SlideShare a Scribd company logo
1 of 92
Download to read offline
Jurnal

MANAJEMEN DAKWAH
Kajian Manajemen Lembaga Keuangan Syariah, ZISWAF, Haji dan Umroh

Penyunting ahli
Prof. Dr. Murodi, MA
Wahyu Prasetyawan, Ph.D
Mitra Bastari
Prof. Dr. Asep Muhyiddin, MA (UIN Bandung)
Prof. Dr. Bahri Ghozali, MA (IAIN Raden Intan Lampung)
Penyunting Pelaksana
Amirudin, M.Si
Muhammad Zen, MA
Drs. Cecep Castrawijaya, MA
Editor Bahasa
Dr. Suparto, M.Ed
Dr. Ahmadi Rojali Jawab, MA
Tata Usaha
H. Mulkanasir, BA., S.Pd., MM
Drs. M. Sungaidi, MA

Alamat Redaksi:
Program Studi Manajemen Dakwah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Telp./Fax. (62-21) 7432728 – 1310 / 7470 3580
Website: http://md.fidik.uinjkt.ac.id/
Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................i
Daftar Isi ............................................................................................................ ii
Editorial............................................................................................................. iii
1. Murodi
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia ............ 1
2. Hasanudin
Strategi Fundraising Zakat dan Wakaf .......................................................... 9
3. Muhammad Zen
Evaluasi Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Kabupaten Lebak........................ 25
4. Sudirman Tebba
Media Dakwah dan Ekonomi Umat ............................................................. 47
5. Cecep Castrawijaya
Fungsi Mesjid Sebagai Sarana Dakwah..................................................... ..60
6. H. Mulkanasir
Manusia sebagai Penyebab Utama Tumbuhnya Penyakit Administrasi dalam
Tubuh Organisasi dan Lembaga ................................................................. 75

Pedoman Penulisan ............................................................................................ 87

ii | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
EDITORIAL
Manajemen, baik dipandang sebagai ilmu (science) maupun seni (art,) pada
awal eksistensinya, dapat dicermati kerap kali berkutat pada persoalan industri
dan bussines. Perkembangan selanjutnya, justru manajemen sangat diperlukan dan
bermanfaat bagi setiap usaha dalam berbagai bidang, tak terkecuali bidang
pengembangan dakwah. Karena semua aktivitas manusia yang memiliki tujuan
tak bisa terlepaskan dari urgensi manajemen. Sebab manajemen memberikan
plumas bagi roda aktivitas manusia untuk menggapai tujuan yang diharapkan.
Karena itu, eksistensi manajemen sangat berperan agar substansi dakwah yang
akan disampaikan kepada mad’u –melalui berbagai metode—menjadi efektif dan
efisien.
Agar proses manajemen dakwah berjalan sesuai dengan koridornya, baik
sebagai kajian ilmiah, maupun dalam penerapan manajemen dakwah, maka
kontribusi pemikiran pengembangan model manajemen dakwah menjadi suatu
keharusan. Istilah manajemen dan dakwah, meski berlatar belakang dari disiplin
ilmu yang berbeda-beda, namun keterpaduan di antara dua disiplin ilmu ini dapat
memberikan warna tersendiri dalam khazanah keilmuan Islam. Manajemen dan
Dakwah meski berangkat dari perbedaan yang “menyolok”, urgensi manajemen
rupanya sudah menjadi sebuah keharusan bagi da’i/manajer untuk optimalisasi
gerakan dakwah.
Kajian manajemen dakwah dalam jurnal perdana ini hadir sebagai wahana
aktualisasi karya dosen, guru, alumni, mahasiswa dan masyarakat dalam bidang
manajemen dakwah. Selanjutnya jurnal ini disusun sebagai bentuk sumbangsih
kepada para pembaca yang ingin mengikuti perkembangan keilmuan manajemen
dakwah secara khusus. Jurnal ini memuat artikel-artikel secara umum tentang
manajemen dakwah yang dibatasi menjadi tiga kelompok kajian. Pertama; kajian
manajemen lembaga keuangan syariah. Kedua; manajemen zakat, infak, sedekah
dan wakaf, dan ketiga manjemen haji dan umroh
Oleh karena itu, edisi kali ini menampilkan para penulis yang
menyampaikan artikelnya pada tiga kajian tersebut. Penulis pertama Murodi
mengangkat tentang praktik ibadah haji di Indonesia. Ibadah haji merupakan salah
satu rukun Islam yang mesti dipenuhi bagi mereka yang berkemampuan
(Istitha’ah). Studi ini mengangkat studi kasus muslim Indonesia. Penulis kedua
Hasanudin membahas tentang bagaimana strategi fundrising zakat dan wakaf.
Artikel ini mengupas bagaimana cara mengumpulkan zakat dan wakaf sesuai
syariat. Selanjutnya, artikel yang ketiga yang disajikan oleh Muhammad Zen
berkaitan dengan evaluasi Perda Zakat No. 11 Tahun 2005 di Kabupaten Lebak.
Paper ini menjelaskan hasil observasi evaluasi Perda Zakat di BAZDA Lebak
dari tahun ke tahun. Sayangnya, evaluasi efektivitas perda tersebut terhadap
penghimpunan baru tergali potensi melalui infak/sedekah dari pengusaha.
Sedangkan zakat mal/profesi, tergali dari kalangan masyarakat luas dan di
kalangan PNS masih minim. Hal ini dapat diketahui dari data yang diperoleh
bahwa belum semua instansi pemerintahan yang menunaikan zakat
mal/profesi. Kekurangan Perda Pengelolaan Zakat lainnya juga belum
mencantumkan sanksi terhadap orang yang enggan berzakat secara mengikat dan
Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

iii
memaksa. Padahal salah satu kekuatan hukum, apabila di dalamnya ada sanksi
atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi bagi muzakki yang enggan berzakat,
dengan begitu potensi zakat dapat terhimpun secara maksimal.
Kajian selanjutnya adalah mengenai media dakwah dan ekonomi umat.
artikel ini mengupas tentang bagaimana media massa bisa menjadi media dakwah
bagi pemberdayaan bagi ekonomi ummat.
Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Cecep Castrawijaya di
mana mesjid mempunyai fungsi ideal yang tidak hanya sebatas tempat shalat saja,
namun lebih luas dari itu bahwa mesjid bisa dijadikan sarana dakwah. Artinya
Mesjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, juga sebagai pusat kebudayaan. Oleh
karena itu, masjid harus diorganisir secara modern, sehingga fungsi mesjid
mampu merespon secara pro aktif perkembangan dan dinamika masyarakat, baik
yang menyangkut hubungan vertikal maupun hubungan yang bersifat horizontal.
Mulkanasir dalam artikelnya menganalisis bahwa penyebab utama
tumbuhnya penyakit administrasi yang melekat dalam tubuh organisasi adalah
manusia itu sendiri dalam kata lain, sistem administrsi organisasi akan berjalan
baik dan optimal, jika pengelola administrasi memiliki visi, misi, tujuan, program
dan struktur yang baik, dan dijadikan oleh subjeknya secara baik dan benar.

iv | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.
Murodi
Guru Besar Jurusan Manajemen Dakwah
Fakulats Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Pilgrimage to Mecca is one of the Islamic pillars that has to be fulfilled by
those are able. In this case, ability is not only on the basis of material possession
and safety consideration, but also of physical health. Based on these, a Muslim is
obliged to perform pilgrimage. The pilgrimage has been performed since the time
of Abraham p.b.u. The Indonesian government has been making some efforts to
serve this particular program better. It has done a lot of progress in administering
the program although it still faces some critiques. For Indonesian Muslim, the
pilgrimage has its own specific meaning.
Keywords: Haji, Istitha’ah, Indonesia, Pengalaman Muslim
Pendahuluan
Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima. Karena itu, setiap Muslim yang
memiliki kemampuan (istitha’ah), wajib menunaikannya sekali seumur hidup.
Banyak Muslim memiliki pandangan bahwa jika seseorang telah menunaikan
ibadah haji, maka ia telah menyempurnakan agamanya. Ibadah haji berlangsung
dalam siklus sekali setahun dan jatuh pada bulan-bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan
Dzulhijjah ([Musim] haji adalah bulan-bulan yang dimaklumi [Q.S. 2: 197]).
Artinya, ibadah haji tidak boleh dilaksanakan pada bulan lain. Pada bulan lain,
Muslim hanya dapat melaksanakan ibadah umrah yang seringkali disebut dengan
istilah “haji kecil”.
Pelaksanaan ibadah haji yang sudah berlangsung cukup lama, katakan saja sejak
nabi Ibrahim as hingga kini, memiliki banyak makna, di antaranya makna
filosofis, historis, sosiologis, selain makna teologis. Tulisan ini berusaha mencoba
menguraikan secara singkat makna haji bagi umat Islam Indonesia.
Kajian Teori
Berhaji: Perspektif Muslim Indonesia
Dalam tataran historis, Ibadah Haji memiliki perjalanan sejarah yang
sangat panjang. Paling tidak, sejak nabi Ibrahim as, melaksanakan prosesi ritual
ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Karena itu,
diketahui bahwa sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab, baik yang berdiam di

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

1
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.

bagian utara maupun selatan. Selalu datang berkunjung ke Mekah untuk
melaksanakan ibadah haji. Bedanya, ketika itu, banyak mereka yang berhaji, tidak
didasari millat Ibrahim, tuntunan ajaran nabi Ibrahim. Baru setelah Islam
berkembang di jazirah Arabia, prosesi ritual ibadah haji dilaksanakan berdasarkan
syari’at Islam. Ketentuan itu berlaku hingga kini.
Rukun Islam kelima ini, juga dilaksanaan umat Islam Indonesia, terlebih
setelah hubungan ulama Nusantara dengan ulama Haramain semakin kuat. Bagi
masyaraat Indonesia, berhaji tidak hanya sekadar melaksanakan ritual keagamaan,
sesuai syari’at Islam, juga merupakan salah satu sarana mobilitas sosial
keagamaan, bahkan bisa menjadi sebuah label otoritas keagamaan seseorang.
Mereka yang telah berhaji, menggunakan gelar tersebut pada nama depannya.
Dalam kata lain, berhaji memiliki banyak makna, spiritual, filosofis, sosoilogis,
ekonomis, bahkan politis, terutama pada awal abad ke-17 hingga awal abad ke-20.
Berhaji sangat sarat dengan nilai-nilai politis dan ekonomis. Karena itu,
pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan ordonansi haji, guna mengatur
perjalanan haji umat Islam Hindia Belanda. Hal penting dari kebijakan tersebut
adalah kekhawatiran pemeritah terhadap dampak negatif bagi pergerakan dan
perjuangan umat Islam dalam menentang penjajah Belanda, dengan konsep Jihad
Fi sabilillah. Konsep ini menjadi momok bagi penjajah, karena dampak politis
sekembalinya mereka dari berhaji, sangat kuat terasa. Umat Islam semakin gencar
melakukan perlawanan. Kenyataan tersebut dapat dipahami oleh pemerintah
kolonial Belanda, bahwa Haji tidak hanya sebuah ritual ibadah, juga tempat
pertemuan umat muslim sedunia. Bahkan ia menjadi muktamar terbesar umat
Islam sedunia. Di kota Mekkah dan Madinah, mereka bertemu dengan jemaah haji
dari berbagai penjuru dunia, kemudian bertukar pikiran mengenai keadaan umat
Islam di negara masing-masing. Dari sinilah kemudian muncul keinginan umat
Islam membebaskan diri dari penjajahan bangsa-bangsa Barat Kristen. Dalam
konteks ini banyak ditemukan data perlawanan umat Islam sekembalinya dari haji
(Arief Subhan, 2010).
Dalam konteks Indonesia, ibadah haji tidak hanya merupakan salah satu
rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam yang mampu, tetapi juga
memiliki makna sosiologis dan historis. Karena, bagaimanapun, perkembangan
Islam Indonesia, tidak bisa dipahami terlepas dari ibadah haji. Rukun Islam
kelima ini memberikan kontribusi sangat penting dalam bidang intelektualkeagamaan dan sosial-politik. Karena itu, tidak berlebihan apabila, peran sentral
ibadah haji dalam kehidupan kaum Muslim tersebut mendorong pemerintah
kolonial Belanda, dan kemudian pemerintah Republik Indonesia, untuk mengurus
seluruh proses penyelenggaraan ibadah haji dengan menerbitkan berbagai
kebijakan yang bertujuan mengatur pelaksanaan ibadah haji.
Makna tesebut berkaitan sangat erat dengan persepsi kaum Muslim
Indonesia tentang Mekkah dan Madinah. Hal ini dapat dilihat dari pandangan dan
banyak kajian sarjana, bahwa umat Islam Indonesia melihat Mekkah sebagai pusat
Islam, baik secara sosial-intelektual, keagamaan dan politik. Hal ini membawa
implikasi penting bagi kaum Muslim Indonesia dalam memposisikan Mekkah dan
Madinah. Pada umumnya mereka melihat Mekkah dan Madinah sebagai pusat

2 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.

(center)—tempat intelektualitas, praktik ke agamaan, dan politik. Oleh karena itu,
segala sesuatu yang datang dari kota suci tersebut diakui memiliki nilai keislaman
lebih kuat dibanding praktik-pratik keagamaan kaum Muslim di wilayah lain.
Mekkah diakui sebagai pemegang otoritas keagamaan tertinggi yang menjadi
acuan Muslim Indonesia (Arief Subhan, 2010).
Interaksi antara Islam yang berkembang di Asia Tenggara, khususnya
kepulauan Nusantara, dan rekannya di Timur Tengah, sudah berlangsung lama.
Sejak masa-masa awal perkembangan Islam, para pedagang Muslim dari Arab,
Persia, dan Anak Benua India telah mendatangi kepulauan Nusantara. Mereka
tidak hanya berdagang, tetapi juga menyebarkan Islam kepada masyarakat
setempat. Selanjutnya, penetrasi Islam di masa yang lebih belakangan kebanyakan
dilakukan para guru pengembara sufi yang sejak akhir abad ke-12 datang dalam
jumlah yang semakin banyak ke Nusantara. Semua itu berkelindan dengan jamaah
haji asal Indonesia (Azyumardi Azra, 2013).
Makna Ibadah Haji.
Dalam konteks Indonesia, penting dicatat bahwa haji juga mengandung
dimensi sosial-politik. Seperti dicatat para sejarawan, pada akhir abad ke-18,
Mekkah menjadi basis gerakan gerakan Wahabiyah di bawah pimpinan
Muhammad ibn ‘Abdul Wahab (1703-87) bekerjasama dengan Dinasti Sa’udi di
Najd. Mereka memberantas segala bentuk keyakinan dan praktik keagamaan yang
mereka pandang tidak sejalan dengan teks al-Qur’an. Meskipun dalam corak
berbeda-beda, gerakan Wahabiyah telah mengilhami lahirnya berbagai gerakan
serupa di Dunia Muslim. Di Indonesia, gerakan Padri di Sumatra Barat (18071832) adalah satu-satunya contoh. Gerakan Paderi berkembang menjadi perang
sipil menyusul keterlibatan pihak kolonial di dalamnya, yang membela kaum adat
yang justru menjadi target gerakan Islam (Christine Elizabeth Dobbin, 1983).
Contoh lain adalah Perang Jawa (1825-1930) yang sepenuhnya didukung para
ulama dan haji (Murodi, 2000). Merekalah yang mengisi dimensi keagamaan
dalam perang yang dipimpin Pangeran Diponegoro tersebut. Kasus lain adalah
pemberontakan Banten yang terjadi pada 1888. Pemberontakan yang muncul di
kalangan petani Banten tersebut juga tidak dapat dilepaskan dari peranan ulama
dan haji (Sartono Kartodirdjo, 1966). Kasus-kasus itulah yang memperkuat
dimensi politik dalam haji. Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa haji berkaitan
erat dengan gerakan anti-penjajahan.
Selanjutnya, haji juga memiliki makna sebagai tempat perjumpaan
(encounter) kaum Muslim dari seluruh penjuru dunia yang memungkinkan
terjadinya tukar menukar informasi (exchange informations) mengenai keadaan
kaum Muslim dari belahan dunia lain. Dalam konteks ini, Martin van Bruinessen,
mengatakan bahwa haji merupakan media yang mempersatukan Muslim
Indonesia dengan Muslim dari seluruh dunia. Haji juga merupakan media
komunikasi dan informasi yang penting. Melalui haji Muslim Indonesia
membangun komunikasi dengan saudaranya dari India, Pakistan, Afghanistan,

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

3
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.

Iran, Turki, Uni Soviet (kini Rusia) dan negara-negara Arab lain (Martin van
Bruinessen, 1997).
Seperti diketahui, Ibadah haji merupakan rukun Islam (al-arkan al-Islam)
kelima. Karena itu, setiap Muslim yang memiliki kemampuan (istitha’ah), wajib
menunaikannya sekali seumur hidup. Oleh karena itu, banyak Muslim memiliki
pandangan seragam bahwa jika seseorang telah menunaikan ibadah haji, maka ia
telah menyempurnakan agamanya. Bagi kaum Muslim, ibadah haji mengandung
banyak makna. Pertama, secara antropologis, ibadah haji merupakan jenis ibadah
yang di dalamnya terkandung unsur festival. Muslim dari seluruh dunia, dari
beragam etnis, bangsa, dan negara—bahkan dari beragam madzhab—bergerak
menuju Ka’bah, pusat peribadatan Islam, dengan pakaian yang sama, niat yang
sama, dan ucapan yang sama—Labbaik Allahumma Labbaik.. Mereka bergerak
dengan Karavan atau Kafilah menuju Ka’bah di Masjidil Haram, Arafah,
Muzdalifah, Mina, dan Jamarat. Perjalanan ini menggambarkan nilai-nilai
egaliterianisme dalam ajaran Islam di mana manusia adalah sama di hadapan
Allah Swt (Arief Subhan, 2010).
Kedua, secara sosiologis, ibadah haji merupakan media mobilitas sosial
bagi yang melaksanakannya. Dalam kasus Indonesia, gelar haji merupakan status
sosial yang menyimbolkan sebuah kelas sosial tertentu. Penyandangnya tidak
hanya dilihat memiliki kemampuan ekonomi, terkadang bahkan dilihat sebagai
‘alim, yang seseorang yang memiliki otoritas dalam bidang ilmu keislaman.
Sebuah penelitian mengemukakan bahwa gelar haji dapat diibaratkan sebagai
“modal agama”(religious capital) yang memiliki kekuatan dan legitimasi dalam
pertarungan di lingkungan komunitas, baik di kota maupun di desa, dan dijadikan
sebagai media strategis untuk memperoleh pengakuan sosial (M. Amin Akkas,
2005).
Ketiga, masih berkaitan dengan perspektif sosiologis, haji berkaitan
dengan terbentuknya komunitas santri di Indonesia. Seperti diketahui, tidak
sedikit Muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji dan sebagainya, tinggal
untuk belajar Islam di Mekkah. Para haji dan dan santri lulusan Mekkah inilah
yang memberikan banyak sumbangan bagi perkembangan Islam Indonesia dalam
bentuk pendirian pesantren, lembaga pendidikan Islam tradisional, yang tersebar
di hampir seluruh Indonesia. Para santri lulusan Mekkah ini bertindak sebagai
pendiri, pemimpin, dan pengasuh pesantren. Mereka adalah “para arsitek”
pendidikan Islam Indonesia (Arief Subhan, 2009).
Keempat, lebih dari semua itu, haji merupakan bentuk ibadah seorang
hamba kepada Sang Khalik, mengandung makna filosofis, yang sangat sentral
dalam penghayatan ibadah haji. Ibadah haji merupakan sebuah perjalanan menuju
Allah Swt dengan penekanan kepada ketundukan dan ketaatan. Oleh karena itu,
seorang haji mengalami transformasi spiritual menuju sikap dan perilaku lebih
baik. Inilah yang disebut dengan haji mabrur, sebuah kualitas haji yang—seperti
disebutkan dalam sebuah hadis—“tidak ada balasannya, kecuali surga” (AlMuwattha, Bab Haji).

4 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.

Ibadah haji, sebagaimana diketahui, berpusat di beberapa tempat suci.
Kota Mekkah, Masjidil Haram, Ka’bah, Shafa dan Marwa, Arafah, Muzdalifah,
Mina, dan Jamarat. Di tempat-tempat itu, yang luasnya sangat terbatas, tidak
kurang dari tiga juta Muslimin dari seluruh dunia datang pada waktu hampir
bersamaan untuk mengerjakan ritual tertentu dalam ibadah haji. Haji menjadi
sebuah festival di mana kota Mekkah dan tempat-tempat tersebut “hidup 24 jam”
dengan berbagai aktivitas. Bergelombang manusia menuju masjid, sebagian
lainnya berbelanja, dan kelompok lainnya berziarah mengunjungi tempat-tempat
bersejarah. Muslim yang sangat beragam dari segi etnis dan budaya terefleksi
dalam pola perilaku yang mereka tunjukkan dalam festival haji. Dalam sebuah
ensiklopedi disebutkan, bahwa sekitar 50 persen jamaah haji berasal dari wilayah
Arab, 35 persen berasal dari wilayah Asia, 10 persen berasal dari wilayah subSahara Afrika, dan 5 persen berasal dari negara-negara Eropa dan Barat pada
umumnya (Robert Bianchi, 1995, Arief Subhan, 2010).
Karena itu, tak dapat dipungkiri, bahwa dalam ibadah haji terdapat nilai
kemanusiaan universal. Di tempat-tempat tersebut, setiap Muslim adalah sama
dan sederajat. Dalam ritual “tidak mengenakan pakaian berjahit”, hanya
mengenakan baju ihram—berupa sarung dan selendang—tanpa penutup kepala;
tidak dapat dibedakan lagi stratifikasi sosial masyarakat Muslim. Semua tunduk
dan patuh kepada perintah Allah Swt dalam pakaian yang sama. Manusia adalah
sama di hadapan Allah; dan pakaian ihram tidak hanya menyimbolkan
kesederhanaan dan sikap rendah hati, tetapi juga menyampaikan pesan tentang
kemanusiaan universal. Tidak boleh ada perbedaan hakiki antarsesama manusia—
terutama yang menyangkut“nilai manusia sebagai manusia”. Nilai-nilai egaliter;
sebuah pandangan yang meletakkan manusia dalam kesamaan derajat, yang
merupakan doktrin utama dalam Islam, tercermin jelas dalam upacara pelaksanaan
ibadah haji. Seluruh jamaah haji mengenakan pakaian putih dan menanggalkan
status sosial, ekonomi, dan politik. Semuanya bergerak dengan Ka’bah, rumah
Allah, sebagai porosnya, dan keridlaan Allah sebagai tujuan utamanya. Doktrin
egalitarianisme merupakan salah satu doktrin utama dalam Islam. Nabi
Muhammad Saw selalu menekankan kesatuan antara tawhid dan egalitarisnisme.
Muslim yang beriman kepada Allah, mengandung arti bahwa ia menegasikan
yang selain Allah. Dan mata Allah, semua manusia adalah sama, lepas dari
etnisitas, sosial-ekonomi, afiliasi politik, dan budaya. Hanya taqwa yang akan
mengantarkan manusia dekat kepada Allah swt.
Istitha’ah Berhaji: Sebuah Keniscayaan.
Dalam pelaksanaan ibadah haji, ada satu syarat yang mesti dipenuhi para
jama’ah calon haji, yaitu istitha’ah atau kemampuan; baik istitha’ah maliyah,
istitha’ah amniyah dan istiitha’ah badaniah. Ketiga persyaratan ini mesti
terpenuhi dengan baik. Jika tidak, prosesi ritual ibadah haji akan terganggu.
Istitha’ah Maliyah, salah satu faktor yang sangat menentukan. Seseorang
baru diwajibkan melaksanakan ibadah haji, jika ia telah memiliki kemampuan
material yang cukup untuk pelaksanaan ibadah haji. Kemampuan material itu
tidak hanya bagi dirinya yang akan menjalankan ibadah haji, juga bagi keluarga

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

5
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.

yang akan ditinggalkan selama pelaksanaan ibadah haji. Selain itu, ini yang masih
menjadi perdebatan, dengan kemampuan material seperti ini, sebelum ia
melaksanakan ibadaha hji, wajib menyelesaikan hutang piutangnya, sehingga
keberangkatannya ke tanah suci tidak terganggu persoalan hutang. Perjalanan
ibadah haji seseorang, ibarat pengembaraannya yang sangat jauh. Ia memerlukan
bekal yang cukup. Tidak hanya taqwa dan kemampuan pengetahuan keagamaan,
juga bekal material bagi keluarga yang ditinggalkanya.
Selain Istitha’ah maliah (Kemampuan material atau finansial), yang mesti
diperhatikan oleh para jemaah calon haji, adalah persyaratan istitha’ah am niah,
(keamanan selama pergi pulang dalam melaksanakan ibadah haji). Faktor
keamanaan ini juga menjadi penting, baik keamanaan di dalam negeri, perjalanan,
maupun di tempat pelaksanaan ibadah haji, untuk prosesi ibadah haji. Keamanaan
di dalam negeri merupakan satu keharusan, untuk kelancaran proses pembekalan
dan pemberkasan adminstrasi perjalanan haji di dalam negeri, meski pada periode
kolonial, keamanaan terganggu oleh penajajahan Belanda.
Syarat ketiga adalah Istitha’ah Badaniah (kemampuan dan daya tahan
fisik). Ketahanan daya tahan fisik ini penting, mengingat ibadah haji, berbeda
dengan ibadah lainnya, yang mengharuskan adanya kekuatan daya tahan fisik para
jema’ah calon haji, terutama pada saat thawaf, sa’i, wukuf dan melempar jumrah.
Proses ini memerlukan ketahanan fisik prima. Jika tidak atau kurang prima, maka
dikhawatirkan banyak jema’ah kelelahan, karena kondisi fisik dan daya tahan
tubuh mereka yang menurun (Arief Subhan, 2010).
Meskipun sebelum keberangkatan, di tanah air, telah dilakukan tes
kesehatan, pelayanan rujukan bagi jema’ah calon haji, dan pembinaan kesehatan,
tetapi masih banyak ditemukan adanya ketidakberdayaan secara fisik bagi para
jama’ah calon haji Indonesia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM,
diketahui, bahwa data profil kesehatan haji tahun 2005 dan 2006 tercatat angka
kunjungan rawat jalan sebanyak 454.675 kunjungan dari 180.558 orang jemaah
haji, dengan rata – rata 2,25 kali kunjungan perjamaah, dengan urutan terbanyak
kasus penyakit saluran pernapasan (67,05%) dan penyakit muskulos keletal
(9,08%). Sedangkan kasus rawat inap pasca haji di BPHI (Balai Pengobatan Haji
Indonesia di Arab Saudi) sebesar 44,73% dengan urutan teratas penyakit
kardiovaskular, dan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit kardiovaskular
sebesar 53,78% (Syarif Hasan Luthfie, 2010).
Oleh karena itu, ketidaksiapan fisik pada jamaah calon haji dapat
mengundang kelelahan, seperti menurunnya respons jaringan terhadap stimulus
yang tetap atau dibutuhkannya stimulus yang lebih besar untuk memproduksi
suatu respons. Selama berlangsungnya proses ritual ibadah haji, sebagaimana
ditegaskan sebelumnya, bahwa tidak ada satu pun kegiatan ritual haji yang tidak
menggunakan fisik. Faktor kelelahan akibat aktivitas fisik yang tinggi dapat
menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian
pada jemaah haji, walaupun banyak faktor penyebab lainnya. Faktor lain yang
juga berpengaruh terhadap daya tahan fisik, menurut Syarief Hasan Luthfie,

6 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.

adalah rendahnya tingkat kemampuan endurans, keluhan pegal pada otot
merupakan kelelahan otot karena aktivitas berjalan kaki yang cukup tinggi, yang
diakibatkan ketidakmampuan elemen kontraktil otot untuk melakukan fungsinya
yang disebabkan habisnya cadangan energi dalam otot, penimbunan asam laktat,
gangguan kardiovaskular dan neuromuskular. Keseimbangan faali tubuh
terganggu akibat aktivitas yang berlebihan tanpa ada persiapan endurans (Syarif
Hasan Luthfie, 2010).
Dengan merujuk pada hasil reiset tersebut, dapat dipahami bahwa
istitha’ah badaniah seorang jemaa’ah calon haji sangat diperlukan. Karena pada
dasarnya, ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang sangat mengandalkan
ketahanan fisik, selain kemampuan pengetahuan keagamaan soal haji dan
kemampuan materi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah seharusnya semua pihak, baik
pemerintah maupun masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji,
memperhatikan problem ketahanan fisik. Hanya, memang, untuk kasus Indonesia,
cukup problematik. Karena banyak jema’ah calon haji berusia di atas 50 tahun,
bahkan ada yang lebih dari itu. Selain itu, banyak pula di antara mereka yang
sudah berhaji lebih dari satu kali. Pemerintah Indonesia, meski sudah mengatur
masalah ini, tetap saja mengalami kesulitan. Karena mereka tetap berpendirian
bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melaksanakan rukun Islam ke-5 ini.
Bahkan banyak pula di antara mereka yang berkinginan meninggal di Tanah
Haram. Jika harapan itu tercapai, maka mereka masuk ahli surga, karena sedang
berjihad di jalan Allah lewat ritual ibadah haji. persoalan inilah yang menjadi
problem tersendiri bagi pemerintah (Syarif Hasan Luthfie, 2010).
Sementara untuk masyarakat muslim Indonesia, semestinya jika mereka
sudah berhaji, dan sesuai syari’at hanya sekali seumur hidup, memberikan
kesempatan kepada muslim lainnya untuk berhaji. Terlebih apabila usia mereka
telah lanjut. Hanya, memang, terkadang banyak di antara mereka yang berangkat
dalam kondisi fisik kurang prima, saat pelaksaan ibadah haji, mereka mampu
melaksanakan semua syarat dan rukun haji dengan baik, melebihi mereka yang
berkondisi fisik prima.
Dengan melihat kenyataan di atas, dapat dikatakan bahwa istitha’ah
merupakan problem tersendiri yang dihadapi para jema’ah calon haji dan
pemerintah Indonesia, adalah masalah istitha’ah ini. Kita berharap, ke depan,
pemerintah Indonesia terus berbenah diri untuk menata perhajian menjadi lebih
baik lagi.
Penutup
Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa ibadah haji merupakan salah
satu rukun Islam yang mesti dipenuhi bagi mereka yang berkemampuan
(Istitha’ah). Tidak hanya Istitha’ah Maliah, Amniah, juga Badaniah. Jika ketiga
istitha’ah tersebut terpenuhi, maka seorang muslim telah memilki kewajiban
melaksanakan ibadah haji.

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

7
Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah:
Pengalaman Muslim Indonesia.

Dalam tataran sejarahnya, Muslim Indonesia telah lama melakukan
perjalanan ibadah haji, terlebih sejak abad ke-17 hingga kini. Perjalanan haji di
Indonesia pernah dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda, karena dianggap
membahayakan eksistensinya. Sebab, banyak di antara mereka yang kembali,
membawa ideologi baru yang dianggap radikal dan mengancam kekuasannya.
Tetapi, seiring perjalanan waktu, terutama di masa Orde Lama dan Orde Baru
hingga Orde Reformasi, pemerintah telah berusaha maksimal memenej persoalan
perhajian di Indonesia, meski banyak menuai kritik.
Bagi Muslim Indonesia, khususnya, ibadah haji memiliki makna
tersendiri. Paling tidak berhaji merupakan sarana mobilitas sosial, di mana
seseorang jika telah menyelesaikan ibadah haji, ia akan menempati status sosial
tersendiri di tengah masyarakatnya. Selain itu, menjadi peneguh atas otoritas
social keagamaan yang dimilikinya. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

Daftar Pustaka
Bruinessen, Martin van, “Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci, Orang
Nusantara Naik Haji” dalam Dick Douwes dan Nico Kaptein (ed.), Indonesia dan
Haji (Jakarta: INIS, 1997)
Akkas, M. Amin, haji dan Reproduksi Sosial: Strategi Untuk Memperoleh
Pengakuan Sosial pada Masyarakat Kota Pinggiran, ( Jakarta: Mediacita, 2005),
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan
Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaharuan Islam di Indonesia, Edisi
Revisi, ( Jakarta : Kencana, 2013)
Bianchi, Robert, “Hajj”, dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford
Encyclopedia of the Modern Islamic World (New York: Oxford University Press,
1995), Volume 2
Dobbin, Christine Elizabeth, Islamic Revivalism in a Changing Peasant
Economy: Central Sumatra 1784-1847 (London: Curzon Press, 1983)
Kartodirdjo, Sartono, The Peasants’ Revolt of Banten in 1888: Its
Conditions, Course and Sequel : A Case Study of Social Movements in Indonesia
(Leiden: KITLV, Nijhoff, 1966).
Luthfie, Syarief Hasan, Penggunaan Insol dan Pengaruhnya terhadap
Kemampuan Endurens Jema’ah Calon Haji Indonesia, ( Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2010).
Murodi, Melacak Asalu Usul Gerakan Paderi di Sumatera Barat, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2000.
Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad ke-20 M :
Pergulatan Antara Modernitas dan Identitas, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009)

8 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
STRATEGI FUNDRASING ZAKAT DAN WAKAF
Hasanudin
Dosen Jurusan Manajemen Dakwah
Fakulats Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Fundraising is an important component in administering alms and
endowments for it ensures the success of the organization of charity. At least it
can be seen as to survive, develop the organization, support independency, create
supporting platform, and initiate an effective and strong organization. A charity
organization is in urgent need to develop it innovation to conduct fundraising, for
it can collect many resources from individual, organization, community, the
government, corporate, and legal body organization. These resources can be used
to support programs and activities that ensure the achievement of organization’s
vision and mission.
Keywords: Strategi, Fundraising, Zakat, Wakaf.

Pendahuluan
Dalam dua dasa warsa terakhir, ada kemajuan yang cukup pesat dalam
fundraising (penggalangan) dana ZIS (Zakat, Infak, dan Shadaqah). Beberapa
lembaga seperti Yayasan Dompet Dhuafa Republika (DD) di Jakarta, Yayasan
Dana Sosial Al-Falah (YDSF) di Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid (DT) di
Bandung, Yayasan Baitulmaal Muamalat (BMM) di Jakarta, Pos Keadilan Peduli
Ummat (PKPU) di Jakarta, dan BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak, dan Shadaqah)
DKI Jakarta, melakukan penggalangan ZIS secara profesional dan inovatif.
Seperti layaknya lembaga filantropi modern, mereka menggunakan strategi direct
mail, media campaign, special event, dan strategi modern lainnya dalam
menggalang ZIS (Zaim Saidi ; 2003 ; h. xxxiii).
Program fundraising dikemas dengan canggih dan inovatif sehingga
menarik minat masyarakat. Dompet dhuafa, misalnya, meluncurkan program
zakat
on-line dan internet banking yang memungkinkan donatur untuk
membayarkan zakatnya lewat internet atau lewat debet rekening. Mereka juga
menggunakan email atau SMS (Short Message Service) bekerja sama dengan
m-zakat (mobile zakat) untuk menggalang dana dari masyarakat (Zaim Saidi ;
2003 ; h. 73 - 75). Hal serupa dilakukan oleh Baitulmaal Muamalat (BMM),
sebuah yayasan yang didirikan PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk
(Hasanudin ; 2010 ; h. 2). Sedangkan DPU Daarut Tauhid menggunakan radio
campaign lewat radio MQ dan program televisi yang dikelolanya untuk
menggalang dana masyarakat.
Kesan profesional juga nampak dengan adanya divisi khusus
penggalangan dana atau divisi pemasaran yang menjadi semacam “mesin pencari

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

9
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

dana” bagi keenam lembaga tersebut. YDSF, misalnya, memiliki departemen
marketing yang membawahi Jupen (Juru Penerang/semacam humas) dan Jungut
(Juru Pungut) yang terjun ke lapangan untuk mencari donatur baru dan memungut
dananya secara teratur (Zaim Saidi ; 2003 ; h. 139 – 164). Sementara DD
mengembangkan pola marketing murni dalam pencarian donatur lewat direktorat
penghimpunan. Direktorat ini membawahi divisi corporate marketing yang
menggalang dana dari perusahaan dan divisi retail marketing yang menangani
donatur individual. DD juga mempunyai beberapa sales marketing yang terjun ke
berbagai tempat untuk mencari donatur.
Dalam menjalankan aktivitasnya, keenam lembaga ini juga benar-benar
menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat, khususnya para
donatur. Karena itulah, mereka selalu berupaya menjalankan prinsip transparansi
dan keterbukaan dalam mengelola dana yang diterima dari masyarakat. Di
kalangan pengelola dana umat, keenamnya mempelopori proses transparansi ini
dengan melibatkan akuntan publik independen pada proses audit laporan
keuangannya. Mereka juga secara rutin melaporkan pemasukan dan pemanfaatan
dananya kepada para donatur, secara langsung maupun lewat publikasi media.
Kajian Teori
Pengertian Strategi Fundraising
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995 ; h. 1902) strategi adalah:
Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan
kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai. Secara etimologi, strategi berasal
dari bahasa Yunani, strategos yang berati jenderal. Strategi pada mulanya berasal
dari peristiwa peperangan yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh.
Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi
termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama (Rafiudin ; 1997 ; h.76).
Menurut Sondang Siagian, stategi adalah cara terbaik untuk mempergunakan
dana, daya, dan tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntutan perubahan
lingkungan (Sondang Siagian ; 1986 ; h. 17). Chandler, yang dikutip Supriyono,
mendefinisikan strategi sebagai penuntun dasar goals (tujuan) jangka panjang dan
tujuan lembaga serta pemakaian cara-cara bertindak dan alokasi sumber-sumber
yang diperlukan untuk mencapai tujuan (Supriyono ; 1985 ; h. 9). Bagi Onong
Uctjana (1999 ; h.32), strategi adalah perencanaan dan manajemen untuk
mencapai tujuan. Sementara menurut Steiner dan Minner (2002 ; h.20) strategi
adalah penempatan misi, penetapan sasaran organisasi, dengan mengingat
kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk
mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan
dan sasaran utama organisasi akan tercapai.
Dalam pelaksanaannya, strategi adalah upaya bagaimana mencapai tujuan
atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan. Karena strategi merupakan
upaya pelaksanaan, maka strategi pada hakikatnya merupakan suatu seni yang
implementasinya didasari oleh intuisi, perasaan, dan hasil pengalaman. Strategi
juga dapat merupakan ilmu, yang langkah-langkahnya selalu berkaitan dengan
data dan fakta yang ada. Seni dan ilmu yang digunakan untuk membina atau
mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu rencana atau tindakan. Strategi

10 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

biasanya menjangkau masa depan, sehingga pada umumnya strategi disusun
secara bertahap dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
(http://id.shvoong.com).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
strategi merupakan satu kesatuan rencana yang terpadu yang diperlukan untuk
mencapai tujuan organisasi. Menyusun strategi perlu dikaitkan dengan lingkungan
organisasi, sehingga dapat disusun kekuatan strategi organisasi. Dalam
pencapaian tujuan organisasi diperlukan alternatif strategi yang dipertimbangkan
dan harus dipilih. Strategi yang dipilih akan diimplementasikan oleh organisasi
dan akhirnya memerlukan evaluasi terhadap strategi tersebut.
Sementara itu, yang dimaksud fundraising menurut Kamus InggrisIndonesia adalah pengumpulan dana. Orang yang mengumpulkan dana disebut
fundraiser (Peter Salim ; 2000 ; h.607). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995 ; h. 541), yang dimaksud dengan pengumpulan adalah proses, cara,
pengumpulan, penghimpunan, pengerahan. Fundraising dapat diartikan sebagai
kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya dari masyarakat (baik
individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah) yang akan
digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional lembaga yang
pada akhirnya untuk mencapai misi dan tujuan dari lembaga tersebut. Fundraising
adalah suatu kegiatan penggalangan dana dari individu, organisasi, maupun badan
hukum. Fundraising juga merupakan proses mempengaruhi masyarakat.
Dalam fundraising, selalu ada proses mempengaruhi. Proses ini meliputi
kegiatan memberitahukan, mengingatkan, mendorong, membujuk, merayu atau
mengiming-iming, termasuk juga melakukan penguatan/stressing, jika hal tersebut
memungkinkan atau diperbolehkan. Fundraising sangat berhubungan dengan
kemampuan perseorangan, organisasi, badan hukum untuk mengajak dan
mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kesadaran dan kepedulian.
Subtansi dasar fundraising dapat diringkas pada tiga hal; motivasi,
program, dan metode ( www.hendrakholid.net). Motivasi, adalah serangkaian
pengetahuan, nilai-nilai, keyakinan dan alasan-alasan yang mendorong donatur
untuk mengeluarkan sebagian hartanya. Dalam kerangka fundraising, nazhir atau
amil harus terus melakukan edukasi, sosialisasi, promosi, dan transfer informasi
sehingga menciptakan kesadaran dan kebutuhan pada calon wakif atau muzakki.
Program, yaitu kegiatan pemberdayaan implementasi visi dan misi lembaga
perwakafan (nazhir) sehingga masyarakat yang mampu tergerak untuk
memberikan zakat dan wakaf. Sedang metode fundraising adalah pola, bentuk
atau cara-cara yang dilakukan oleh sebuah lembaga dalam rangka menggalang
dana dari masyarakat. Metode fundraising harus mampu memberikan
kepercayaan, kemudahan, kebanggaan dan manfaat lebih bagi masyarakat
donatur.
Jadi, yang dimaksud dengan strategi fundraising adalah Ilmu dan seni
menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kegiatan menghimpun
dana dan sumber daya lainnya dari individu, kelompok, organisasi, masyarakat,
pemerintah, perusahaan, maupun badan hukum yang akan digunakan untuk
membiayai program dan kegiatan operasional organisasi untuk mencapai misi dan
tujuan organisasi.

