menimbulkan keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah.
Parese N.IX adalah hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, dan tonsil.
Paresis N.X akan memberikan gejala berupa gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea, hipersalivasi).
Parese N.XI berupa kesukaran mengangkat dan memutar kepala dan dagu.
Parese N.XII akan menimbulkan gejala berupa lidah yang deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan,