1. SIL, SIF, LOPA, DAN MAINTENANCE
Oleh :
Muizzudin Ahmad Budianto 10511810000022
Naufal Saifullah Kamal Al Majid 10511810000024
2. SIL(SAFETY INTEGERITY LEVEL) DAN SIF(SAFETY
INSTRUMENTED FUNCTION)
• SIL (Safety Integrity Level) adalah pengukur dari sistem safety dan bukan sebagai pengukur
resiko proses. berdasar analisa resiko dan bahaya, setiap individu SIF(sfety Instrumented
Function) diakses atau dikaji untuk kebutuhan level kinerja atau SIL. SIS(Safety Instrumented
System) mungkin dapat mempunyai SIL-SIL yang berbeda - beda untuk setiap SIF - SIF
individu.
• SIF (Safety Instrumented Function) adalah sebuah fungsi yang diterpakan dan
diimplementasikan oleh SIS(safety instrumented sistem) yang ditujukan untuk mencapai atau
menjaga kondisi aman proses dengan mengacu pada sebuah kejadian berbahaya (hazardous)
yang spesifik. Nantinya didalam SIS ini akan terdapat banyak SIF. Sedangkan sebuah SIF
sendiri terdiri dari berbagai tingkatan SIL. Setiap SIF dapat juga mempunyai arsitektur yag
sama ataupun berbeda antara satu dengan yang lainnya.
3. LEVEL SIL MENURUT IEC61508/IEC61511
IEC 61508 adalah standar
internasional dari IEC mengenai
cara menerapkan, merancang,
membuat, dan memelihara sistem
perlindungan otomatis yang
disebut safety-related systems.
4. PENENTUAN SIL
• Safety Instrumented System (SIS) merupakan kumpulan dari beberapa alat yang berfungsi
pengamanan atau Safety Instrumented Function (SIF), dimana 1 SIF mempunyai 1 sensor, 1
logic solver, dan 1 valve.
• Dalam 1 SIF inilah dikenal istilah SIL atau Safety Integrity Level. SIL sendiri merupakan ukuran
dari kemampuan SIF untuk menurunkan tingkat risiko. Dalam standar IEC 61508 terdapat 4
level SIL, yaitu:
• SIL 1 merupakan kemampuan SIF menurunkan risiko dari 0,1 sampai 0,01.
• SIL 2 memiliki kemampuan menurunkan risiko dari 0,01 hingga 0,001.
• SIL 3 memiliki rentang penurunan risiko sebesar 0,001 hingga 0,0001, dan
• SIL 4 memiliki kemampuan reduksi risiko 0,0001 hingga 0,00001.
• Ada banyak metode dalam menentukan SIL suatu SIF, namun yang lazim atau sering
dipergunakan oleh para praktisi functional safety ada 3, yaitu : Risk Matrix, Risk Graph, dan
LOPA.
5. RISK MATRIKS
• Matriks risiko kadang-kadang juga disebut Probability Matrix atau Impact Matrix adalah alat yang efektif yang dapat membantu
dalam evaluasi risiko dengan berfokus pada kemungkinan risiko potensial. Matriks penilaian risiko dapat membantu menghitung
risiko pekerjaan dengan cepat. Ini dilakukan dengan mengidentifikasi hal-hal yang mungkin terjadi dan menimbang potensi
kerugian. Ini memudahkan memprioritaskan masalah. Tindakan akan diperlukan untuk menjaga pekerjaan tetap pada jalurnya dan
berjalan aman. Manajemen harus memikirkan potensi risiko yang mungkin untuk menghindari terjadinya risiko tersebut.
• Berikut adalah beberapa manfaat membuat matrix risiko:
• Dapat memprioritaskan risiko dengan tingkat keparahan.
• Proses sederhana untuk pengelolaan risiko.
• Menemukan risiko potensial dengan upaya minimal.
• Informasi dicatat dan diaudit.
• Menetralisir konsekuensi yang mungkin terjadi.
• Cara membuat Risk Matrix :
• Identifikasi Bahaya
• Analisis Resiko
• Menentukan Dampak Resiko
• Prioritaskan Resiko
6. GRAPH RISK
• Grafik Risiko asli pada prinsipnya adalah metode
kualitatif. Itu pertama kali diterbitkan dalam standar DIN V
19250 [Ref. 6]. Metode ini selanjutnya dimasukkan dalam
IEC 60508 Bagian 5 Lampiran E [1] dan ISA 84.00.01
(IEC 61511) Bagian 3 Lampiran D dan E [2, 4]. Metode
Grafik Risiko dijelaskan oleh beberapa standar sebagai
kualitatif [1] dan lainnya sebagai semi-kuantitatif [4].
Namun, tidak ada modifikasi substansial antara kedua
grafik. Metode ini memungkinkan pemilihan tingkat SIL
dengan analisis yang disederhanakan berdasarkan
pengetahuan tentang faktor risiko yang terkait dengan
proses dan sistem kontrolnya [4]. Metode ini terdiri dari
grafik seperti pohon di mana setiap tahap mewakili satu
faktor risiko dan cabang-cabang nilai yang berbeda yang
dapat diambil oleh setiap faktor. Grafik Risiko bermaksud
untuk membuat penilaian berjenjang sebagai skenario
berbahaya berdasarkan serangkaian parameter yang
mewakili faktor risiko tersebut mengingat tidak ada SIF di
tempat. SIL dikerjakan dengan memilih setiap parameter
dari set nilai yang telah ditentukan sebelumnya.
7. LOPA (LAYER OF PROTECTION ANALYSIS)
• LOPA adalah metode kuantitatif yang meng-identifikasi dan meng-analisa efek lapisan
proteksi independen IPL (Independence Protection Level)- alat, sistem atau aksi yang mampu
mencegah adanya bahaya. LOPA adalah sangat detail dan perlu anggota-anggota dari
sebuah organisasi untuk menyetujui level toleransi resiko. Analisa kuantitatif akan
memberikan level kinerja yang diperlukan lebih rendah sehingga mengurangi biaya sistem
safety.
• Dalam LOPA sendiri memiliki beberapa lapisan yang disebut IPL(Independent Protection
Layer) adalah sebuah alat sistem, atau tindakan yang dapat mencegah scenario proses
menjadi yang tidak diinginkan dari initiating events. Perbedaan antara IPL dan safeguard
adalah penting. Safeguard adalah alat, sistem atau tindakan yang akan menghentikan rantai
kejadian setelah initiating events. Efektivitas IPL dihitung dengan istilah probability failure on
demang (PFD) yang merupakan kemungkinan suatu sistem akan gagal melaksanakan
fungsinya yang spesifik. PFD adalah angka tanpa dimensi antara 0 dan 1.
9. LOPA(LAYER OF PROTECTION ANALYSIS)
1. Process Design
• Pada banyak perusahaan, diasumsikan
bahwa beberapa skenario tidak dapat
terjadi karena desain yang inherently
safer pada peralatan dan proses. Pada
perusahaan lainnya, beberapa fitur pada
desain proses yang inherently safer
dianggap nonzero PFD masih terjadi,
artinya masih mungkin mengalami
kegagalan industri. Desain proses harus
dianggap sebagai IPL, atau ditetapkan
sebagai metode untuk mengeliminasi.
2. BPCS(Basic Process Control System)
• BPCS meliputi kendali manual normal,
adalah level perlindungan pertama selama
operasi normal. BPCS didesain untuk
menjaga proses berada pada area aman.
Operasi normal dari BPCS control loop
dapat dimasukkan sebagai IPL jika sesuai
kriteria. Ketika memutuskan menggunakan
BPCS sebagai IPL, analis harus mengevaluasi
efektivitas akses kendali dan sistem
keamanan ketika kesalahan manusia dapat
menurunkan kemampuan BPCS.
10. LOPA(LAYER OF PROTECTION ANALYSIS)
3. Critical Alarms and Human Intervention
Sistem ini merupakan level perlindungan
kedua selama operasi normal dan harus
diaktifkan oleh BPCS. Tindakan operator,
diawali dengan alarm atau observasi, dapat
dimasukkan sebagai IPL ketika berbagai
kriteria telah dapat memastikan kefektifan
tindakan.
4. Automatic Action (SIS, SIF, SIL, ESD)
SIF adalah kombinasi sensor, logic solver, dan
final element dengan tingkat integritas
keselamatan spesifik yang mendeteksi
keadaan diluar batas dan membawa proses
berada pada fungsi yang aman. SIF
merupakan fungsi independent dari BPCS. SIF
normalnya ditetapkan sebagai IPL dan desain
dari suatu sistem, tingkat pengurangan, dan
jumlah dan tipe pengujian akan menentukan
PFD dari SIF yang diterima LOPA.
11. LOPA(LAYER OF PROTECTION ANALYSIS)
5. Active Protection/Physical Protection (Relief
Valves, Rupture Disc, dsb.)
Alat ini, ketika ukuran, desain, dan perawatannya
sesuai, adalah IPL yang dapat
menyediakan perlindungan tingkat
tinggi untuk mencegah tekanan berlebih.
Keefektifan alat ini dapat rusak akibat kotor dan
korosi, jika block valves dipasang di bawah relief
valve, atau jika aktivitas inspeksi dan perawatan
sangat memprihatinkan.
Passive Protection/Post Release Protection
(Dikes, Blast Walls, dsb)
IPL ini adalah alat pasif yang dapat menyediakan
perlindungan tingkat tinggi jika didesain dan
dirawat dengan benar walaupun laju kegagalan
rendah kemungkinan kegagalan tetap wajib
dimasukkan dalam skenario
6. Plant Emergency Respons
Fitur ini (Pemadam Kebakaran, Sistem
Pemadaman manual, fasilitas evakuasi, dsb)
secara normal tidak ditetapkan dalam IPLs
karena diaktifkan setelah pelepasan awal dan
terlalu banyak variabel yang mempengaruhi
efektivitas dalam mengurangi skenario.
7. Community Emergency Response
Pengukuran meliputi evakuasi komunitas dan
tempat perlindungan secara normal tidak
ditetapkan sebagai IPL karena diaktifkan setelah
pelepasan awal dan terlalu banyak variabel yang
mempengaruhi efektivitas dalam mengurangi
skenario. Hal ini tidak menyediakan perlindungan
terhadap personil plant.
12. MAINTENANCE
• Merupakan serangkaian kebijakan yang diperlukan untuk mempertahankan atau
mengembalikan suatu barang dalam keadaan operasional yang efektif. Terdapat beberapa
jenis maintenance yang diterapkan dalam dunia instrumentasi yaitu:
• Corrective Maintenance
• Preventive Maintenance
• Predictive Maintenance
13. CORRECTIVE MAINTENANCE
• Definisi : Merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin atau fasilitas produksi mengalami kerusakan atau
gangguan sehingga tidak dapat berfungsi dan memproduksi dengan baik dan benar.
• Proses Kerja : Kegiatan corrective maintenance bersifat perbaikan yakni menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu,
kemudian baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi
sehingga operasi dalam proses produksi dapat berjalan lancar dan kembali normal. Apabila suatu perusahaan hanya mengambil
tindakan untuk melakukan corrective maintenance saja, maka terdapat faktor ketidakpastian akan lancarnya fasilitas dalam proses
produksi maupun peralatannya sehingga akan menimbulkan efek-efek yang dapat menghambat kegiatan produksi Apabila Nanti
terjadi kerusakan maupun gangguan secara tiba-tiba pada fasilitas produksi yang dipakai perusahaan.Tindakan corrective
maintenance (CM) ini kelihatannya lebih murah biayanya dibandingkan tindakan preventive maintenance (PM). Namun, saat
kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung, maka biaya perawatan akan mengalami peningkatan akibat terhentinya
proses produksi. Selain itu, biaya-biaya perawatan dan pemeliharaan akan membengkak pada saat terjadinya kerusakan tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tindakan ini lebih memusatkan permasalahan setelah permasalahan itu terjadi, bukan
menganalisa masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi. Tindakan corrective maintenance jauh lebih mahal, maka sedapat
mungkin harus dicegah dengan mengintensifkan kegiatan preventive maintenance. Diperlukan juga adanya pertimbangan bahwa
dalam jangka panjang untuk mesin-mesin yang mahal dan termasuk dalam ”critical unit” dari proses produksi, PM akan jauh lebih
menguntungkan dibandingkan CM. Corrective Maintenance dapat dihitung dengan MTTR (mean time to repair) dimana time to
repair ini meliputi beberapa aktivitas yang biasanya dibagi ke dalam 3 grup, antara lain :
• Preparation time Waktu yang dibutuhkan untuk persiapan seperti mencari orang untuk pekerjaan, travel, peralatan sudah
dipenuhi atau belum dan tes perlengkapan.
• Active Maintenance time Waktu yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Meliputi waktu untuk mempelajari repair
charts sebelum actual repair dimulai dan waktu yang dihabiskan dalam menverifikasi bahwa kerusakan tersebut sudah
diperbaiki. Kemungkinan juga meliputi waktu untuk post-repair documentation ketika hal tersebut harus diselesaikan sebelum
perlengkapan tersedia. Contohnya Aircraft.
• Delay Time (Logistic time) Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu komponen dalam mesin untuk diperbaiki.
14. PREVENTIVE MAINTENANCE
• Definisi : adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodik, dimana sejumlah tugas pemeliharaan
seperti inspeksi, perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan dan penyesuaian dilaksanakan guna menghindari timbulnya
kerusakan mesin
• Proses Kerja :
• Melakukan pencatatan dan pengelolaan data tentang perawatan, kegagalan, dan penggunaan peralatan (dasar analisis peralatan)
• Semua jenis kegiatan predictive. Termasuk inspeksi, melakukan pengukuran,inspeksi part untuk kualitas, analisis pelumas, temperature, getaran,
kebisingan, pencatatan semua data dari kegiatan predictive untuk trend analysis
• Perbaikan minor (30 menit), dorongan yang besar kearah produktivitas
• Writing up setiap kondisi yang memerlukan perhatian khusus , yang berpotensial kearah kegagalan
• Penjadwalan dan pelaksanaan perbaikan yang dinstruksikan
• Menggunakan frekuensi dan severity kegagalan untuk meningkatkan PM task list
• Training dan upgrading kemampuan system PM.
• Macam – Macam Preventive :
• Routine maintenance. Kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin. Contohnya, yaitu pembersihan fasilitas atau peralatan, pelumasan
(lubrication) atau pengecekan oli, pengecekan isi bahan bakarnya dan apakah termasuk dalam pemanasan (warming up) dari mesin-mesin selama
beberapa menit sebelum dipakai beroperasi sepanjang hari.
• Periodic maintenance. Kegiatan perawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu.
15. PREVENTIVE MAINTENANCE
• Tujuan :
• Memperpanjang umur produktif asset dengan mendeteksi bahwa sebuah asset memiliki titik kritis penggunaan (critical wear point) dan mungkin akan
mengalami kerusakan.
• Melakukan inspeksi secara efektif dan menjaga supaya kondisi peralatan selalu dalam keadaan sehat.
• Mengeliminir kerusakan peralatan dan hasil produksi yang cacat serta meningkatkan ketahanan mesin dan kemampuan proses
• Mengurangi waktu yang terbuang pada kerusakan peralatan dengan membuat aktivitas pemeliharan peralatan
• Menjaga biaya produksi seminimum mungkin.
• Manfaat :
• Memperkecil overhaul ( turun mesin ).
• Mengurangi kemungkinan reparasi berskala besar.
• Mengurangi biaya kerusakan / pergantian mesin.
• Memperkecil kemungkinan produk-produk yang rusak.
• Meminimalkan persediaan suku cadang.
• Memperkecil hilangnya gaji – gaji tambahan akibat penurunan mesin ( overhaul ).
• Menurunkan harga satuan dari produk pabrik.
16. PREDICTIVE MAINTENANCE
• Definisi : Maintenance jenis ini memiliki kesamaan dengan preventive maintenance tetapi tidak dijadwal secara teratur.Predictive
maintenance mengantisipasi kegagalan sebuah perlengkapan sebelum terjadi kehancuran total. Predictive maintenance
menganalisa suatu situasi peralatan dari trend perilaku peralatan. Trend ini dapat dipakai untuk menebak sampai kapan peralatan
dapat beroperasi secara normal. Sedangkan preventive maintenance adalahtindakan pemeliharaan yang terjadwal dan terencana.
Hal inidilaksanakan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang bisa mengakibatkan kehancuran pada komponen atau perangkat
dan menjaganya tidak jarang kali tetap normal sekitar dalam operasi.
• Tujuan dan Fungsi :
• menangkal terjadinya kehancuran peralatan sekitar operasi berlangsung.
• mengeleminasi gangguan pada mesin dengan merealisasikan teknologi yang cocok untuk mengukur situasi dari suatu mesin, mengidentifikasi dan
mengadukan permasalahan segera mungkin serta menebak atau memperkirakan waktu pelaksanaan perbuatan korektif dilaksanakan
17. PREDICTIVE MAINTENANCE
• Metode – metode yang mempengaruhi Predictive Maintenance, Untuk membantu melaksanakan Predictive Maintenance terdapat
sesuatu diagram analis predictive yang sering digunakan yang mengacu pada kondisi peralatan produksi. Dalam Predictive
Maintenance terdapat metode metode dalam pemantauan atau monitoring kondisi dari suatu peralatan produksi, antara lain :
• Memonitoring minyak pelumas dengan cara mengambil sebuah sample oli dari peralatan produksi untuk mengecek tingkat kekentalannya / untuk
melihat kualitas oli yang tersimpan di tangki oli.
• Monitoring Visual Metode ini menggunakan pancaindra yang meliputi indra penglihatan, indra perasa, dan indra pendengaran guna mengetahui
kondisi mesin.
• Monitoring kinerja merupakan teknik dalam memonitoring kondisi mesin produksi dengan cara memeriksa dan mengukur parameter kinerja
kemudian dibandingkan dengan standardnya.
• Monitoring geometris diharapkan penyimpangan geometris yang terjadi pada peralatan produksi dapat kita ketahui dan dapat dilakukan kegiatan
pengukuran leveling dan pengukuran posisi (alignment)
• Monitoring getaran, pada monitoring ini memeriksa dan mengukur letak getaran secara rutin dan terus menerus.