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

11
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Pengertian Zakat dan Wakaf
Zakat, ditinjau dari segi bahasa merupakan kata dasar (masdar) dari zaka
yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik (Mu’jam Wasith, Juz 1, hal.398).
Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti
orang itu baik. Dari segi istilah fiqh, al-Zakah ism li qadar makhshush min mal
makhshush yajibu sharfuhu ila ashnaf makhshush. (Muhammad Al-Syarbini,
hal.187 ). (zakat adalah suatu sebutan untuk kadar tertentu dari harta tertentu yang
wajib dibagikan untuk pihak-pihak yang juga tertentu).
Zakat berarti tumbuh (numuww), berkembang dan berkah disebut dalam
HR. At-Tirmidzi atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan seperti
disebut dalam QS. At-Taubah : 103:

            
     
Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (QS : At-Taubah/9 : 103).
Zakat juga berarti bertambah (ziyadah). Jika diucapkan, zaka al-zar’,
artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakaata alnafaqaah, artinya nafkah tumbuh dan bertambah jika diberkati. Zakat berarti
“berkembang”
(an
namaa`)
atau
“pensucian”
(attath-hiir),
(www.semuabisnis.com).
Abu Muhammad Ibnu Qutaibah mengatakan bahwa lafadz zakat diambil
dari zakah yang berarti nama’ (kesuburan dan penambahan). Abu Hasan alWahidi mengatakan bahwa zakat mensucikan harta dan memperbaikinya, serta
menyuburkannya. Menurut Mohammad Daud Ali, zakat berasal dari kata zaka,
artinya tumbuh dan subur. Makna lain dari zaka, sebagaimana digunakan alQur’an adalah suci dari dosa.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dari segi bahasa zakat
diartikan an-nama’ yang berarti kesuburan/ tumbuh/ berkembang. Zakat, albarakatu, keberkahan, thaharah, kesucian, dan ash-shalahu, keberesan (Majma
Lughah al-Arabiyah ; 1972 ; hal. 396).
Menurut istilah, al-Mawardi dalam kitab Hawi, zakat adalah sebutan untuk
pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu
untuk diberikan kepada golongan yang tertentu. Asy-Syaukani, mengatakan
bahwa zakat adalah memberi suatu bagian dari harta yang sudah sampai nishab
kepada orang fakir dan sebagainya. Zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan
dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak
menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan oleh syara’. Menurut
syara’, zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan
pada harta-harta tertentu (haqqun muqaddarun yajibu fi amwalin mu’ayyanah).

12 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Dengan perkataan “hak telah ditentukan besarnya“ (haqqun muqaddarun),
berarti zakat tidak mencakup hak-hak berupa pemberian harta yang besarnya tidak
ditentukan, misalnya hibah, hadiah, wasiat, dan wakaf. Dengan perkataan“yang
wajib (dikeluarkan)“ (yajibu), berarti zakat tidak mencangkup hak-hak yang
sifatnya sunnah atau tathawwu’, seperti shadaqah tathawwu’ (sedekah sunah).
Sedangkan ungkapan“pada harta-harta tertentu“ (fi amwaalin mu’ayyanah )
berarti zakat tidak mencakup segala macam harta secara umum, melainkan hanya
harta-harta tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan nash-nash syara’ yang
khusus, seperti emas, perak, onta, domba, dan sebagainya (www.gaulislam.com).
Menurut istilah syara' juga, zakat berarti kewajiban atas harta atau
kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu
tertentu atau hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Mazhab Maliki
mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang
khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat)
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dengan catatan, kepemilikan itu
penuh dan mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.”
(Al-‘inayah hlm.481).
Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan, “Menjadikan sebagian harta
yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang
ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT.” Menurut Mazhab Syafi’I, zakat
adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara
khusus. Sedangkan menurut mazhab Hanbali, zakat ialah hak yang wajib
(dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. Yang
dimaksud dengan kelompok khusus adalah delapan kelompok yang diisyaratkan
oleh Allah SWT dalam Al-Quran surat al-Taubah ayat 60.
Dari sini jelaslah bahwa kata zakat, menurut terminologi para fuqaha,
dimaksudkan sebagai “penunaian”, yakni penunaian hak yang wajib yang terdapat
dalam harta. Zakat juga dimaksudkan sebagai bagian harta tertentu dan yang
diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Zakat
dinamakan sedekah karena tindakan itu akan menunjukan kebenaran (shidiq)
seorang hamba dalam beribadah dan melakukan keta’atan kepada Allah SWT.
Zakat menurut syara‘ dalam bahasa Al-Qur’an dan as-sunnah digunakan juga kata
shadaqah, berbeda dengan nama-nama yang diberi nama (al-ahkam al-sulthaniah
bab II) :“wilayah al-shadaqat“ (http://labkom.unikom.co.id).
Sementara itu, wakaf secara bahasa menurut Al-Azhari (jilid 9) dalam
Tahdzibu al-Lughah berarti al-habsu (menahan). Kata al-waqf adalah bentuk
masdar (gerund) dari ungkapan waqfu al-syai’, yang berarti menahan sesuatu.
Imam Anatarah, dalam syairnya, berkata: “Untaku tertahan di suatu tempat,
Seolah-olah dia tahu agar aku bisa berteduh di tempat itu”. Kata “Wakaf” atau
“Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Waqafa” berarti
“menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau “tetap berdiri. Kata
“Waqafa-Yaqifu-Waqfan” sama artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Tahbisan”.
Dengan demikian, pengertian wakaf, secara bahasa, adalah menyerahkan
harta (tanah, uang, bangunan, dan lain-lain) kepada orang-orang miskin--atau
untuk orang-orang miskin--untuk ditahan. Diartikan demikian, karena barang

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

13
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

milik itu dipegang dan ditahan oleh orang lain, seperti menahan hewan ternak,
tanah dan segala sesuatu (Zamakshsyari).
Secara gramatikal, penggunaan kata “auqafa” yang digabungkan dengan
kata-kata di atas (segala jenis hewan dan tanah) atau yang lainnya, termasuk
ungkapan yang tidak lazim (jelek). Yang benar, adalah dengan menggunakan kata
kerja “waqaftu”, tanpa memakai hamzah (auqaftu) (Qamus Muhit). Adapun, yang
semakna dengan kata “habistu”, adalah seperti ungkapan: “waqaftu al-syai’
aqifuhu waqfan”. tidak dibaca “auqaftu”, karena hal itu adalah ungkapan yang
salah.
Sedangkan, kata mauquf (obyek wakaf) adalah bentuk masdar atau
menunjukkan bentuk masdar dari kata “waqafa”, meskipun yang dimaksud adalah
isim maf’ul (objek). Karenanya, bentuk pluralnya adalah auqaf, seperti kata waqtu
(waktu) yang bentuk pluralnya adalah auqat (Mathrazi, 1328 H).
Sebagai kata benda, kata wakaf semakna dengan kata al-habsu. Kalimat:
habistu ahbisu habsan dan kalimat: ahbastu uhbisu ahbaasan, maksudnya adalah
waqaftu, yaitu menahan. Dan kalimat hubisa al-faras fi sabilillah (menahan kuda
di jalan Allah) dan kalimat ahbisuhu (aku menahannya), berarti kuda itu menjadi
muhbis atau haabis (tertahan), dan kata muannatsnya adalah habisah (kuda betina
yang tertahan). Sedangkan bentuk pluralnya adalah habais (barang-barang yang
tertahan), sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits: “…yang demikian itu
adalah habisun fi sabilillah”, artinya kuda yang ditahan oleh para prajurit sebagai
tunggangan untuk berjihad (perang).
Kata haabis adalah isim fa’il (kata ganti subyek) yang bermakna isim
maf’ul (kata ganti objek), dan setiap yang tertahan di muka bumi ini dinamakan
haabis, yang terletak di atas sesuatu, waqafahu shahibuhu wakafan muharraman,
sahabatnya mewakafkan dia sesuatu yang tidak bisa diwariskan, tidak dihibahkan
dan tidak pula dijual, baik rumah ataupun kurma, dimana barang tersebut bentuk
dasarnya didiamkan untuk jangka waktu yang lama, dan hasilnya disalurkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam peristilahan syara’ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul
ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul ashli
ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual,
dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara
pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf
(wakif) tanpa imbalan (Tim DEPAG, 2006).
Pengertian menghentikan ini, jika dikaitkan dengan waqaf dalam istilah
ilmu tajwid ialah tanda berhenti dalam bacaan Al-Qur’an. Begitu pula bila
dihubungkan dalam masalah haji yaitu wuquf, berarti berdiam diri atau bertahan di
Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Definisi wakaf menurut etimologis atau lughat yang bermakna menahan
harta dan memanfaatkan hasilnya di jalan Allah atau ada juga yang bermaksud
menghentikan. Maknanya disini, menghentikan manfaat keuntungannya dan
diganti untuk amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala
aktifitas yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta (‘ain benda itu), seperti
menjual, mewariskan, menghibahkan, mentransaksikannya, maka setelah di

14 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

jadikan harta wakaf, tidak boleh tidak, hanya untuk keperluan agama semata,
bukan untuk keperluan si wakif atau individual lainnya (Abdul Halim, 2005).
Abu Bakar Jabir Al-Jazair mengartikan wakaf sebagai penahanan harta
sehingga harta tersebut tidak bisa diwaris, atau dijual, atau dihibahkan, dan
mendermakan hasilnya kepada penerima zakat.
Sementara dalam UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, disebutkan
bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dalam perspektif ekonomi, wakaf dapat didefinisikan sebagai pengalihan
dana (atau aset lainnya) dari keperluan konsumsi dan menginvestasikannya ke
dalam aset produktif yang menghasilkan pendapatan untuk konsumsi di masa
yang akan datang baik oleh individual ataupun kelompok.
Dari beberapa definisi diatas, mengindikasikan sifat abadi wakaf atau
dengan ungkapan lain, istilah wakaf diterapkan untuk harta benda yang tidak
musnah dan manfaatnya dapat diambil tanpa mengonsumsi harta benda itu
sendiri. Oleh karenanya wakaf identik dengan tanah, kuburan, masjid, langgar,
meskipun adapula wakaf buku-buku, mesin pertanian, binatang ternak, saham dan
aset, serta uang tunai (wakaf tunai/cash waqf). Dengan demikian, secara garis
besar wakaf dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, direct wakaf dimana aset
yang ditahan/diwakafkan dapat menghasilkan manfaat/jasa yang kemudian dapat
digunakan oleh orang banyak (beneficaries) seperti rumah ibadah, sekolah dan
lain-lain. Kedua, adalah wakaf investasi (aset yang diwakafkan digunakan untuk
investasi). Wakaf aset ini dikembangkan untuk menghasilkan produk atau jasa
yang dapat dijual untuk menghasilkan pendapatan, dimana pendapatan tersebut
kemudian digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas umum seperti masjid,
pusat kegiatan umat Islam, dan lain-lain (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007).
Sedangkan menurut istilah, wakaf didefiniskan sebagai berikut: Pertama,
Imam Nawawi, yang bermadzhab Syafi’I, mendefinisikan wakaf dengan:
“Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara
benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan
diri kepada Allah”. Definisi ini dikutip oleh Al-Munawi dalam bukunya, Al-Taisir
(Al-Munawi, 2003).
Kedua, Ahmad Imam Syarkhasi, dari madzhab Hanafi, mendefinisakn
wakaf dengan: Habsul mamluk ‘an al-tamlik min al-ghair, menahan harta dari
jangkauan (kepemilikan) orang lain (Al-Syarkhasi, Jilid 12). Kata mamluk (harta
milik) adalah kata untuk memberikan pembatasan harta yang tidak bisa dianggap
milik. Kalimat ‘an al-tamlik min al-ghair (dari jangkauan (kepemilikan) orang
lain, artinya bahwa harta yang akan diwakafkan itu tidak boleh dimanfaatkan
untuk kepentingan wakif.
Ketiga, Ibn Arafah, dari Madzhab Maliki, mendefinisikan wakaf adalah
memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan
tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan
(pengandaian) (Muhammad Abid Abdullah Al-Kabasi, 2003). Kalimat
“memberikan manfaat” berarti mengcualikan pemberian barang, seperti hibah.

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

15
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Maka orang yang berhibah berarti memberikan barang kepada yang dihibahkan.
Kalimat “sesuatu” berarti selain manfaat uang atau yang diuangkan. Kalimat
“batas waktu keberadaannya” adalah kalimat penjelas untuk sesuatu yang
dipinjamkan dan sesuatu yang dikelola.
Keempat, Ibn Qudamah, dari kalangan madzhab Hambali, memberikan
definisi wakaf sebagain menahan yang asal dan memberikan hasilnya (Ibn
Qudamah, Al-Mughni ma’a Syarh Al-Kabir, jilid 6). Dari sini, jelas bahwa definisi
tersebut berasal dari hadits Nabi SAW kepada Umar bin Khathab, dalam kitab AlBidayah wa Nihayah (jilid 7) “Tahanlah asalnya dan alirkan hasilnya” Maksud
dari kata “asal” adalah baraang yang diwakafkan. Maksud dari kalimat
“mengalirkan manfaat” adalah memberikan manfaat barang yang diwakafkan,
barupa keuntungan dan hasilnya, untuk suatu kemaslahatan tertentu.
Prinsip, Urgensi, dan Keterampilan Fundraising
Prinsip Fundraising
Ada beberapa prinsip Fundraising. Pertama, Harus Meminta, seorang
penggalang dana yang efektif harus meminta dengan jelas apa yang harus
diberikan, setelah memperhitungkan kemampuan dan kemauan donatur untuk
memberi sumbangan ketika ia (penggalang dana) memutuskan apa yang
dimintanya dari donatur bersangkutan. Ia juga harus mengulangi permintaan itu
untuk menekankan pesannya, dan ia harus membuat segalanya sedemikian rupa
sehingga mudah bagi donatur untuk memberikan jawaban (Michael Norton,
2001).
Kedua, Pendekatan Pribadi, banyak penggalang dana yang lebih suka
mengirimkan surat meminta sumbangan. Ini bukan merupakan cara yang efektif
untuk mendapat sumbangan. Fundraiser
perlu memikirkan masak-masak
bagaimana melakukan pendekatan yang terbaik (efektif). Setidaknya ada dua cara
yang patut dipertimbangkan: (1) Adakan pertemuan di lokasi program, karena
dengan begitu calon donatur dapat melihat kegiatan lembaga dan bertemu muka
dengan kelompok-kelompok yang mendapat manfaat dari program. (2)
Gambarkan rekaman program dengan rekaman video, atau dengan foto-foto, atau
bawalah beberapa orang rekan kerja ke rapat-rapat penggalang dana
(www.google.com/Yayasan Obor Indonesia).
Ketiga, Memahami Sudut Pandang Donatur. Dalam diri donatur mungkin
timbul berbagai perasaan dan pikiran ketika ia memutuskan akan memberikan
sumbangan. Seorang penggalang dana harus memahami proses ini
(www.google.com/Yayasan Obor Indonesia). Tindakan memberi sumbangan
dilandasi oleh keyakinan, harapan, dan kemurahan hati. Penggalang dana juga
perlu memahami bahwa donatur mungkin punya alasan pribadi sehingga ia mau
memberi sumbangan, dan membangun di atas kepentingan donatur itu
(www.google. Com/Menggalang Dana).
Keempat, Menggalang Dana berarti Berhubungan dengan Donatur.
Donatur tidak memberi
sumbangan pada organisasi. Donatur memberi
sumbangan untuk menolong orang lain atau melakukan sesuatu guna mewujudkan
dunia yang lebih baik. Tugas penggalang dana adalah menunjukkan bahwa ia
dapat berperan membantu donatur melakukan apa yang ingin dilakukannya. Salah

16 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

satu cara untuk menunjukkan itu adalah melalui study kasus, yaitu dengan cara
melukiskan kegiatan yang dilakukan dengan contoh-contoh dari orang-orang yang
pernah dibantu, tunjukkan bagaimana penggalang dana mengubah kehidupan
mereka, tunjukkan apa yang dilakukan untuk mewujudkan lingkungan yang lebih
asri, dan sebagainya. Dengan demikian penggalang dapat menunjukkan kepada
donatur bahwa uang sumbangan merekalah yang menghasilkan semua perbaikan
dalam kehidupan itu.
Kelima, Menggalang Dana Berarti Menjual. Menggalang dana adalah
sebuah proses yang terdiri atas dua tahap: Tahap ke-1, Menunjukkan kepada calon
donatur bahwa ada kebutuhan penting yang dapat dipenuhi melalui kegiatan
lembaga (www.google. Com/Menggalang Dana). Jika mereka sependapat bahwa
kebutuhan itu penting, dan perlu dilakukan sesuatu yang berarti untuk itu, dan jika
mereka sependapat bahwa bahwa organisasi anda sedang melakukan sesuatu yang
berarti untuk mengadakan perubahan, dan jika anda dapat menunjukkan kepada
mereka bahwa dukungan dari mereka akan dapat membuahkan hasil yang baik
lagi-maka akan mudah meminta mereka untuk memberi sumbangan (Michael
Norton, 2001).
Tahap ke-2, Menggalang dana bukan berarti meminta uang tetapi lebih
mengenai menjual ide bahwa donatur dapat mewujudkan perubahan dalam
masyarakat. Menggalang dana juga lebih banyak mengenai “menjual” dari pada
mengenai “bercerita”. Menggalang dana adalah meyakinkan orang agar mau
menyumbang, dan menunjukkan alasan-alasan mengapa kegiatan bersangkutan
penting (www.gooogle.com/menggalang dana). Sukses Fundraiser tergantung
pada kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu untuk
membantu dan mendukung (www.gooogle.com/menggalang dana).
Keenam, Kepercayaan dan Hubungan Masyarakat. Orang lebih suka
memberi sumbangan kepada organisasi dan kegiatan yang sudah mereka kenal.
Ini berarti reputasi organisasi dan hubungan masyarakat yang baik sangat penting
(www.gooogle.com/menggalang dana). Berita di media mengenai kegiatan
organisasi, memaparkan hasil-hasil yang dicapai dalam brosur yang dikirimkan
kepada penyumbang, mendapatkan dan menyebarkan komentar mengenai mutu
kegiatan dari para ahli dan tokoh-tokoh masyarakat, semua ini dapat membuat
orang menyadari pentingnya apa yang lembaga lakukan dan membuat orang yakin
bahwa lembaga melakukan kegiatan yang berguna dan membuahkan hasil, dan ini
membuat lebih mudah bagi mereka untuk memutuskan mendukung kegiatan.
Ketujuh, Donor tidak tahu berapa harus memberi. Salah satu masalah
adalah donatur tidak tahu harus memberi berapa besar. Mereka mungkin tidak
ingin memberi terlalu besar, tetapi di pihak lain, mereka juga mungkin tidak ingin
memberi terlalu sedikit, agar tidak dikira kikir (www.gooogle.com/menggalang
dana).
Kedelapan, Mengucapkan Terima Kasih. Mengucapkan terima kasih
sangat penting, karena dengan mengucapkan terima kasih, berarti menghargai dan
mengakui kedermawanan donatur (www.gooogle.com/menggalang dana).
Mengucapkan terima kasih juga sebuah tindakan untuk kepentingan sendiri dalam
arti yang baik, yaitu donatur menjadi merasa lebih dekat dengan organisasi dan
boleh jadi bersemangat untuk memberi sumbangan lagi di masa depan.

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

17
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Kesembilan, Keterlibatan dan Kesungguhan Berbuat untuk Jangka
Panjang. Yang diperlukan sebenarnya adalah donatur memberi sumbangan secara
teratur dan dalam jumlah cukup besar. Semua upaya untuk mencari donatur dan
meyakinkannya sehingga ia mau memberi sumbangan akan benar-benar berhasil
hanya jika donatur terus memberi selama bertahun-tahun dan memberi
sumbangan yang cukup besar. Dan jika donatur kemudian bersedia meminta
teman-temanya untuk membantu atau menyumbangkan waktu sebagai
sukarelawan, itu berarti fundraiser mendapat bonus. Untuk mencapai ini berarti
fundraiser harus mengajak donatur agar mau terlibat dalam kegiatan organisasi
dan sungguh-sungguh membantu organisasi mencapai tujuannya.
Kesepuluh, Tanggung Jawab dan Melapor. Bila fundraiser mendapat dana
dari seseorang, maka mempunyai tanggung jawab untuk: (1)Memastikan uang itu
dibelanjakan untuk tujuan yang telah ditentukn sebelumnya. Bila ini tidak
dilakukan, itu berarti telah ingkar janji. (2)Memastikan uang itu dibelanjakan
dengan sebaik-baiknya dan benar-benar mencapai hasil yang nyata. Langkah
selanjutnya adalah memberi laporan kepada para donatur sekalipun donatur tidak
memintanya. Ini dilakukan untuk menunjukkan kepada donatur bahwa dana
sumbangannya digunakan dengan efektif (www.gooogle.com/menggalang dana).
Urgensi Fundraising
Menurut Michael Norton (2001) Menggalang dana adalah unsur yang
sangat penting karena menentukan berhasil atau tidaknya organisasi. Urgensinya
terletak pada 5 (lima) hal yaitu:
Pertama, Bertahan hidup. Semua organisasi perlu uang agar dapat terus
hidup, baik untuk membiayai proyek dan program pembangunan masa depan,
membayar upah dan gaji staf, biaya operasi kantor, pengeluaran rutin, merawat
bangunan kantor dan kendaraan, dan untuk membeli alat-alat baru. Daftar
kebutuhan itu menjadi sangat panjang. Satu hal yang pasti adalah bila uang tidak
dihimpun, organisasi tidak dapat melakukan kegiatan. Bila kegiatan tidak
dilakukan, maka semua kebutuhan yang mendesak itu tidak dapat terpenuhi.
Kedua, Perluasan dan pengembangan. Organisasai yang ingin terus hidup
di masa depan perlu memperluas dan mengembangkan kegiatan, meningkatkan
layanan, memperluas kegiatan ke daerah atau wilayah lain, melakukan penelitian,
melakukan kampanye dan advokasi, mengadakan eksperimen dan mencari
terobosan. Untuk itu diperlukan dana dalam jumlah yang lebih besar lagi.
Ketiga, Mengurangi hidup bergantung. Banyak organisasi yang dibiayai
dana yang diperoleh dari satu atau beberapa donatur besar. Ini dapat
menempatkan organisasi dalam situasi hidup bergantung pada pihak lain. Jika
salah satu dari dana bantuan itu dihentikan, maka dapat menimbulkan krisis
keuangan. Mencari donatur-donatur baru dan menciptakan sumber-sumber
penghasilan lain dapat mengurangi hidup bergantung.
Keempat, Membangun landasan pendukung. Menggalang bukan sematamata urusan uang. Menggalang dana juga berurusan dengan menggalang
pendukung. Setiap pendukung sangat penting bagi sebuah organisasi fundraiser.
Semua pendukung dapat diyakinkan untuk memberi lagi dalam jumlah yang lebih
besar. Mereka juga dapat menjadi sukarelawan atau mengajak teman-teman

18 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

mereka untuk mendukung organisasi. Jumlah pendukung menunjukkan tingkat
dukungan yang dapat dicapai organisasi, dan karena itu dapat menambah
kekuatan lobi dan kampanye organisasi.
Kelima, Menciptakan organisasi yang efektif dan kokoh. Menggalang dana
bukan hanya soal mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan agar organisasi
bertahan hidup dan menyusun rencana untuk mengadakan perluasan dan
pengembangan. Menggalang dana juga soal membantu mewujudkan organisasi
yang efektif dan kokoh yang mampu hidup terus di masa depan. Cara yang dapat
dilakukan adalah membangun kelompok donatur yang besar dan aktif, mencari
orang-orang yang mau mendukung dan merasa turut terlibat dan penting bagi
organisasi, serta bersedia memberi dukungan dalam jangka panjang.
Keterampilan Fundraising
Ada sejumlah keterampilan yang perlu dikuasai fundraiser jika ingin
berhasil dalam menggalang dana, yaitu : Mulai mengikuti pelatihan atau
menggali pengalaman yang diperlukan, mencari jalan untuk mengimbangi
kelemahan-kelemahan dengan cara mengerahkan orang lain untuk membantu,
kesungguhan membantu mewujudkan tujuan organisasi, kemampuan meminta,
kemampuan meyakinkan, percaya diri dalam menghadapi penolakan, kegigihan,
kejujuran, keterampilan sosial, keterampilan berorganisasi, imajinasi dan
kreativitas, kontak dan kemampuan menambah kontak, dan menangkap peluang
(Michael Norton, 2001).
Menyusun Strategi Fundraising
Strategi Menggalang dana menurut Michael Norton (2001) merupakan
tulang punggung kegiatan Fundraising sebuah organisasi. Karena itu perlu
menyusun langkah-langkah strategis, sebagai berikut:
1. Menentukan Kebutuhan
Proses ini dapat diawali dengan menentukan tujuan dan kebutuhan
organisasi terlebih dahulu. Seperti: Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi
dari sisi keuangan agar organisasi dapat terus melakukan kegiatan pada
tingkat operasi yang sekarang? Berapa jumlah uang yang sudah dapat
dipastikan akan tersedia dan berapa yang perlu digalang untuk membiayai
pengeluaran? Hitung-hitungan ini biasanya dalam bentuk anggaran
tahunan dan anggaran bergulir untuk jangka pendek dan jangka menengah
(misalnya, untuk lima tahun yang akan datang).
2. Bagaimana agar Organisasi bisa Berkembang
Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membiayai
organisasi di masa depan: Pertama, Pengembangan Modal. Ini dapat
dilakukan dengan mengembangkan dana abadi (corpus funds) dan
mengurangi hidup bergantung kepada pihak luar dan mengembangkan
sumber dana independen. Kedua, Mengembangkan landasan keanggotaan
dan pendukung. Ketiga, Kemampuan berdiri sendiri untuk jangka panjang.
3. Mengidentifikasi Sumber Daya
Dalam menyusun strategi menggalang dana yang baik, sebaiknya kita
mengidentifikasi sumber-sumber dana yang mungkin dapat digali:

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

19
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Dukungan dari perseorangan, dia diajak menjadi anggota atau memberi
sumbangan, Sumbangan besar selama hidup, dan warisan setelah
meninggal dunia, Dukungan dari kegiatan Fundraising, seperti
menggalang dana yang berasal dari sumbangan masyarakat, mengadakan
malam hiburan, acara missal seperti jalan kaki 10 kilometer, Pemberian
dalam bentuk barang (oleh perorangan atau perusahaan), Pendapatan dari
imbalan, kutipan, dan hasil berjualan, Pendapatan investasi dari dana abadi
atau bunga deposito, Hibah dari lembaga pemerintah pusat, Hibah
dari
lembaga non pemerintah, Hibah dari pemerintah daerah (kota, kecamatan,
provinsi, negara bagian), Hibah dari lembaga donor internasional atau
nasional, Hibah dari yayasan internasional atau lokal, Dukungan dari
perusahaan
(memberi
sumbangan,
atau
menjadi
sponsor),
Menyumbangkan keahlian dan ketrampilan atau fasilitas (Michael Norton,
2001).
4. Menilai Peluang
Sebelum memutuskan sumber-sumber mana yang akan digali, perlu
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini : pengalaman di masa lalu,
pendukung organisasi yang berkaitan, Kita ingin menjadi organisasi
macam apa, Gaya kita melakukan kegiatan, radikal atau konservatif,
inovatif atau pelopor? Sumber daya dan keahlian yang dimiliki, Sumber
dana yang ada sekarang, peluang yang terbuka, dan siapa yang kita kenal.
Tabel 1
SUMBER DANA
Sumber Jangka Pendek dan Sumber Jangka Panjang
Jangka Pendek
1. Hibah dari sebuah Yayasan untuk
sebuah proyek tertentu
2. Sumbangan dana dari sebuah
perusahaan
3. Perusahaan jadi sponsor
4. Hasil menggalang dana dari rumah
ke rumah
5. Hibah dari pemerintah untuk waktu
terbatas

Jangka Panjang
1. Kerjasama dengan lembaga donor
untuk
menggalang dana jangka
panjang
2. Acara malam dana setiap tahun
3. Pendapatan dari iuran anggota
4. Sumbangan tahunan dari donor
5. Kontrak jangka panjang penyedia
jasa dengan lembaga pemerintah

5. Mengidentifikasi Hambatan
Hambatan akan selalu ada ketika kita melakukan sesuatu. Ada hambatan
yang timbul karena sifat organisasi dan apa yang diperjuangkannya. Ada
yang timbul dari dalam tubuh organisasi sendiri. Beberapa datang dari
luar. Apapun sumber hambatan, perlu diperhitungkan ketika menyusun
rencana menggalang dana.
6. Merumuskan Srategi
Ada beberapa teknik sederhana yang dapat anda gunakan untuk
perencanaan strategis. Berikut ini empat teknik yang mungkin berguna
untuk anda: Matriks Ansoff (Ansoff Matrix), membandingkan teknik lama
dengan teknik baru, Analisis SWOT (Strength: Kekuatan, Weakness:

20 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Kelemahan, Opportunity: Peluang, dan Threats: Ancaman), Analisis
Pihak berkepentingan, dan Analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, dan
Teknologi). Dalam implementasinya, penggalangan dana dapat
memanfaatkan strategi pelayanan dan informasi serta program selling yang
melibatkan selebriti dan tokoh terkenal (Michael Norton, 2001).
Teknik Menggalang Dana
Menurut Michael Norton (2002) sedikitnya, ada 9 (sembilan) teknik
penggalangan dana zakat dan wakaf, yaitu:
1. Membentuk Kelompok Penggalangan Dana
Salah satu cara lembega zakat dan wakaf dalam menyelenggarakan
pemungutan (Fund Raising) adalah dengan membentuk kelompok
penggalangan dana yang bertugas mencari, memungut zakat dari para
Muzakki. Imam Nawawi mengatakan hendaklah para imam (pemimpin suatu
lembaga) dan pelaksana serta orang yang diserahi tugas membagikan zakat,
melakukan pencatatan para Mustahiq untuk mengetahui jumlah dan ukuran
kebutuhan mereka. Sehingga seluruh zakat itu diselesaikan setelah diketahui
jumlah zakat itu, agar segera diselesaikan hak mereka dan untuk menjaga
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.(M.Djamal Doa, 2004; 20) Artinya
sebelum melaksanakan kegiatan pengumpulan dana, minimal diketahui
dahulu Deskripsi atau gambaran peta Mustahiq (Nurani Galih Savitri, 2010).
2. Menyelenggarakan Acara Penggalangan Dana
Misalnya dilakukan dengan cara menyelenggarakan sebuah event untuk
pengumpulan dana. Seperti: malam amal, lelang lukisan, lelang busana tokoh
terkenal, lelang karya tokoh, konser musik amal atau bentuk event lain yang
digunakan untuk penggalangan dana.
3. Kontak Perusahaan
Dalam hal ini, para petugas penggalang dana zakat serta wakaf mengontak
perusahaan-perusahaan untuk diajak kerjasama atau untuk mendayagunakan
dana perusahaan yang sudah terhimpun dalam dana CSR (Corporate Social
Responsibility), dari aktifitas ini para penggalang dana harus benar-benar
dapat meyakinkan perusahaan, dana yang dikelola dan didayagunakan itu
dapat didistribusikan kepada yang berhak dan tepat sasaran, serta menjaga
nama baik perusahaan yang mempercayakan dananya untuk dikelola (Yuli
Pujihardi, 2005).
4. Direct Mail dan Pendekatan Pribadi
Taktik yang dilakukan oleh LAZ dengan cara berinteraksi langsung dengan
masyarakat, khususnya yang berpotensi menyumbangkan dananya. Strategi
Direct Fundraising ini dilakukan dengan tujuan bisa mewujudkan donasi
masyarakat seketika atau langsung setelah terjadinya proses interaksi tersebut.
Teknik penggalangan dana yang dilakukan dengan cara melakukan kontak
secara langsung dengan masyarakat calon donatur. Selain berdialog langsung,
maka pertemuan ini juga biasanya digunakan untuk membagikan brosur,
leaflet atau barang cetakan lain guna mendukung keberhasilan penggalangan
dana. Tidak sedikit pula pertemuan ini digunakan untuk menghimpun donasi
secara langsung.

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

21
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

5. Buletin dan Media Publikasi
LAZ ( Lembaga Amil Zakat) dalam perjalanannya dan perkembangannya
juga perlu untuk menerbitkan bulletin, buku, kampanye Zakat, spanduk,
Banner, menyewa Space satu lembar yang menjelaskan aktifitas dan kegitan
yang sedang dilaksanakan, akan dilaksanakan dan yang sudah dilaksanakan
dalam suatu surat kabar nasional, dan lain-lain. Tujuannya agar masyarakat
awam tahu akan pentingnya berzakat. Hal ini dilakukan dengan dua hal;
membuat berita dan memasang iklan.
6. Auto Debet
Dalam perjalanan dan perkembangan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
dewasa
ini banyak lembaga yang sudah mempunyai rekening sendiri di Bank-Bank
Milik BUMN maupun Swasta, tujuannya agar Muzakki mudah dalam
menyalurkan zakatnya (Zaim saidi dll, 2006).
7. M-Zakat/SMS Zakat
Beberapa LAZ saat ini sudah ada fasilitas pembayaran zakat melalui Short
Massage Service (SMS), contohnya BAZNAS Dompet Dhuafa Republika,
LAZ Indosat, Telkomsel dan lain-lain. Fasilitas ini memberikan kemudahan
bagi para penggunadan penikmat telpon selular untuk berinfaq dan berzakat,
secara otomatis para penikmat telpon selular yang menggunakan fasilitas ini
akan berkurang saldo pulsanya.
8. Telefundraising
yaitu teknik penggalangan dana yang dilakukan dengan cara melakukan
kontak telepon kepada masyarakat calon donatur. Telepon iniumumnya
dilakukan sebagai follow up dari surat yang telah dilakukan atau pertemuan
yang pernah dilakukan.
9. Kerjasama Program
Yaitu taktik yang dilakukan oleh LAZ dengan cara bekerjasama dengan
organisasi atau perusahaan pemilik dana. Dalam hal ini LAZ mengajukan
proposal kegiatan kepada sebuah organisasi atau perusahaan. Proposal
tersebut dipresentasikan di hadapan personil yang mewakili organisasi atau
perusahaan. Dalam proposal tersebut harus termuat manfaat proposal bagi
masyarakat yang dibantu, bagi organisasi atau perusahaan yang akan
membiayai program dan bagi LSM tersebut. Dalam proposal tersebut
digambarkan sekilas hak dan kewajiban masing-masing pihak. Mekanisme
bentuk donasi yang bisa dilakukan oleh organisasi atau perusahaan seperti
bantuan langsung dari dana sosial yang sudah dianggarkan, penyisihan laba
perusahaan atau dari potongan setiap transaksi belanja konsumen perusahan.
Penutup
Strategi fundraising adalah Ilmu dan seni menggunakan semua sumber
daya untuk melaksanakan kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya
dari individu, kelompok, organisasi, masyarakat, pemerintah, perusahaan, maupun
badan hukum yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan
operasional organisasi untuk mencapai misi dan tujuan organisasi. Setiap
fundraiser hendaknya memahami prinsip, urgensi, dan keterampilan fundraising.

22 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Menyusun Strategi Fundraising dimulai dengan Menentukan Kebutuhan,
merumuskan bagaimana agar Organisasi bisa Berkembang, mengidentifikasi
sumber daya, menilai peluang, mengidentifikasi hambatan, dan merumuskan
strategi. Sementara teknis fundraising terdiri dari: Membentuk Kelompok
Penggalangan Dana, Membentuk Kelompok Penggalangan, Menyelenggarakan
Acara Penggalangan Dana, Kontak Perusahaan, Direct Mail dan Pendekatan
Pribadi, Buletin dan Media Publikasi,e Auto debet, sms-Zakat, Telefundraisng,
dan kerja sama program.

Daftar Pustaka
Al-Azhari, Materi wakaf dalam Tahdzibu al-Lughah, jilid 9. Al-Shahah (Taj AlLughah wa Shahahu Al-Arabiyyah), karangan Al-Jauhari, jilid 4
Efendi, Onong Uchjana, 1999. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Halim, Abdul, 2005. Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Ciputat Press.
Hasanudin, 2010. Manajemen Zakat dan Wakaf, Dakwah Press: Jakarta.
Majma Lughah al-Arabiyah, 1972. al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar el-Ma’arif.
Mathrazi, al-Maghrib, India: Dairat al-Ma’arif al-Nidzamiyah, 1328 H, jilid 2,
cet.I.
Al-Munawi, 2003. Taisir Al-Wuquf ‘ala Gawamidi Ahkam Al-Wuquf, seperti
dikutip Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Ciputat:
Dompet Dhuafa dan IIMaN.
Norton, Michael, 2001. Menggalang Dana; Penuntun bagi LSM dan Organisasi
Sukerela di Negara-negara Selatan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,
Cet. Ke-1.
Pujihardi, Yuli, 2005. “Panduan Menggalang Dana Perusahaan; Teknik dan Kiat
Sukses Menggalang Dana Sosial Perusahaan” Jakarta: Piramedia.
Qudamah, Ibn, Al-Mughni ma’a Syarh Al-Kabir, jilid 6.
Rafiudin dan Maman Abd. Jalil, 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung:
Pustaka Setia.
Saidi, Zaim dkk, 2003. Pola dan Strategi Penggalangan Dana Sosial di
Indonesia, Jakarta: PIRAC.
Saidi, Zaim, As’ad Nugroho dan Hamid Abidin, 2006. Merebut Hati Lembaga
Donor; Kiat Sukses Pengembangan Program; Manual dan Panduan
Menyusun Proposal dengan Teknik Analisis Kerangka Logis, Jakarta:
Piramedia.
Salim, Peter, 2000. Salim’s Ninth Collegiate English- Indonesian Dictionary,
Jakarta: Modern English Press, cet. Ke-1.

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

23
Strategi fundrasing zakat dan wakaf

Savitri, Nurani Galuh, 2010. “Panduan Manajemen Kerelawanan; Teknik dan
Kiat Sukses Mengelola Program Kerelawanan” Jakarta: Piramedia,
Siagian, Sondang, 1986. Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi
Organisasi, Jakarta: PT. Gunung Agung.
Supriyono, 1985. Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, Jogjakarta:
BPFE.
Steiner , George dan John Minner, 2002. Manajemen Strategik, Jakarta: Erlangga.
Al-Syarbini, Muhammad, Al-Iqna’ fi Halli Alfazh Abi Suja’, Indonesia: Dar Ihya
Al-Kutub, tt., Juz I.
Tim DEPAG, 2006. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Tim PPPB, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: DP&K dan Balai
Pustaka.
Wadjdy, Farid, dan Mursyid, 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Umat, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
http: //www.BlogDetik.com/
http://www.gaulislam.com/definisi-zakat-infaq-dan-shadaqah.
www.google.com (yayasan obor Indonesia, menggalang dana).
http://www.hendrakholid.net, dikutip tanggal 19 April 2013.
http://id.shvoong.com, dikutip tanggal 19 April 2013.
http://labkom.unikom.co.id
http://www.semuabisnis.com/articles/169611/1

24 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
EVALUASI PERDA ZAKAT
NO.11 TAHUN 2005 KABUPATEN LEBAK
Muhammad Zen
Ketua LAZIS dan Dosen Jurusan Manajemen Dakwah
Fakulats Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak
Lebak district is one of districts that has unique characteristics when it
became one of supervised villages under the auspieces of the Ministry of
Rural Development Acceleration. This study found that this regency has Zakat
bylaw which affected the growing numbers of those who pay alms giving that
contribute to the welfare of Lebak communities. However, evaluating the
effectiveness of Zakat Bylaw has rarely been done. Local regulation, as a
matter of fact, plays as juristic platform to support the implementation of
local autonomy policies and assistanship tasks. Among local policies
implemented is Lebak District Bylaw number no 11 year 2005 on administering
zakat.
Keywords: Perda, Zakat, Pemberdayaan, Evaluasi, Dampak, Pengusaha
Pendahuluan
Sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Banten, Kabupaten Lebak
memiliki hari jadi yang jatuh pada tanggal 2 Desember 1828. Kabupaten Lebak
merupakan salah satu kabupaten yang memiliki masyarakat mayoritas
beragama muslim 98,96% dan tercatat sebagai daerah yang tertinggal (Bappeda
Kab. Lebak, 2009). Pada tahun 2005, Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal Republik Indonesia telah menetapkan Kabupaten Lebak sebagai salah
satu daerah tertinggal dari 199 Kabupaten tertinggal yang ada
di Indonesia.
Pemerintah daerah dan segenap elemen masyarakat
setempat secara progresif berusaha mengubah ketertinggalan
dengan berbagai pembangunan tertinggal. Termasuk di
dalamnya adalah pembangunan infrastruktur, peningkatan
transparansi dan partisipasi masyarakat, dan penghimpunan
dan pengelolaan dana masyarakat termasuk dalam pengelolaan
dana zakat dengan adanya keluar perda (BPS Kab. Lebak,
2008). P erda ini m erupakan pene gasan terhad ap penghimpunan dan
penyaluran zakat yang dilakukan oleh amilin dalam hal ini Badan Amil Zakat
Daerah (BAZDA) Kabupaten Lebak yang harus dikelola secara amanah dan
transfaran.
Sekilas Kabupaten Lebak

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

25
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

1. Demografi wilayah Kabupaten Lebak diantaranya meliputi:
a. Luas wilayah
Kabupaten Lebak, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten,
Indonesia. Ibukotanya adalah Rangkasbitung. Kabupaten ini berbatasan
dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang di utara, Provinsi
Jawa Barat di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten
Pandeglang di barat (BPS Kab. Lebak, 2008). Kabupaten Lebak terdiri
atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas 340 desa dan 5 kelurahan.
Adapun luas wilayah kabupaten Lebak 304.472 Ha (3.044,72 Km²)
b. Jumlah penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Kabupaten Lebak adalah sebesar 1.203.680, ya ng terdiri dari
618.636 penduduk laki-laki dan 585.044 perempuan.
(BPS Kab. Lebak, 2008).
2. Jaringan Sosial Pengelolaan zakat
Berdasarkan penjelasan Ketua BAZDA Lebak bahwa di Lebak tidak
ditemukan satupun lembaga amil zakat di Kabupaten Lebak, yang ada
justru baru BAZDA Kab. Lebak. Adapun jaringan sosial pengelola zakat
BAZDA Kabupaten Lebak dengan lembaga lainnya yaitu terjadi hubungan
interaktif BAZDA ke Bupati, ada hubungan konsultatif BAZDA ke DPRD
Lebak, ada hubungan konsultatif BAZDA ke ulama, ada hubungan PNS ke
BAZDA dalam pembayaran zakat, ada hubungan Kemenag ke BAZDA
dalam pembayaran zakat, ada hubungan BAZ Kecamatan ke BAZDA
dalam pembayaran zakat, ada hubungan penyaluran zakat BAZDA ke
mustahik, dan ada hubungan para pengusaha ke BAZDA dalam
pembayaran infak tender. Lebih jelasnya dapat dilihat bagan sebagai
berikut:
DPRD
LEBAK

BUPATI
LEBAK

ULAMA
LEBAK

PENGUS
AHA
LEBAK

BAZDA
LEBAK
PNS
LEBAK

MUSTA
HIK
KEMENAG

BAZ

LEBAK

KECAMA
TAN

Sumber: data diolah dari berbagai sumber

26 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

Proses Lahirnya Perda Zakat Lebak
1. Proses penyusunan
a. Latar belakang lahirnya perda No. 11 Tahun 2005
Ketua Pansus Raperda Zakat Kabupaten Lebak, M. Husein,
menjelaskan raperda pengelolaan zakat adalah hak inisiatif umat Islam tanpa
dibiaya anggaran DPRD Kabupaten Lebak, dan dapat sumbangan dana dari
sumber lain. Perda zakat merupakan sebagai konsekuensi logis dari adanya
otonomi daerah dalam rangka merubah sistem sentralistik ke desentralisasi
yang mendorong umat Islam menunaikan zakat (M. Husein, 2010).
Lahirnya Perda Bupati Kab. Lebak No. 11 Tahun 2005 adanya filosofi
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, dan yang sangat
penting pengelolaannya dalam aspek manajerial perlu ditingkatkan
potensinya. Di samping, merupakan sebagai landasan bagi ‘amilin untuk
bekerja secara profesional. Perda ada karena adanya political will eksekutif
maupun legislatif yang sepakat dengan para ulama bahwa peran zakat
sangat berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan daerah jika
diatur dan dikelola dengan baik dan profesional dengan didukung adanya
Perda pengelolaan Zakat.
Senada juga Wakil Bupati Lebak Ir. H. Amir Hamzah, MSi
menjelaskan latar belakang perda zakat berawal dari keprihatinan
masyarakat yang kurang mampu dari sisi ekonomi karena banyaknya orang
miskin di kabupaten Lebak dan ketidak-pedulian terhadap zakat bahkan
masyarakat hanya membayar zakat fitrah saja. Selama ini jumlah dana
terkumpul di Bazda tidak sampai 100 juta. Berarti ada yang salah waktu itu
mengandalkan zakat fitrah tidak ada zakat mal, infak dan sedekah
(wawancara Wakil Bupati Lebak, 2010).
Salah satu upaya untuk melakukan optimalisasi penghimpunan Zis
sebagai sarana kesejahteraan masyarakat. Melalui jalur formal
kepemerintahan, mereka menuntut kepada DPRD Kab. Lebak untuk
segara dibuat aturan yang berkaitan dengan perda zakat, yang kemudian lahir
Perda No.11 tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat. Melihat realitas
sosial-politik yang terjadi saat itu, para anggota dewan melihat
peluang untuk memfungsikan penghimpunan dan pendayagunaan
zakat di Kabupaten Lebak. Pengesahan Raperda tersebut, karena melihat
realitas masyarakat Lebak yang mayoritas beragama muslim, sehingga
akan muncul kembali citra positif terhadap DPRD Kabupaten Lebak.
Jadi berdasarkan kondisi tersebut, tim pansus raperda perda DPRD Lebak
betul-betul ingin memberikan kontribusi masyarakat secara nyata.
Kewajiban pemerintah dengan munculnya perda pengelolaan zakat sebagai
payung hukum. Mayoritas Islam sadar pentingnya pembangunan masjid dan
tidak perlu memintanya melalui jalan-jalan raya.
Di samping ada sisi tujuan dibuatnya perda tersebut, untuk
meningkatkan potensi kesadaran berzakat, berinfak dan bersedekah di
Kabupaten Lebak. serta menciptakan kesalehan sosial guna mencapai

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

27
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lebak.
Pengembangan dan
pengelolaan zakat menjadi perhatian serius dari pemerintah (eksekutif dan
legislatif) yang diaplikasikan antara lain dalam bentuk penetapan
Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2005 tentang P engelo laa n Zakat.
b. Yang mengusulkan perda/instruksi
Menurut Ketua pansus Raperda Moh. Husen, MH Sebelum ditetapkan
keputusan Perda No 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat Kabupaten
lebak proses penyusunan perda dilakukan atas inisiatif aspirasi umat Islam
yang disampaikan melalui Departemen Agama yang kemudian diteruskan
ke anggota DPRD Kabupaten Lebak komisi A dan B. Bagai gayung
bersambut anggota DPRD pun mengkaji serius dengan studi banding dan
mendatangkan ahli/tokoh Prof Suparman yang kemudian diputuskanlah
Perda No.11 tahun 2005 (M. Husein, 2010).
c. Pihak yang terlibat dalam proses pembahasan
Proses penyusunan dan penetapan keputusan yang berlangsung ;
Pertama, bahwa PERDA ini sebagai penajaman dan aplikasi dari UU No.
38 tahun 1999 dan Otonomi Daerah. Kedua, sebagai bentuk akomodir
DPRD terhadap keinginan masyarakat yang menghendaki adanya satu
peraturan yang dapat dijadikan payung hukum dalam upaya menghimpun
dana zakat, infak dan sedekah sebagai upaya mensejahterakan masyarakat di
Kabupaten Lebak.
Pada saat proses penyusunan, seluruh anggota dewan menyetujui
gagasan untuk disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat
melalui perwakilannya --MUI, Depag, dan pengusaha-- sebagai bahan
masukan untuk penetapan PERDA, katakanlah melalui RAPERDA. Ada
nara sumber yang didatangkan yaitu Prof. Suparman pernah dilibatkan
dalam proses penyusunan awal RAPERDA. Pembentukan perda ini
melibatkan elemen warga masyarakat yang kompeten dalam hal moralitas
(Wawancara Komisi C DPRD Lebak, 2010).
Singkatnya raperda ini melibatkan seluruh komponen terutama DPRD
Kab. Lebak, Depag, MUI, pengusaha, tokoh masyarakat/muzakki, Bupati,
Wakil Bupati sebagai Ketua BAzda dan sebagainya.
d. Waktu penyusunan kebijakan
Menurut Ketua Pansus waktu penyusunan kebijakan Raperda kurang
lebih satu bulanan pada waktu itu bulan ramadhan dengan agenda acara
rutin seperti Rapat dengan MUI, sesepuh, DPRD dan melakukan tinjauan ke
kantor baz.
e. Kendala dalam penyusunan kebijakan
Ketua Pansus DPRD Kabupaten Lebak menjelaskan tidak dijumpai
adanya kendala dalam menyusun kebijakan perda pengelolaan zakat.
konteks sosio-politik saat perda tersebut disahkan, konstalasi politik yang
berkembang saat itu sangat mendukung. Karena keinginan DPRD

28 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

Kabupaten Lebak menyetujui perda itu, sehingga memunculkan kelancaran
dalam pembahasan menjadi perda No. 11 Tahun 2005. Namun sangat
disayangkan pemotongan gaji untuk zakat, infak dan sedekah tidak signifikan
padahal DPRD yang menyusun perda tersebut (Wawancara M. Husein,
2010).
Ketua Pansus Raperda pengelolaan Zakat Husein, MH menjelaskan
untuk mengesahkan suatu Raperda Pengelolaan Zakat diperlukan
anggaran yang tidak sedikit. Karena ini adalah dorongan aspirasi umat Islam
untuk mengkaji raperda dengan studi banding dan menghadirkan tim ahli,
tidak menyulutkan semangat tim pansus menangani raperda ini meskipun
tidak disiapkan dana dari DPRD pada waktu itu.
Kendala lainnya yaitu tidak disebut di perda redaksi tentang
pemotongan zakat PNS 2,5% karena beberapa alasan : pertama;
kekuarangannya disebabkan oleh UU N0 38 Tahun 1999 sendiri karena
perda sesuai dengan UU yang ada, seperti adanya hirarki BAZ Kecamatan
ke BAZ Kab. Padahal sulit sekali direalisasikan untuk koordinasi dan lainlain.
Evaluasi dan Monitoring Perda/Kebijakan daerah
1. Deskripsi proses penerapan perda
Berdasarkan hasil Focus Group Discusssion terhadap evaluasi
penerapan perda no 11 tahun 2005 Kabupaten Lebak banyak yang
mengomentari sisi negatifnya yaitu perda ini tidak langsung dibarengi
adanya Peraturan Bupati secara teknis. Sehingga awal-awal
pemungutannya tidak begitu signifikan. Pemerintah Kabupaten Lebak
hanya membuat surat edaran akan anjuran pemotongan zakat langsung
dari gaji, tidak dalam bentuk Perbut (Peraturan Bupati). Sebab, kalau
digali dari potensi zakat dan infak/sedekah dari PNS saja sangat besar
sekali kurang lebih Rp. 5.000.000.000 jika perda ini dioptimalkan.
Apalagi kalau dana ZISWAF masyarakat umum juga ikut tergali
potensinya Laporan Bazda Lebak, 2008 – 2010).
Dalam perda tersebut termaktub hanya memberikan sanksi kepada
pengelola zakat yang lalai dan tidak amanah sedangkan bagi muzakki yang
enggan berzakat tidak disebutkan akan diberikan sanksinya. Alhasil, tidak
ada sanksi yang diberikan kepada muzakki yang enggan berzakat
berpengaruh berarti bagi para pelaku pelanggaran. Bahkan ada temuan
yang cukup menarik yaitu jumlah para pengusaha mengeluarkan
infak dan sedekah 1,5% meningkat, karena ada sanksi bagi
pengusaha yang mendapatkan proyek kerja sama dengan pemerintah.
Ini baru proyek kerja sama saja bagaimana kalau dana zakat juga
tergali pasti dana yang terkumpul di BAZDA Lebak akan semakin
meningkat luar biasa (http://www.bawean.net/2010/09/pelatihanpengelolaan-zakat.html).
2. Besar dukungan kepala daerah terhadap zakat daerah
Inti adanya perda yaitu adanya payung hukum pengelolaan zakat yang

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

29
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

profesional di Kabupaten Lebak yang diwakilkan adanya pengelolaan
zakat pemerintah melalui BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) Kabupaten
Lebak. BAZDA Kabupaten Lebak periode 2007-2010 berusaha
menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan secara tepat sasaran dan
berdayaguna.
Upaya ini didorong dan didukung penuh oleh Bupati Lebak H.
Mulyadi Jayabaya yang duduk sebagai Ketua Komisi Pengawas. Perda
sangat membantu bagi pengelola zakat --dalam hal ini BAZDA Kabupaten
Lebak-- sebagai payung legalitas formal sebagai pengelola zakat. Peran
Bupati sangat terlihat apalagi kegigihannya dalam mewujudkan perda
(Hamzah Amir, 2009).
Berdasarkan surat edaran Bupati Lebak nomor 912/107-Prog/2007
perihal pengelolaan infak dan shadaqah para rekanan pelaksana/kegiatan
di Kabupaten Lebak. Surat edaran ini berdasarkan Perda Kabupaten Lebak
Nomor 11 tahun 2005 tentang pengelolaan zakat dan menindak lanjuti
nota kesepakatan antara Badan amil zakat Daerah Kabupaten Lebak
dengan asosiasi Kontraktor Kabupaten Lebak tanggal 14 Juni 2007 serta
untuk menginsentifkan pemungutan infak dan shadaqah.
Dengan demikian kaitan antara Perda No. 11 tahun 2005, dengan nota
kesepakatan antara Badan amil zakat Daerah Kabupaten Lebak dengan
asosiasi Kontraktor Kabupaten Lebak tanggal 14 Juni 2007 sangat terkait
bahkan diperkuat dengan adanya surat surat edaran Bupati Lebak nomor
912/107-Prog/2007 perihal pengelolaan infak dan shadaqah para rekanan
pelaksana/kegiatan di Kabupaten Lebak.
3. Masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan perda
Sebelum adanya Perda No 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Zakat Kabupaten lebak, Perda ini sering kali diprotes oleh PNS yang
merasa dirugikan. Karena dengan Perda tersebut sering kali terjadi
pemotongan gaji PNS yang kurang nishab. Namun, pihak DPRD
kabupaten Lebak komisi C menganggap bahwa perda No. 11 tahun 2005
tersebut cukup effektif sehingga perlu dikembangkan adanya sosialisasi
di seluruh elemen masyarakat.
Dari sisi materi (Content) Perda, ada beberapa hal yang perlu untuk
dikaji ulang. Hal tersebut antara lain, pemotongan gaji PNS 2,5%
yang masih debatable karena diterjemahkan belum ada sosialisasi dan
tidak termaktub dalam perda tersebut. Objek zakat dari perda tersebut
dinilai masih umum tidak mencantumkan zakat profesi/penghasilan.
Perda tersebut, hanya mencakup bentuk-bentuk zakat secara
umum/klasik saja. Kemudian, dari segi pembinaan mustahik dirasa
sangat tidak efektif belum dijumpai adanya pendampingan baik melalui
pelatihan wirausaha maupun melalui pendampingan seperti adanya
pengajian bersama. Karena tidak adanya sarana yang mendukung dalam
proses pembinaan, dapat dijumpai banyak para peminjam dana dari
BAZDA yang tidak mengembalikan bantuan modal ke BAZDA Lebak.
Lambat laun, Bazda Lebak menetapkan kebijakan pemberian modal

30 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

melalui kelompok yang beranggotakan 5-6 orang perkelompok tidak lagi
perindividu.
Dampak perda terhadap perkembangan zakat di daerah Lebak
Tujuan semula dibuatnya Perda No.11 tahun 2005 seperti yang
tercantum dalam Pasal 6 yaitu untuk meningkatkan pelayanan bagi
masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama,
meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan social, dan meningkatkan hasil guna dan
daya guna zakat. Dan kalau tujuan itu dijadikan tolok ukur keberhasilan dari
implementasi Perda tersebut ternyata sudah cukup menggembirakan dan sesuai
harapan masyarakat umum Lebak. Meskipun perlu ditingkatkan kembali dari sisi
penghimpunan dan pendistribusian zakat.
Sebelum adanya perda, eksistensi Bazda Lebak awalnya hanya berfungsi
mengumpulkan zakat fitrah. Setelah adanya perda pengelolaan zakat No. 11 Thn
2005 ternyata Bazda Lebak memiliki fungsi yang lebih, dalam fundraising
(penghimpunan) tidak hanya zakat fitrah melainkan juga sumber yang lainnya
seperti zakat Mal/Profesi, infak dan sedekah. Sehingga pendapatan/
penghimpunan dari zakat, infak dan sedekah meningkat secara signifikan. Hal lain
yang mengakibatkan perda ini efektif menurut Ketua Pansus raperda yaitu tingkat
sosialisasi yang inten dan dukungan penuh pengusaha melalui MOU akan
memberikan 1,5% dari setiap proyek/tender (wawancara H. Sumantri, 2010).
Salah satu yang dapat menjadi indikator keberhasilan adanya PERDA ini
adalah peningkatan jumlah zakat yang terhimpun. Lebak memiliki PERDA Zakat
sejak tahun 2005 ternyata telah menunjukkan perkembangan perolehan zakat yang
cukup signifikan yang dikumpulkan Bazda Lebak. Tercatat pada tahun 2003 Rp.
99.886.818, kemudian pada tahun 2004 bertambah menjadi Rp. 172.885.146,
tahun 2005 Rp. 340.021.218, tahun 2006 Rp. 520.244.459, tahun 2007 Rp.
2.709.259.259.074, tahun 2008 Rp. 4.009.675.075, tahun 2009 Rp. 3.942.247.794.
Dari data tersebut terjadi peningkatan yang drastis di mulai pada tahun
2007 sebesar Rp. 2.709.259.259.074. Menurut Ketua Bazda kabupaten Lebak Ir.
H. Amir Hamzah, MSi terjadinya kenaikan pendapatan ZIS karena gagasan besar
yang dibangun dengan kebijakan, kesepahaman dan kebersamaan antara Kepala
Daerah dan para pengusaha untuk bersedia menyalurkan infak dan sedekahnya
melalui Bazda Lebak.
Program unggulan lain dalam upaya mendorong Mustahik Menjadi
Muzakki adalah rencana pendirian Mini Market BAZDA Lebak. Yang secara
prinsip; pemilik saham mini market adalah mustahik (fakir miskin), dan mereka akan
menerima penghasilan dari keuntungan mini market. Program ini baru dalam tahap
pengadaan lahan dan sedang menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam
pendirian/pembukaan mini market tersebut.
Program terakhir adalah, Bedah Rumah Keluarga Miskin yang Sholeh.
Program ini akan berjalan, dan sekarang baru pada tahap meng-inventarisir calon
mustahik yang akan menerima bantuan bedah rumah/ perbaikan rumah. Karena
masih banyak terdapat warga miskin yang rumahnya tidak layak huni atau bahkan
tidak memilikii rumah. Diantara program yang belum masuk dalam program

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

31
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

kerja BAZDA Lebak, namun sudah diinventarisir dan sudah disiapkan pada draft
program kerja selanjutnya adalah di bidang kesehatan, seperti penyediaan
mobil ambulance sampai pada rencana pendirian Klinik Kesehatan Mustahik
(KKM).
Temuan fakta lapangan terkait pengelolaan zakat di Kabupaten Lebak
Hadirnya Perda No 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat
membawa adanya respon pro dan kontra. Bagi yang pro merasa dengan
adanya perda akan semakin memantapkan menunaikan zakat dan bagi yang
kontra perda dan adanya pemotongan gaji tidak ada landasan hukumnya baik
perda maupun peraturan Bupati. Perda ini sering kali diprotes oleh PNS yang
merasa dirugikan. Karena dengan Perda tersebut terjadi pemotongan gaji PNS
yang kurang nisahab.
Menurut ketua pansus praktek perda zakat sudah berjalan dan
menggembirakan terbukti setelah perda berjalan peningkatan penghimpunan dana
ZIS Bazda meningkat sangat fenomal. Hanya saja, sampai kini penghimpunan dari
masyarakat luas masih sangat minim, ada yang menjelaskan karena boleh jadi
minimnya sosialisasi kepada masyarakat Lebak, sehingga dimungkinkan banyak
diantara para muzakki yang tidak mengetahui peraturan tersebut. Untuk hal itu
Ketua pansus menawarkan alternatif solusi dalam
menyosialisasikan
Perda
tersebut yaitu dengan cara memasang Perda dan memberikan sanksi tegas.
Efektivitas perda belum 100% dapat terlaksana karena ini baru menyentuh para
pengusaha dan para pejabat saja dan memang ini harus dengan tangan besi untuk
mengefektifkannya,
1. Persepsi publik/stakeholder atas keberadaan perda/kebijakan zakat
Persepsi publik/stakeholder atas keberadaan perda/kebijakan zakat
Kabupaten Lebak penting dilakukan untuk mengetahui persepsi dari seluruh
komponen atas evaluasi dampak perda tersebut. Adapun persepsi yang dimintai
pendapat meliputi: pertama; pemangku kebijakan yaitu terdiri dari eksekutif,
DPRD, kedua; subyek kebijakan yaitu BAZDA, dan ketiga subyek kebijakan
yaitu
Muzakki (PNS, pengusaha, masyarakat umum, dll), Mustahik,
Akademisi, Ormas, Ulama dan masyarakat.
a. Pemangku kebijakan
1) Eksekutif
Bupati Lebak H Mulyadi Jayabaya dianugrahi Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bintang keteladanan akhlak mulia pada Jumat
(25/5) di Jakarta. Penghargaan itu diberikan kepada Muljadi Jayabaya
karena selama memimpin Kabupaten Lebak, ia sangat memperhatikan
moral masyarakat melalui lembaga Pendidikan Agama Islam serta bentuk
sosial lainnya termasuk dalam membesarkan BAZDA Kabupaten lebak.
Kegiatan nyata yang dilaksanakan Jayabaya, berhasil membuat
rancangan Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 dan 12 Tahun 2005
tentang pelaksanaan wajib sekolah madrasah Diniyah dan Zakat. Perda
itu selain mengatur anak-anak usia SD wajib belajar pendidikan agama

32 | Jurnal Manajemen Dakwah

Vol. 1 No. 1 Mei 2013
Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak

melalui sekolah madrasah juga diwajibkan masyarakat membayar zakat.
Bentuk perhatian Bupati lainnya, saat ini seluruh pengelola madrasah
diniyah maupun pengelola pondok pesantren dapat bantuan uang insentif
dari pemkab Lebak. Bantuan insentif itu, lanjutnya, masing-masing untuk
guru madrasah diniyah senilai Rp250 ribu per orang, sedang pengelola
pondok pesantren memperoleh bantuan insentif sebesar Rp500 ribu.
Disamping itu, untuk menekan anak-anak putus sekolah bupati juga telah
mendirikan pendidikan SMP/MTS khusus bagi anak-anak yatim piatu.
Sebab, dengan adanya pendidikan tersebut sehingga anak-anak dari
keluarga tak mampu bisa menikmati pendidikan. Hal ini sesuai dengan
Visi pembangunan daerah Kabupaten Lebak tahun 2005 – 2025 adalah :
‘lebak menjadi daerah yang maju dan religius berbasis perdesaan’
Dalam mewujudkan visi pembangunan daerah teersebut ditempuh
melalui misi Pembangunan daerah sebagai berkut:
a) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Kabupaten Lebak yang
beriman, bertaqwa dan berbudaya
b) Mewujudkan daya saing investasi bebasis sumberdaya
c) Memajukan tingkat kemakmuran dan produktifitas masyarakat secara
merata
d) Mewujudkan Lebak sebagai daerah konservasi melalui optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
e) Mengembangkan potensi sumberdaya daerah untuk mengurangi
disparitas.
Sebagai ukuran tercapainya daerah Kabupaten Lebak sebagai
daerah investasi yang maju dan berkelanjutan, pembangunan daerah
dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran
pokok sebagai berikut :
a) Terwujudnya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Lebak yang
beriman, bertakwa dan berbudaya
b) Terwujudnya daya saing investasi berbasis sumberdaya
c) Terwujudnya kemakmuran dan produktivitas Masyarakat secara
merata
d) Terwujudnya Lebak sebagai daerah konservasi berkelanjutan melalui
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan hidup
e) Terwujudnya pengembangan potensi sumberdaya daerah untuk
mengurangi disparitas antar wilayah
Menurut pemerhati zakat Bupati Lebak tidak membuat PP
(peraturan pemerintah) secara teknis melalui Peraturan Bupati.
Berdasar pada Keputusan Bupati Lebak Nomor: 400/Kep.54/Sos/2007
tentang Pembentukan Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten
Lebak 2007-2010, Dewan Pertimbangan dipimpin oleh Ketua MUI
Lebak sedangkan Ketua Komisi Pengawas adalah H. Mulyadi Jaya

Vol. 1 No. 1 Mei 2013

Jurnal Manajemen Dakwah |

33
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I

More Related Content

What's hot

Materi training HMI
Materi training HMIMateri training HMI
Materi training HMIrozak20
 
Tema makalah-lk-2
Tema makalah-lk-2Tema makalah-lk-2
Tema makalah-lk-2borneo3
 
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerahMakalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerahHaubibBro
 
Dinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pbDinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pbahmad al haris
 
Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...
Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...
Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...Are Matt
 
Partisipasi masyarakat dalam_pendidikan
Partisipasi masyarakat dalam_pendidikanPartisipasi masyarakat dalam_pendidikan
Partisipasi masyarakat dalam_pendidikanRiska Vianto
 
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKANMAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKANPotpotya Fitri
 
RPS IPI SMT II 2021-2022 Syarifatul Marwiyah.pptx
RPS IPI SMT  II 2021-2022  Syarifatul Marwiyah.pptxRPS IPI SMT  II 2021-2022  Syarifatul Marwiyah.pptx
RPS IPI SMT II 2021-2022 Syarifatul Marwiyah.pptxSyarifatul Marwiyah
 
Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017
Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017
Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017jurnal ilmiah
 
JURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docx
JURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docxJURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docx
JURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docxNatijahRohmah
 
Daur belajar pelatihan
Daur belajar pelatihanDaur belajar pelatihan
Daur belajar pelatihanIBNUTOKAN
 
Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...
Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...
Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...Ezad Azraai Jamsari
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin Amq
 
Journal aliran sesat
Journal aliran sesatJournal aliran sesat
Journal aliran sesatRezaWahyuni6
 

What's hot (19)

Materi training HMI
Materi training HMIMateri training HMI
Materi training HMI
 
Tema makalah-lk-2
Tema makalah-lk-2Tema makalah-lk-2
Tema makalah-lk-2
 
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerahMakalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
 
Sejarah Perjuangan Hmi
Sejarah Perjuangan HmiSejarah Perjuangan Hmi
Sejarah Perjuangan Hmi
 
Dinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pbDinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pb
 
Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...
Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...
Peranan masjid al azhar dalam pembangunan modal insan dalam kalangan mahasisw...
 
Partisipasi masyarakat dalam_pendidikan
Partisipasi masyarakat dalam_pendidikanPartisipasi masyarakat dalam_pendidikan
Partisipasi masyarakat dalam_pendidikan
 
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKANMAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
 
RPS IPI SMT II 2021-2022 Syarifatul Marwiyah.pptx
RPS IPI SMT  II 2021-2022  Syarifatul Marwiyah.pptxRPS IPI SMT  II 2021-2022  Syarifatul Marwiyah.pptx
RPS IPI SMT II 2021-2022 Syarifatul Marwiyah.pptx
 
Rpp
RppRpp
Rpp
 
Rpp
RppRpp
Rpp
 
Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017
Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017
Jurnal Ilmiah Pesantren Vol 3 No 2 Juli 2017
 
Tik makalah
Tik makalahTik makalah
Tik makalah
 
JURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docx
JURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docxJURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docx
JURNAL_HADITS_TARBAWI_KELOMPOK_8 asli.docx
 
Daur belajar pelatihan
Daur belajar pelatihanDaur belajar pelatihan
Daur belajar pelatihan
 
Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...
Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...
Tokoh Mujaddid Badiuzzaman Said Nursi: Satu Kajian Bibliografi Terpilih dan A...
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
 
Revisi pid klmpk 14
Revisi pid klmpk 14Revisi pid klmpk 14
Revisi pid klmpk 14
 
Journal aliran sesat
Journal aliran sesatJournal aliran sesat
Journal aliran sesat
 

Viewers also liked

Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu.
Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu. Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu.
Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu. Rifki Aminuddin
 
Jurnal bisnis dan manajemen
Jurnal bisnis dan manajemenJurnal bisnis dan manajemen
Jurnal bisnis dan manajemenAli Alparady
 
SKRIPSI DAKWAH
SKRIPSI DAKWAHSKRIPSI DAKWAH
SKRIPSI DAKWAHKhamdun99
 
GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014
GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014
GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014Grover's Gyanm
 
Actors, Fault tolerance and OTP
Actors, Fault tolerance and OTPActors, Fault tolerance and OTP
Actors, Fault tolerance and OTPDhananjay Nene
 
List of CrowdFunding Websites and much more!
List of CrowdFunding Websites and much more!List of CrowdFunding Websites and much more!
List of CrowdFunding Websites and much more!Ari Massoudi
 
Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...
Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...
Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...Prabowo Putra
 
(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran
(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran
(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran4lfor
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiBahRum Subagia
 

Viewers also liked (20)

Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu.
Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu. Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu.
Tafsir al aminuddin,Tentang wudhu.
 
Jurnal bisnis dan manajemen
Jurnal bisnis dan manajemenJurnal bisnis dan manajemen
Jurnal bisnis dan manajemen
 
SKRIPSI DAKWAH
SKRIPSI DAKWAHSKRIPSI DAKWAH
SKRIPSI DAKWAH
 
Proposal tugas akhir
Proposal tugas akhirProposal tugas akhir
Proposal tugas akhir
 
GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014
GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014
GYANM GENERAL AWARENESS ISSUE JULY 2014
 
Actors, Fault tolerance and OTP
Actors, Fault tolerance and OTPActors, Fault tolerance and OTP
Actors, Fault tolerance and OTP
 
List of CrowdFunding Websites and much more!
List of CrowdFunding Websites and much more!List of CrowdFunding Websites and much more!
List of CrowdFunding Websites and much more!
 
Who´s who in Spanish Wind Energy 2014
Who´s who in Spanish Wind Energy 2014Who´s who in Spanish Wind Energy 2014
Who´s who in Spanish Wind Energy 2014
 
Berlin
BerlinBerlin
Berlin
 
Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...
Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...
Instrumen Keuangan Derivatif, Akuntansi Lindung Nilai, PSAK 60: Pengungkapan ...
 
TCP/ IP
TCP/ IP TCP/ IP
TCP/ IP
 
Blackbox(englisch)
Blackbox(englisch)Blackbox(englisch)
Blackbox(englisch)
 
EPiServer Deployment Tips & Tricks
EPiServer Deployment Tips & TricksEPiServer Deployment Tips & Tricks
EPiServer Deployment Tips & Tricks
 
Bab 6 nilai saham
Bab 6 nilai sahamBab 6 nilai saham
Bab 6 nilai saham
 
(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran
(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran
(Jurnal kula) Jurnal Manajemen Pemasaran
 
Trends in Technology
Trends in TechnologyTrends in Technology
Trends in Technology
 
Pp ibadah maliah
Pp ibadah maliahPp ibadah maliah
Pp ibadah maliah
 
Ppt fiqh
Ppt fiqhPpt fiqh
Ppt fiqh
 
Freenetlinks
FreenetlinksFreenetlinks
Freenetlinks
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 

Similar to Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I

PROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdf
PROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdfPROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdf
PROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdfDMI
 
MODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docx
MODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docxMODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docx
MODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docxDMI
 
Fungsi masjid di kampus
Fungsi masjid di kampusFungsi masjid di kampus
Fungsi masjid di kampusyunitasal
 
Tugas fauziyah tik[1]
Tugas fauziyah tik[1]Tugas fauziyah tik[1]
Tugas fauziyah tik[1]nurfauziyah31
 
MATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptx
MATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptxMATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptx
MATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptxSutanYunusDanuAnwari1
 
Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.
Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.
Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.Hasaniahmadsaid
 
Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...
Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...
Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...InternationalJournal Ihya' 'Ulum al-Din
 
PPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdf
PPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdfPPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdf
PPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdfChintiaPramida
 
Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab ivBab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab ivAkbar Bako
 
IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdf
IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdfIMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdf
IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdfWENGDRIYANTO
 
DR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan Ziswaf
DR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan ZiswafDR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan Ziswaf
DR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan ZiswafHasaniahmadsaid
 
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...zarkonitanjung
 
Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.
Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.
Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.Syarifatul Marwiyah
 
Makalah Ekonomi Masjid.pdf
Makalah Ekonomi Masjid.pdfMakalah Ekonomi Masjid.pdf
Makalah Ekonomi Masjid.pdfHappyRosiyani
 
Manajemen pondok pesantrem
Manajemen pondok pesantremManajemen pondok pesantrem
Manajemen pondok pesantremISMAIL ABAS
 
Ppt manajemen khusnul kotimah
Ppt   manajemen khusnul kotimahPpt   manajemen khusnul kotimah
Ppt manajemen khusnul kotimahKhusnul Kotimah
 

Similar to Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I (20)

PROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdf
PROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdfPROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdf
PROBLEM PENGELOLAAN MASJID.pdf
 
MODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docx
MODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docxMODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docx
MODUL_MANAJEMEN_MASJID_docx.docx
 
Tugas makalah
Tugas makalah Tugas makalah
Tugas makalah
 
implementasi Shalat
implementasi Shalatimplementasi Shalat
implementasi Shalat
 
Fungsi masjid di kampus
Fungsi masjid di kampusFungsi masjid di kampus
Fungsi masjid di kampus
 
Tugas fauziyah tik[1]
Tugas fauziyah tik[1]Tugas fauziyah tik[1]
Tugas fauziyah tik[1]
 
MATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptx
MATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptxMATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptx
MATERI KE IPM An PELATIHAN KADER DASAR TARUNA MELATI 1 PD IPM METRO.pptx
 
Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.
Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.
Manajemen Masjid & Pengelolaan Ziswaf - DR. H. Hasani Ahmad Said, M.A.
 
Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...
Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...
Menyoal Peran dan Fungsi Masjid Pemerintah: Studi atas Masjid Agung Syuhada P...
 
PPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdf
PPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdfPPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdf
PPT PRESENTASI SDA 3-CHINTIA PRAMIDA G1E019017.pdf
 
Buku panduan dakwah pelajar ipm
Buku panduan dakwah pelajar ipmBuku panduan dakwah pelajar ipm
Buku panduan dakwah pelajar ipm
 
Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab ivBab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv
 
IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdf
IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdfIMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdf
IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DALAM PAI.pdf
 
DR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan Ziswaf
DR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan ZiswafDR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan Ziswaf
DR. hasani ahmad said, M.A. Manajemen masjid dan Pengelolaan Ziswaf
 
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
 
Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.
Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.
Manajemen Pesantren- book chapter- 2023.
 
Makalah Ekonomi Masjid.pdf
Makalah Ekonomi Masjid.pdfMakalah Ekonomi Masjid.pdf
Makalah Ekonomi Masjid.pdf
 
Manajemen pondok pesantrem
Manajemen pondok pesantremManajemen pondok pesantrem
Manajemen pondok pesantrem
 
UNDANGAN MASJID BABUSSALAM.docx
UNDANGAN MASJID BABUSSALAM.docxUNDANGAN MASJID BABUSSALAM.docx
UNDANGAN MASJID BABUSSALAM.docx
 
Ppt manajemen khusnul kotimah
Ppt   manajemen khusnul kotimahPpt   manajemen khusnul kotimah
Ppt manajemen khusnul kotimah
 

More from Muhammad Zen

Generasi rabbani bsi
Generasi rabbani bsi Generasi rabbani bsi
Generasi rabbani bsi Muhammad Zen
 
The Power Ikhlas Bsi
The Power Ikhlas BsiThe Power Ikhlas Bsi
The Power Ikhlas BsiMuhammad Zen
 
sukses From zero to hero
sukses From zero to herosukses From zero to hero
sukses From zero to heroMuhammad Zen
 
Sukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkap
Sukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkapSukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkap
Sukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkapMuhammad Zen
 
Sukses meraih peluang kerja m zen kirim email ok
Sukses meraih peluang kerja m zen kirim email okSukses meraih peluang kerja m zen kirim email ok
Sukses meraih peluang kerja m zen kirim email okMuhammad Zen
 
Aturan penulisan artikel jurnal ilmiah ug
Aturan penulisan artikel jurnal ilmiah ugAturan penulisan artikel jurnal ilmiah ug
Aturan penulisan artikel jurnal ilmiah ugMuhammad Zen
 
Jurnal vol.1no.3 th to e journal
Jurnal vol.1no.3 th to e journalJurnal vol.1no.3 th to e journal
Jurnal vol.1no.3 th to e journalMuhammad Zen
 
Fiqh zakat profesi muhammad zen oc
Fiqh zakat profesi muhammad zen ocFiqh zakat profesi muhammad zen oc
Fiqh zakat profesi muhammad zen ocMuhammad Zen
 
Buku 24 hours of contemporary zakat karya muhammad Zen, S.Ag, Lc, MA
Buku 24 hours of  contemporary zakat karya  muhammad Zen, S.Ag, Lc, MABuku 24 hours of  contemporary zakat karya  muhammad Zen, S.Ag, Lc, MA
Buku 24 hours of contemporary zakat karya muhammad Zen, S.Ag, Lc, MAMuhammad Zen
 
Seminar film religi
Seminar film religiSeminar film religi
Seminar film religiMuhammad Zen
 
Entrepreneurship 8 13
Entrepreneurship 8 13Entrepreneurship 8 13
Entrepreneurship 8 13Muhammad Zen
 

More from Muhammad Zen (20)

Generasi rabbani bsi
Generasi rabbani bsi Generasi rabbani bsi
Generasi rabbani bsi
 
The Power Ikhlas Bsi
The Power Ikhlas BsiThe Power Ikhlas Bsi
The Power Ikhlas Bsi
 
sukses From zero to hero
sukses From zero to herosukses From zero to hero
sukses From zero to hero
 
Sukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkap
Sukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkapSukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkap
Sukses Meraih Peluang oleh M. Zen lengkap
 
Sukses meraih peluang kerja m zen kirim email ok
Sukses meraih peluang kerja m zen kirim email okSukses meraih peluang kerja m zen kirim email ok
Sukses meraih peluang kerja m zen kirim email ok
 
Aturan penulisan artikel jurnal ilmiah ug
Aturan penulisan artikel jurnal ilmiah ugAturan penulisan artikel jurnal ilmiah ug
Aturan penulisan artikel jurnal ilmiah ug
 
Rumus nyoret 1
Rumus nyoret 1Rumus nyoret 1
Rumus nyoret 1
 
Jadual nahwu 3 2
Jadual nahwu 3 2Jadual nahwu 3 2
Jadual nahwu 3 2
 
Jadual nahwu 3 1
Jadual nahwu 3 1Jadual nahwu 3 1
Jadual nahwu 3 1
 
Jadual nahwu 1 2
Jadual nahwu 1 2Jadual nahwu 1 2
Jadual nahwu 1 2
 
Jadual nahwu 1 1
Jadual nahwu 1 1Jadual nahwu 1 1
Jadual nahwu 1 1
 
Jadual nahwa 2 2
Jadual nahwa 2 2Jadual nahwa 2 2
Jadual nahwa 2 2
 
Jadual nahwa 2 1
Jadual nahwa 2 1Jadual nahwa 2 1
Jadual nahwa 2 1
 
Rumus nyoret 2
Rumus nyoret 2Rumus nyoret 2
Rumus nyoret 2
 
Jurnal vol.1no.3 th to e journal
Jurnal vol.1no.3 th to e journalJurnal vol.1no.3 th to e journal
Jurnal vol.1no.3 th to e journal
 
Modul iii riba
Modul iii ribaModul iii riba
Modul iii riba
 
Fiqh zakat profesi muhammad zen oc
Fiqh zakat profesi muhammad zen ocFiqh zakat profesi muhammad zen oc
Fiqh zakat profesi muhammad zen oc
 
Buku 24 hours of contemporary zakat karya muhammad Zen, S.Ag, Lc, MA
Buku 24 hours of  contemporary zakat karya  muhammad Zen, S.Ag, Lc, MABuku 24 hours of  contemporary zakat karya  muhammad Zen, S.Ag, Lc, MA
Buku 24 hours of contemporary zakat karya muhammad Zen, S.Ag, Lc, MA
 
Seminar film religi
Seminar film religiSeminar film religi
Seminar film religi
 
Entrepreneurship 8 13
Entrepreneurship 8 13Entrepreneurship 8 13
Entrepreneurship 8 13
 

Recently uploaded

Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docNurulAiniFirdasari1
 
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.pptPPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.pptBennyKurniawan42
 
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptxKualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptxSelviPanggua1
 
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdfPelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdfEmeldaSpd
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptTaufikFadhilah
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlineMMario4
 
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxElemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxGyaCahyaPratiwi
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasihssuserfcb9e3
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]Abdiera
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxFranxisca Kurniawati
 
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024MALISAAININOORBINTIA
 
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxGandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxHansTobing
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Abdiera
 
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfJaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfHendroGunawan8
 
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfEstetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfHendroGunawan8
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 

Recently uploaded (20)

Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
 
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.pptPPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
 
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptxKualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
 
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdfPelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
 
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxElemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 2 Fase A [abdiera.com]
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
 
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
 
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxGandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
 
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfJaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
 
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfEstetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 

Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I

  • 1. Jurnal MANAJEMEN DAKWAH Kajian Manajemen Lembaga Keuangan Syariah, ZISWAF, Haji dan Umroh Penyunting ahli Prof. Dr. Murodi, MA Wahyu Prasetyawan, Ph.D Mitra Bastari Prof. Dr. Asep Muhyiddin, MA (UIN Bandung) Prof. Dr. Bahri Ghozali, MA (IAIN Raden Intan Lampung) Penyunting Pelaksana Amirudin, M.Si Muhammad Zen, MA Drs. Cecep Castrawijaya, MA Editor Bahasa Dr. Suparto, M.Ed Dr. Ahmadi Rojali Jawab, MA Tata Usaha H. Mulkanasir, BA., S.Pd., MM Drs. M. Sungaidi, MA Alamat Redaksi: Program Studi Manajemen Dakwah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Telp./Fax. (62-21) 7432728 – 1310 / 7470 3580 Website: http://md.fidik.uinjkt.ac.id/ Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | i
  • 2. DAFTAR ISI Halaman Judul ......................................................................................................i Daftar Isi ............................................................................................................ ii Editorial............................................................................................................. iii 1. Murodi Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia ............ 1 2. Hasanudin Strategi Fundraising Zakat dan Wakaf .......................................................... 9 3. Muhammad Zen Evaluasi Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Kabupaten Lebak........................ 25 4. Sudirman Tebba Media Dakwah dan Ekonomi Umat ............................................................. 47 5. Cecep Castrawijaya Fungsi Mesjid Sebagai Sarana Dakwah..................................................... ..60 6. H. Mulkanasir Manusia sebagai Penyebab Utama Tumbuhnya Penyakit Administrasi dalam Tubuh Organisasi dan Lembaga ................................................................. 75 Pedoman Penulisan ............................................................................................ 87 ii | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 3. EDITORIAL Manajemen, baik dipandang sebagai ilmu (science) maupun seni (art,) pada awal eksistensinya, dapat dicermati kerap kali berkutat pada persoalan industri dan bussines. Perkembangan selanjutnya, justru manajemen sangat diperlukan dan bermanfaat bagi setiap usaha dalam berbagai bidang, tak terkecuali bidang pengembangan dakwah. Karena semua aktivitas manusia yang memiliki tujuan tak bisa terlepaskan dari urgensi manajemen. Sebab manajemen memberikan plumas bagi roda aktivitas manusia untuk menggapai tujuan yang diharapkan. Karena itu, eksistensi manajemen sangat berperan agar substansi dakwah yang akan disampaikan kepada mad’u –melalui berbagai metode—menjadi efektif dan efisien. Agar proses manajemen dakwah berjalan sesuai dengan koridornya, baik sebagai kajian ilmiah, maupun dalam penerapan manajemen dakwah, maka kontribusi pemikiran pengembangan model manajemen dakwah menjadi suatu keharusan. Istilah manajemen dan dakwah, meski berlatar belakang dari disiplin ilmu yang berbeda-beda, namun keterpaduan di antara dua disiplin ilmu ini dapat memberikan warna tersendiri dalam khazanah keilmuan Islam. Manajemen dan Dakwah meski berangkat dari perbedaan yang “menyolok”, urgensi manajemen rupanya sudah menjadi sebuah keharusan bagi da’i/manajer untuk optimalisasi gerakan dakwah. Kajian manajemen dakwah dalam jurnal perdana ini hadir sebagai wahana aktualisasi karya dosen, guru, alumni, mahasiswa dan masyarakat dalam bidang manajemen dakwah. Selanjutnya jurnal ini disusun sebagai bentuk sumbangsih kepada para pembaca yang ingin mengikuti perkembangan keilmuan manajemen dakwah secara khusus. Jurnal ini memuat artikel-artikel secara umum tentang manajemen dakwah yang dibatasi menjadi tiga kelompok kajian. Pertama; kajian manajemen lembaga keuangan syariah. Kedua; manajemen zakat, infak, sedekah dan wakaf, dan ketiga manjemen haji dan umroh Oleh karena itu, edisi kali ini menampilkan para penulis yang menyampaikan artikelnya pada tiga kajian tersebut. Penulis pertama Murodi mengangkat tentang praktik ibadah haji di Indonesia. Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang mesti dipenuhi bagi mereka yang berkemampuan (Istitha’ah). Studi ini mengangkat studi kasus muslim Indonesia. Penulis kedua Hasanudin membahas tentang bagaimana strategi fundrising zakat dan wakaf. Artikel ini mengupas bagaimana cara mengumpulkan zakat dan wakaf sesuai syariat. Selanjutnya, artikel yang ketiga yang disajikan oleh Muhammad Zen berkaitan dengan evaluasi Perda Zakat No. 11 Tahun 2005 di Kabupaten Lebak. Paper ini menjelaskan hasil observasi evaluasi Perda Zakat di BAZDA Lebak dari tahun ke tahun. Sayangnya, evaluasi efektivitas perda tersebut terhadap penghimpunan baru tergali potensi melalui infak/sedekah dari pengusaha. Sedangkan zakat mal/profesi, tergali dari kalangan masyarakat luas dan di kalangan PNS masih minim. Hal ini dapat diketahui dari data yang diperoleh bahwa belum semua instansi pemerintahan yang menunaikan zakat mal/profesi. Kekurangan Perda Pengelolaan Zakat lainnya juga belum mencantumkan sanksi terhadap orang yang enggan berzakat secara mengikat dan Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | iii
  • 4. memaksa. Padahal salah satu kekuatan hukum, apabila di dalamnya ada sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi bagi muzakki yang enggan berzakat, dengan begitu potensi zakat dapat terhimpun secara maksimal. Kajian selanjutnya adalah mengenai media dakwah dan ekonomi umat. artikel ini mengupas tentang bagaimana media massa bisa menjadi media dakwah bagi pemberdayaan bagi ekonomi ummat. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Cecep Castrawijaya di mana mesjid mempunyai fungsi ideal yang tidak hanya sebatas tempat shalat saja, namun lebih luas dari itu bahwa mesjid bisa dijadikan sarana dakwah. Artinya Mesjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, juga sebagai pusat kebudayaan. Oleh karena itu, masjid harus diorganisir secara modern, sehingga fungsi mesjid mampu merespon secara pro aktif perkembangan dan dinamika masyarakat, baik yang menyangkut hubungan vertikal maupun hubungan yang bersifat horizontal. Mulkanasir dalam artikelnya menganalisis bahwa penyebab utama tumbuhnya penyakit administrasi yang melekat dalam tubuh organisasi adalah manusia itu sendiri dalam kata lain, sistem administrsi organisasi akan berjalan baik dan optimal, jika pengelola administrasi memiliki visi, misi, tujuan, program dan struktur yang baik, dan dijadikan oleh subjeknya secara baik dan benar. iv | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 5. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. Murodi Guru Besar Jurusan Manajemen Dakwah Fakulats Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abstrak Pilgrimage to Mecca is one of the Islamic pillars that has to be fulfilled by those are able. In this case, ability is not only on the basis of material possession and safety consideration, but also of physical health. Based on these, a Muslim is obliged to perform pilgrimage. The pilgrimage has been performed since the time of Abraham p.b.u. The Indonesian government has been making some efforts to serve this particular program better. It has done a lot of progress in administering the program although it still faces some critiques. For Indonesian Muslim, the pilgrimage has its own specific meaning. Keywords: Haji, Istitha’ah, Indonesia, Pengalaman Muslim Pendahuluan Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima. Karena itu, setiap Muslim yang memiliki kemampuan (istitha’ah), wajib menunaikannya sekali seumur hidup. Banyak Muslim memiliki pandangan bahwa jika seseorang telah menunaikan ibadah haji, maka ia telah menyempurnakan agamanya. Ibadah haji berlangsung dalam siklus sekali setahun dan jatuh pada bulan-bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah ([Musim] haji adalah bulan-bulan yang dimaklumi [Q.S. 2: 197]). Artinya, ibadah haji tidak boleh dilaksanakan pada bulan lain. Pada bulan lain, Muslim hanya dapat melaksanakan ibadah umrah yang seringkali disebut dengan istilah “haji kecil”. Pelaksanaan ibadah haji yang sudah berlangsung cukup lama, katakan saja sejak nabi Ibrahim as hingga kini, memiliki banyak makna, di antaranya makna filosofis, historis, sosiologis, selain makna teologis. Tulisan ini berusaha mencoba menguraikan secara singkat makna haji bagi umat Islam Indonesia. Kajian Teori Berhaji: Perspektif Muslim Indonesia Dalam tataran historis, Ibadah Haji memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang. Paling tidak, sejak nabi Ibrahim as, melaksanakan prosesi ritual ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Karena itu, diketahui bahwa sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab, baik yang berdiam di Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 1
  • 6. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. bagian utara maupun selatan. Selalu datang berkunjung ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Bedanya, ketika itu, banyak mereka yang berhaji, tidak didasari millat Ibrahim, tuntunan ajaran nabi Ibrahim. Baru setelah Islam berkembang di jazirah Arabia, prosesi ritual ibadah haji dilaksanakan berdasarkan syari’at Islam. Ketentuan itu berlaku hingga kini. Rukun Islam kelima ini, juga dilaksanaan umat Islam Indonesia, terlebih setelah hubungan ulama Nusantara dengan ulama Haramain semakin kuat. Bagi masyaraat Indonesia, berhaji tidak hanya sekadar melaksanakan ritual keagamaan, sesuai syari’at Islam, juga merupakan salah satu sarana mobilitas sosial keagamaan, bahkan bisa menjadi sebuah label otoritas keagamaan seseorang. Mereka yang telah berhaji, menggunakan gelar tersebut pada nama depannya. Dalam kata lain, berhaji memiliki banyak makna, spiritual, filosofis, sosoilogis, ekonomis, bahkan politis, terutama pada awal abad ke-17 hingga awal abad ke-20. Berhaji sangat sarat dengan nilai-nilai politis dan ekonomis. Karena itu, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan ordonansi haji, guna mengatur perjalanan haji umat Islam Hindia Belanda. Hal penting dari kebijakan tersebut adalah kekhawatiran pemeritah terhadap dampak negatif bagi pergerakan dan perjuangan umat Islam dalam menentang penjajah Belanda, dengan konsep Jihad Fi sabilillah. Konsep ini menjadi momok bagi penjajah, karena dampak politis sekembalinya mereka dari berhaji, sangat kuat terasa. Umat Islam semakin gencar melakukan perlawanan. Kenyataan tersebut dapat dipahami oleh pemerintah kolonial Belanda, bahwa Haji tidak hanya sebuah ritual ibadah, juga tempat pertemuan umat muslim sedunia. Bahkan ia menjadi muktamar terbesar umat Islam sedunia. Di kota Mekkah dan Madinah, mereka bertemu dengan jemaah haji dari berbagai penjuru dunia, kemudian bertukar pikiran mengenai keadaan umat Islam di negara masing-masing. Dari sinilah kemudian muncul keinginan umat Islam membebaskan diri dari penjajahan bangsa-bangsa Barat Kristen. Dalam konteks ini banyak ditemukan data perlawanan umat Islam sekembalinya dari haji (Arief Subhan, 2010). Dalam konteks Indonesia, ibadah haji tidak hanya merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam yang mampu, tetapi juga memiliki makna sosiologis dan historis. Karena, bagaimanapun, perkembangan Islam Indonesia, tidak bisa dipahami terlepas dari ibadah haji. Rukun Islam kelima ini memberikan kontribusi sangat penting dalam bidang intelektualkeagamaan dan sosial-politik. Karena itu, tidak berlebihan apabila, peran sentral ibadah haji dalam kehidupan kaum Muslim tersebut mendorong pemerintah kolonial Belanda, dan kemudian pemerintah Republik Indonesia, untuk mengurus seluruh proses penyelenggaraan ibadah haji dengan menerbitkan berbagai kebijakan yang bertujuan mengatur pelaksanaan ibadah haji. Makna tesebut berkaitan sangat erat dengan persepsi kaum Muslim Indonesia tentang Mekkah dan Madinah. Hal ini dapat dilihat dari pandangan dan banyak kajian sarjana, bahwa umat Islam Indonesia melihat Mekkah sebagai pusat Islam, baik secara sosial-intelektual, keagamaan dan politik. Hal ini membawa implikasi penting bagi kaum Muslim Indonesia dalam memposisikan Mekkah dan Madinah. Pada umumnya mereka melihat Mekkah dan Madinah sebagai pusat 2 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 7. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. (center)—tempat intelektualitas, praktik ke agamaan, dan politik. Oleh karena itu, segala sesuatu yang datang dari kota suci tersebut diakui memiliki nilai keislaman lebih kuat dibanding praktik-pratik keagamaan kaum Muslim di wilayah lain. Mekkah diakui sebagai pemegang otoritas keagamaan tertinggi yang menjadi acuan Muslim Indonesia (Arief Subhan, 2010). Interaksi antara Islam yang berkembang di Asia Tenggara, khususnya kepulauan Nusantara, dan rekannya di Timur Tengah, sudah berlangsung lama. Sejak masa-masa awal perkembangan Islam, para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan Anak Benua India telah mendatangi kepulauan Nusantara. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga menyebarkan Islam kepada masyarakat setempat. Selanjutnya, penetrasi Islam di masa yang lebih belakangan kebanyakan dilakukan para guru pengembara sufi yang sejak akhir abad ke-12 datang dalam jumlah yang semakin banyak ke Nusantara. Semua itu berkelindan dengan jamaah haji asal Indonesia (Azyumardi Azra, 2013). Makna Ibadah Haji. Dalam konteks Indonesia, penting dicatat bahwa haji juga mengandung dimensi sosial-politik. Seperti dicatat para sejarawan, pada akhir abad ke-18, Mekkah menjadi basis gerakan gerakan Wahabiyah di bawah pimpinan Muhammad ibn ‘Abdul Wahab (1703-87) bekerjasama dengan Dinasti Sa’udi di Najd. Mereka memberantas segala bentuk keyakinan dan praktik keagamaan yang mereka pandang tidak sejalan dengan teks al-Qur’an. Meskipun dalam corak berbeda-beda, gerakan Wahabiyah telah mengilhami lahirnya berbagai gerakan serupa di Dunia Muslim. Di Indonesia, gerakan Padri di Sumatra Barat (18071832) adalah satu-satunya contoh. Gerakan Paderi berkembang menjadi perang sipil menyusul keterlibatan pihak kolonial di dalamnya, yang membela kaum adat yang justru menjadi target gerakan Islam (Christine Elizabeth Dobbin, 1983). Contoh lain adalah Perang Jawa (1825-1930) yang sepenuhnya didukung para ulama dan haji (Murodi, 2000). Merekalah yang mengisi dimensi keagamaan dalam perang yang dipimpin Pangeran Diponegoro tersebut. Kasus lain adalah pemberontakan Banten yang terjadi pada 1888. Pemberontakan yang muncul di kalangan petani Banten tersebut juga tidak dapat dilepaskan dari peranan ulama dan haji (Sartono Kartodirdjo, 1966). Kasus-kasus itulah yang memperkuat dimensi politik dalam haji. Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa haji berkaitan erat dengan gerakan anti-penjajahan. Selanjutnya, haji juga memiliki makna sebagai tempat perjumpaan (encounter) kaum Muslim dari seluruh penjuru dunia yang memungkinkan terjadinya tukar menukar informasi (exchange informations) mengenai keadaan kaum Muslim dari belahan dunia lain. Dalam konteks ini, Martin van Bruinessen, mengatakan bahwa haji merupakan media yang mempersatukan Muslim Indonesia dengan Muslim dari seluruh dunia. Haji juga merupakan media komunikasi dan informasi yang penting. Melalui haji Muslim Indonesia membangun komunikasi dengan saudaranya dari India, Pakistan, Afghanistan, Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 3
  • 8. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. Iran, Turki, Uni Soviet (kini Rusia) dan negara-negara Arab lain (Martin van Bruinessen, 1997). Seperti diketahui, Ibadah haji merupakan rukun Islam (al-arkan al-Islam) kelima. Karena itu, setiap Muslim yang memiliki kemampuan (istitha’ah), wajib menunaikannya sekali seumur hidup. Oleh karena itu, banyak Muslim memiliki pandangan seragam bahwa jika seseorang telah menunaikan ibadah haji, maka ia telah menyempurnakan agamanya. Bagi kaum Muslim, ibadah haji mengandung banyak makna. Pertama, secara antropologis, ibadah haji merupakan jenis ibadah yang di dalamnya terkandung unsur festival. Muslim dari seluruh dunia, dari beragam etnis, bangsa, dan negara—bahkan dari beragam madzhab—bergerak menuju Ka’bah, pusat peribadatan Islam, dengan pakaian yang sama, niat yang sama, dan ucapan yang sama—Labbaik Allahumma Labbaik.. Mereka bergerak dengan Karavan atau Kafilah menuju Ka’bah di Masjidil Haram, Arafah, Muzdalifah, Mina, dan Jamarat. Perjalanan ini menggambarkan nilai-nilai egaliterianisme dalam ajaran Islam di mana manusia adalah sama di hadapan Allah Swt (Arief Subhan, 2010). Kedua, secara sosiologis, ibadah haji merupakan media mobilitas sosial bagi yang melaksanakannya. Dalam kasus Indonesia, gelar haji merupakan status sosial yang menyimbolkan sebuah kelas sosial tertentu. Penyandangnya tidak hanya dilihat memiliki kemampuan ekonomi, terkadang bahkan dilihat sebagai ‘alim, yang seseorang yang memiliki otoritas dalam bidang ilmu keislaman. Sebuah penelitian mengemukakan bahwa gelar haji dapat diibaratkan sebagai “modal agama”(religious capital) yang memiliki kekuatan dan legitimasi dalam pertarungan di lingkungan komunitas, baik di kota maupun di desa, dan dijadikan sebagai media strategis untuk memperoleh pengakuan sosial (M. Amin Akkas, 2005). Ketiga, masih berkaitan dengan perspektif sosiologis, haji berkaitan dengan terbentuknya komunitas santri di Indonesia. Seperti diketahui, tidak sedikit Muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji dan sebagainya, tinggal untuk belajar Islam di Mekkah. Para haji dan dan santri lulusan Mekkah inilah yang memberikan banyak sumbangan bagi perkembangan Islam Indonesia dalam bentuk pendirian pesantren, lembaga pendidikan Islam tradisional, yang tersebar di hampir seluruh Indonesia. Para santri lulusan Mekkah ini bertindak sebagai pendiri, pemimpin, dan pengasuh pesantren. Mereka adalah “para arsitek” pendidikan Islam Indonesia (Arief Subhan, 2009). Keempat, lebih dari semua itu, haji merupakan bentuk ibadah seorang hamba kepada Sang Khalik, mengandung makna filosofis, yang sangat sentral dalam penghayatan ibadah haji. Ibadah haji merupakan sebuah perjalanan menuju Allah Swt dengan penekanan kepada ketundukan dan ketaatan. Oleh karena itu, seorang haji mengalami transformasi spiritual menuju sikap dan perilaku lebih baik. Inilah yang disebut dengan haji mabrur, sebuah kualitas haji yang—seperti disebutkan dalam sebuah hadis—“tidak ada balasannya, kecuali surga” (AlMuwattha, Bab Haji). 4 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 9. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. Ibadah haji, sebagaimana diketahui, berpusat di beberapa tempat suci. Kota Mekkah, Masjidil Haram, Ka’bah, Shafa dan Marwa, Arafah, Muzdalifah, Mina, dan Jamarat. Di tempat-tempat itu, yang luasnya sangat terbatas, tidak kurang dari tiga juta Muslimin dari seluruh dunia datang pada waktu hampir bersamaan untuk mengerjakan ritual tertentu dalam ibadah haji. Haji menjadi sebuah festival di mana kota Mekkah dan tempat-tempat tersebut “hidup 24 jam” dengan berbagai aktivitas. Bergelombang manusia menuju masjid, sebagian lainnya berbelanja, dan kelompok lainnya berziarah mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Muslim yang sangat beragam dari segi etnis dan budaya terefleksi dalam pola perilaku yang mereka tunjukkan dalam festival haji. Dalam sebuah ensiklopedi disebutkan, bahwa sekitar 50 persen jamaah haji berasal dari wilayah Arab, 35 persen berasal dari wilayah Asia, 10 persen berasal dari wilayah subSahara Afrika, dan 5 persen berasal dari negara-negara Eropa dan Barat pada umumnya (Robert Bianchi, 1995, Arief Subhan, 2010). Karena itu, tak dapat dipungkiri, bahwa dalam ibadah haji terdapat nilai kemanusiaan universal. Di tempat-tempat tersebut, setiap Muslim adalah sama dan sederajat. Dalam ritual “tidak mengenakan pakaian berjahit”, hanya mengenakan baju ihram—berupa sarung dan selendang—tanpa penutup kepala; tidak dapat dibedakan lagi stratifikasi sosial masyarakat Muslim. Semua tunduk dan patuh kepada perintah Allah Swt dalam pakaian yang sama. Manusia adalah sama di hadapan Allah; dan pakaian ihram tidak hanya menyimbolkan kesederhanaan dan sikap rendah hati, tetapi juga menyampaikan pesan tentang kemanusiaan universal. Tidak boleh ada perbedaan hakiki antarsesama manusia— terutama yang menyangkut“nilai manusia sebagai manusia”. Nilai-nilai egaliter; sebuah pandangan yang meletakkan manusia dalam kesamaan derajat, yang merupakan doktrin utama dalam Islam, tercermin jelas dalam upacara pelaksanaan ibadah haji. Seluruh jamaah haji mengenakan pakaian putih dan menanggalkan status sosial, ekonomi, dan politik. Semuanya bergerak dengan Ka’bah, rumah Allah, sebagai porosnya, dan keridlaan Allah sebagai tujuan utamanya. Doktrin egalitarianisme merupakan salah satu doktrin utama dalam Islam. Nabi Muhammad Saw selalu menekankan kesatuan antara tawhid dan egalitarisnisme. Muslim yang beriman kepada Allah, mengandung arti bahwa ia menegasikan yang selain Allah. Dan mata Allah, semua manusia adalah sama, lepas dari etnisitas, sosial-ekonomi, afiliasi politik, dan budaya. Hanya taqwa yang akan mengantarkan manusia dekat kepada Allah swt. Istitha’ah Berhaji: Sebuah Keniscayaan. Dalam pelaksanaan ibadah haji, ada satu syarat yang mesti dipenuhi para jama’ah calon haji, yaitu istitha’ah atau kemampuan; baik istitha’ah maliyah, istitha’ah amniyah dan istiitha’ah badaniah. Ketiga persyaratan ini mesti terpenuhi dengan baik. Jika tidak, prosesi ritual ibadah haji akan terganggu. Istitha’ah Maliyah, salah satu faktor yang sangat menentukan. Seseorang baru diwajibkan melaksanakan ibadah haji, jika ia telah memiliki kemampuan material yang cukup untuk pelaksanaan ibadah haji. Kemampuan material itu tidak hanya bagi dirinya yang akan menjalankan ibadah haji, juga bagi keluarga Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 5
  • 10. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. yang akan ditinggalkan selama pelaksanaan ibadah haji. Selain itu, ini yang masih menjadi perdebatan, dengan kemampuan material seperti ini, sebelum ia melaksanakan ibadaha hji, wajib menyelesaikan hutang piutangnya, sehingga keberangkatannya ke tanah suci tidak terganggu persoalan hutang. Perjalanan ibadah haji seseorang, ibarat pengembaraannya yang sangat jauh. Ia memerlukan bekal yang cukup. Tidak hanya taqwa dan kemampuan pengetahuan keagamaan, juga bekal material bagi keluarga yang ditinggalkanya. Selain Istitha’ah maliah (Kemampuan material atau finansial), yang mesti diperhatikan oleh para jemaah calon haji, adalah persyaratan istitha’ah am niah, (keamanan selama pergi pulang dalam melaksanakan ibadah haji). Faktor keamanaan ini juga menjadi penting, baik keamanaan di dalam negeri, perjalanan, maupun di tempat pelaksanaan ibadah haji, untuk prosesi ibadah haji. Keamanaan di dalam negeri merupakan satu keharusan, untuk kelancaran proses pembekalan dan pemberkasan adminstrasi perjalanan haji di dalam negeri, meski pada periode kolonial, keamanaan terganggu oleh penajajahan Belanda. Syarat ketiga adalah Istitha’ah Badaniah (kemampuan dan daya tahan fisik). Ketahanan daya tahan fisik ini penting, mengingat ibadah haji, berbeda dengan ibadah lainnya, yang mengharuskan adanya kekuatan daya tahan fisik para jema’ah calon haji, terutama pada saat thawaf, sa’i, wukuf dan melempar jumrah. Proses ini memerlukan ketahanan fisik prima. Jika tidak atau kurang prima, maka dikhawatirkan banyak jema’ah kelelahan, karena kondisi fisik dan daya tahan tubuh mereka yang menurun (Arief Subhan, 2010). Meskipun sebelum keberangkatan, di tanah air, telah dilakukan tes kesehatan, pelayanan rujukan bagi jema’ah calon haji, dan pembinaan kesehatan, tetapi masih banyak ditemukan adanya ketidakberdayaan secara fisik bagi para jama’ah calon haji Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM, diketahui, bahwa data profil kesehatan haji tahun 2005 dan 2006 tercatat angka kunjungan rawat jalan sebanyak 454.675 kunjungan dari 180.558 orang jemaah haji, dengan rata – rata 2,25 kali kunjungan perjamaah, dengan urutan terbanyak kasus penyakit saluran pernapasan (67,05%) dan penyakit muskulos keletal (9,08%). Sedangkan kasus rawat inap pasca haji di BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia di Arab Saudi) sebesar 44,73% dengan urutan teratas penyakit kardiovaskular, dan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit kardiovaskular sebesar 53,78% (Syarif Hasan Luthfie, 2010). Oleh karena itu, ketidaksiapan fisik pada jamaah calon haji dapat mengundang kelelahan, seperti menurunnya respons jaringan terhadap stimulus yang tetap atau dibutuhkannya stimulus yang lebih besar untuk memproduksi suatu respons. Selama berlangsungnya proses ritual ibadah haji, sebagaimana ditegaskan sebelumnya, bahwa tidak ada satu pun kegiatan ritual haji yang tidak menggunakan fisik. Faktor kelelahan akibat aktivitas fisik yang tinggi dapat menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian pada jemaah haji, walaupun banyak faktor penyebab lainnya. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap daya tahan fisik, menurut Syarief Hasan Luthfie, 6 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 11. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. adalah rendahnya tingkat kemampuan endurans, keluhan pegal pada otot merupakan kelelahan otot karena aktivitas berjalan kaki yang cukup tinggi, yang diakibatkan ketidakmampuan elemen kontraktil otot untuk melakukan fungsinya yang disebabkan habisnya cadangan energi dalam otot, penimbunan asam laktat, gangguan kardiovaskular dan neuromuskular. Keseimbangan faali tubuh terganggu akibat aktivitas yang berlebihan tanpa ada persiapan endurans (Syarif Hasan Luthfie, 2010). Dengan merujuk pada hasil reiset tersebut, dapat dipahami bahwa istitha’ah badaniah seorang jemaa’ah calon haji sangat diperlukan. Karena pada dasarnya, ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang sangat mengandalkan ketahanan fisik, selain kemampuan pengetahuan keagamaan soal haji dan kemampuan materi. Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah seharusnya semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji, memperhatikan problem ketahanan fisik. Hanya, memang, untuk kasus Indonesia, cukup problematik. Karena banyak jema’ah calon haji berusia di atas 50 tahun, bahkan ada yang lebih dari itu. Selain itu, banyak pula di antara mereka yang sudah berhaji lebih dari satu kali. Pemerintah Indonesia, meski sudah mengatur masalah ini, tetap saja mengalami kesulitan. Karena mereka tetap berpendirian bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melaksanakan rukun Islam ke-5 ini. Bahkan banyak pula di antara mereka yang berkinginan meninggal di Tanah Haram. Jika harapan itu tercapai, maka mereka masuk ahli surga, karena sedang berjihad di jalan Allah lewat ritual ibadah haji. persoalan inilah yang menjadi problem tersendiri bagi pemerintah (Syarif Hasan Luthfie, 2010). Sementara untuk masyarakat muslim Indonesia, semestinya jika mereka sudah berhaji, dan sesuai syari’at hanya sekali seumur hidup, memberikan kesempatan kepada muslim lainnya untuk berhaji. Terlebih apabila usia mereka telah lanjut. Hanya, memang, terkadang banyak di antara mereka yang berangkat dalam kondisi fisik kurang prima, saat pelaksaan ibadah haji, mereka mampu melaksanakan semua syarat dan rukun haji dengan baik, melebihi mereka yang berkondisi fisik prima. Dengan melihat kenyataan di atas, dapat dikatakan bahwa istitha’ah merupakan problem tersendiri yang dihadapi para jema’ah calon haji dan pemerintah Indonesia, adalah masalah istitha’ah ini. Kita berharap, ke depan, pemerintah Indonesia terus berbenah diri untuk menata perhajian menjadi lebih baik lagi. Penutup Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang mesti dipenuhi bagi mereka yang berkemampuan (Istitha’ah). Tidak hanya Istitha’ah Maliah, Amniah, juga Badaniah. Jika ketiga istitha’ah tersebut terpenuhi, maka seorang muslim telah memilki kewajiban melaksanakan ibadah haji. Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 7
  • 12. Ibadah Haji dan Problem Istitha’ah: Pengalaman Muslim Indonesia. Dalam tataran sejarahnya, Muslim Indonesia telah lama melakukan perjalanan ibadah haji, terlebih sejak abad ke-17 hingga kini. Perjalanan haji di Indonesia pernah dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda, karena dianggap membahayakan eksistensinya. Sebab, banyak di antara mereka yang kembali, membawa ideologi baru yang dianggap radikal dan mengancam kekuasannya. Tetapi, seiring perjalanan waktu, terutama di masa Orde Lama dan Orde Baru hingga Orde Reformasi, pemerintah telah berusaha maksimal memenej persoalan perhajian di Indonesia, meski banyak menuai kritik. Bagi Muslim Indonesia, khususnya, ibadah haji memiliki makna tersendiri. Paling tidak berhaji merupakan sarana mobilitas sosial, di mana seseorang jika telah menyelesaikan ibadah haji, ia akan menempati status sosial tersendiri di tengah masyarakatnya. Selain itu, menjadi peneguh atas otoritas social keagamaan yang dimilikinya. Wallahu a’lam bi al-Shawab. Daftar Pustaka Bruinessen, Martin van, “Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci, Orang Nusantara Naik Haji” dalam Dick Douwes dan Nico Kaptein (ed.), Indonesia dan Haji (Jakarta: INIS, 1997) Akkas, M. Amin, haji dan Reproduksi Sosial: Strategi Untuk Memperoleh Pengakuan Sosial pada Masyarakat Kota Pinggiran, ( Jakarta: Mediacita, 2005), Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaharuan Islam di Indonesia, Edisi Revisi, ( Jakarta : Kencana, 2013) Bianchi, Robert, “Hajj”, dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World (New York: Oxford University Press, 1995), Volume 2 Dobbin, Christine Elizabeth, Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy: Central Sumatra 1784-1847 (London: Curzon Press, 1983) Kartodirdjo, Sartono, The Peasants’ Revolt of Banten in 1888: Its Conditions, Course and Sequel : A Case Study of Social Movements in Indonesia (Leiden: KITLV, Nijhoff, 1966). Luthfie, Syarief Hasan, Penggunaan Insol dan Pengaruhnya terhadap Kemampuan Endurens Jema’ah Calon Haji Indonesia, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2010). Murodi, Melacak Asalu Usul Gerakan Paderi di Sumatera Barat, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000. Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad ke-20 M : Pergulatan Antara Modernitas dan Identitas, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009) 8 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 13. STRATEGI FUNDRASING ZAKAT DAN WAKAF Hasanudin Dosen Jurusan Manajemen Dakwah Fakulats Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abstrak Fundraising is an important component in administering alms and endowments for it ensures the success of the organization of charity. At least it can be seen as to survive, develop the organization, support independency, create supporting platform, and initiate an effective and strong organization. A charity organization is in urgent need to develop it innovation to conduct fundraising, for it can collect many resources from individual, organization, community, the government, corporate, and legal body organization. These resources can be used to support programs and activities that ensure the achievement of organization’s vision and mission. Keywords: Strategi, Fundraising, Zakat, Wakaf. Pendahuluan Dalam dua dasa warsa terakhir, ada kemajuan yang cukup pesat dalam fundraising (penggalangan) dana ZIS (Zakat, Infak, dan Shadaqah). Beberapa lembaga seperti Yayasan Dompet Dhuafa Republika (DD) di Jakarta, Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) di Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid (DT) di Bandung, Yayasan Baitulmaal Muamalat (BMM) di Jakarta, Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU) di Jakarta, dan BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak, dan Shadaqah) DKI Jakarta, melakukan penggalangan ZIS secara profesional dan inovatif. Seperti layaknya lembaga filantropi modern, mereka menggunakan strategi direct mail, media campaign, special event, dan strategi modern lainnya dalam menggalang ZIS (Zaim Saidi ; 2003 ; h. xxxiii). Program fundraising dikemas dengan canggih dan inovatif sehingga menarik minat masyarakat. Dompet dhuafa, misalnya, meluncurkan program zakat on-line dan internet banking yang memungkinkan donatur untuk membayarkan zakatnya lewat internet atau lewat debet rekening. Mereka juga menggunakan email atau SMS (Short Message Service) bekerja sama dengan m-zakat (mobile zakat) untuk menggalang dana dari masyarakat (Zaim Saidi ; 2003 ; h. 73 - 75). Hal serupa dilakukan oleh Baitulmaal Muamalat (BMM), sebuah yayasan yang didirikan PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk (Hasanudin ; 2010 ; h. 2). Sedangkan DPU Daarut Tauhid menggunakan radio campaign lewat radio MQ dan program televisi yang dikelolanya untuk menggalang dana masyarakat. Kesan profesional juga nampak dengan adanya divisi khusus penggalangan dana atau divisi pemasaran yang menjadi semacam “mesin pencari Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 9
  • 14. Strategi fundrasing zakat dan wakaf dana” bagi keenam lembaga tersebut. YDSF, misalnya, memiliki departemen marketing yang membawahi Jupen (Juru Penerang/semacam humas) dan Jungut (Juru Pungut) yang terjun ke lapangan untuk mencari donatur baru dan memungut dananya secara teratur (Zaim Saidi ; 2003 ; h. 139 – 164). Sementara DD mengembangkan pola marketing murni dalam pencarian donatur lewat direktorat penghimpunan. Direktorat ini membawahi divisi corporate marketing yang menggalang dana dari perusahaan dan divisi retail marketing yang menangani donatur individual. DD juga mempunyai beberapa sales marketing yang terjun ke berbagai tempat untuk mencari donatur. Dalam menjalankan aktivitasnya, keenam lembaga ini juga benar-benar menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat, khususnya para donatur. Karena itulah, mereka selalu berupaya menjalankan prinsip transparansi dan keterbukaan dalam mengelola dana yang diterima dari masyarakat. Di kalangan pengelola dana umat, keenamnya mempelopori proses transparansi ini dengan melibatkan akuntan publik independen pada proses audit laporan keuangannya. Mereka juga secara rutin melaporkan pemasukan dan pemanfaatan dananya kepada para donatur, secara langsung maupun lewat publikasi media. Kajian Teori Pengertian Strategi Fundraising Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995 ; h. 1902) strategi adalah: Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai. Secara etimologi, strategi berasal dari bahasa Yunani, strategos yang berati jenderal. Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama (Rafiudin ; 1997 ; h.76). Menurut Sondang Siagian, stategi adalah cara terbaik untuk mempergunakan dana, daya, dan tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan (Sondang Siagian ; 1986 ; h. 17). Chandler, yang dikutip Supriyono, mendefinisikan strategi sebagai penuntun dasar goals (tujuan) jangka panjang dan tujuan lembaga serta pemakaian cara-cara bertindak dan alokasi sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan (Supriyono ; 1985 ; h. 9). Bagi Onong Uctjana (1999 ; h.32), strategi adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan. Sementara menurut Steiner dan Minner (2002 ; h.20) strategi adalah penempatan misi, penetapan sasaran organisasi, dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai. Dalam pelaksanaannya, strategi adalah upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan. Karena strategi merupakan upaya pelaksanaan, maka strategi pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh intuisi, perasaan, dan hasil pengalaman. Strategi juga dapat merupakan ilmu, yang langkah-langkahnya selalu berkaitan dengan data dan fakta yang ada. Seni dan ilmu yang digunakan untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu rencana atau tindakan. Strategi 10 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 15. Strategi fundrasing zakat dan wakaf biasanya menjangkau masa depan, sehingga pada umumnya strategi disusun secara bertahap dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (http://id.shvoong.com). Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa strategi merupakan satu kesatuan rencana yang terpadu yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Menyusun strategi perlu dikaitkan dengan lingkungan organisasi, sehingga dapat disusun kekuatan strategi organisasi. Dalam pencapaian tujuan organisasi diperlukan alternatif strategi yang dipertimbangkan dan harus dipilih. Strategi yang dipilih akan diimplementasikan oleh organisasi dan akhirnya memerlukan evaluasi terhadap strategi tersebut. Sementara itu, yang dimaksud fundraising menurut Kamus InggrisIndonesia adalah pengumpulan dana. Orang yang mengumpulkan dana disebut fundraiser (Peter Salim ; 2000 ; h.607). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 ; h. 541), yang dimaksud dengan pengumpulan adalah proses, cara, pengumpulan, penghimpunan, pengerahan. Fundraising dapat diartikan sebagai kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah) yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional lembaga yang pada akhirnya untuk mencapai misi dan tujuan dari lembaga tersebut. Fundraising adalah suatu kegiatan penggalangan dana dari individu, organisasi, maupun badan hukum. Fundraising juga merupakan proses mempengaruhi masyarakat. Dalam fundraising, selalu ada proses mempengaruhi. Proses ini meliputi kegiatan memberitahukan, mengingatkan, mendorong, membujuk, merayu atau mengiming-iming, termasuk juga melakukan penguatan/stressing, jika hal tersebut memungkinkan atau diperbolehkan. Fundraising sangat berhubungan dengan kemampuan perseorangan, organisasi, badan hukum untuk mengajak dan mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kesadaran dan kepedulian. Subtansi dasar fundraising dapat diringkas pada tiga hal; motivasi, program, dan metode ( www.hendrakholid.net). Motivasi, adalah serangkaian pengetahuan, nilai-nilai, keyakinan dan alasan-alasan yang mendorong donatur untuk mengeluarkan sebagian hartanya. Dalam kerangka fundraising, nazhir atau amil harus terus melakukan edukasi, sosialisasi, promosi, dan transfer informasi sehingga menciptakan kesadaran dan kebutuhan pada calon wakif atau muzakki. Program, yaitu kegiatan pemberdayaan implementasi visi dan misi lembaga perwakafan (nazhir) sehingga masyarakat yang mampu tergerak untuk memberikan zakat dan wakaf. Sedang metode fundraising adalah pola, bentuk atau cara-cara yang dilakukan oleh sebuah lembaga dalam rangka menggalang dana dari masyarakat. Metode fundraising harus mampu memberikan kepercayaan, kemudahan, kebanggaan dan manfaat lebih bagi masyarakat donatur. Jadi, yang dimaksud dengan strategi fundraising adalah Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya dari individu, kelompok, organisasi, masyarakat, pemerintah, perusahaan, maupun badan hukum yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional organisasi untuk mencapai misi dan tujuan organisasi. Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 11
  • 16. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Pengertian Zakat dan Wakaf Zakat, ditinjau dari segi bahasa merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik (Mu’jam Wasith, Juz 1, hal.398). Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik. Dari segi istilah fiqh, al-Zakah ism li qadar makhshush min mal makhshush yajibu sharfuhu ila ashnaf makhshush. (Muhammad Al-Syarbini, hal.187 ). (zakat adalah suatu sebutan untuk kadar tertentu dari harta tertentu yang wajib dibagikan untuk pihak-pihak yang juga tertentu). Zakat berarti tumbuh (numuww), berkembang dan berkah disebut dalam HR. At-Tirmidzi atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan seperti disebut dalam QS. At-Taubah : 103:                    Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS : At-Taubah/9 : 103). Zakat juga berarti bertambah (ziyadah). Jika diucapkan, zaka al-zar’, artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakaata alnafaqaah, artinya nafkah tumbuh dan bertambah jika diberkati. Zakat berarti “berkembang” (an namaa`) atau “pensucian” (attath-hiir), (www.semuabisnis.com). Abu Muhammad Ibnu Qutaibah mengatakan bahwa lafadz zakat diambil dari zakah yang berarti nama’ (kesuburan dan penambahan). Abu Hasan alWahidi mengatakan bahwa zakat mensucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya. Menurut Mohammad Daud Ali, zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dan subur. Makna lain dari zaka, sebagaimana digunakan alQur’an adalah suci dari dosa. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dari segi bahasa zakat diartikan an-nama’ yang berarti kesuburan/ tumbuh/ berkembang. Zakat, albarakatu, keberkahan, thaharah, kesucian, dan ash-shalahu, keberesan (Majma Lughah al-Arabiyah ; 1972 ; hal. 396). Menurut istilah, al-Mawardi dalam kitab Hawi, zakat adalah sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu. Asy-Syaukani, mengatakan bahwa zakat adalah memberi suatu bagian dari harta yang sudah sampai nishab kepada orang fakir dan sebagainya. Zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan oleh syara’. Menurut syara’, zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu (haqqun muqaddarun yajibu fi amwalin mu’ayyanah). 12 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 17. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Dengan perkataan “hak telah ditentukan besarnya“ (haqqun muqaddarun), berarti zakat tidak mencakup hak-hak berupa pemberian harta yang besarnya tidak ditentukan, misalnya hibah, hadiah, wasiat, dan wakaf. Dengan perkataan“yang wajib (dikeluarkan)“ (yajibu), berarti zakat tidak mencangkup hak-hak yang sifatnya sunnah atau tathawwu’, seperti shadaqah tathawwu’ (sedekah sunah). Sedangkan ungkapan“pada harta-harta tertentu“ (fi amwaalin mu’ayyanah ) berarti zakat tidak mencakup segala macam harta secara umum, melainkan hanya harta-harta tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan nash-nash syara’ yang khusus, seperti emas, perak, onta, domba, dan sebagainya (www.gaulislam.com). Menurut istilah syara' juga, zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu atau hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.” (Al-‘inayah hlm.481). Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan, “Menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT.” Menurut Mazhab Syafi’I, zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut mazhab Hanbali, zakat ialah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. Yang dimaksud dengan kelompok khusus adalah delapan kelompok yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran surat al-Taubah ayat 60. Dari sini jelaslah bahwa kata zakat, menurut terminologi para fuqaha, dimaksudkan sebagai “penunaian”, yakni penunaian hak yang wajib yang terdapat dalam harta. Zakat juga dimaksudkan sebagai bagian harta tertentu dan yang diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Zakat dinamakan sedekah karena tindakan itu akan menunjukan kebenaran (shidiq) seorang hamba dalam beribadah dan melakukan keta’atan kepada Allah SWT. Zakat menurut syara‘ dalam bahasa Al-Qur’an dan as-sunnah digunakan juga kata shadaqah, berbeda dengan nama-nama yang diberi nama (al-ahkam al-sulthaniah bab II) :“wilayah al-shadaqat“ (http://labkom.unikom.co.id). Sementara itu, wakaf secara bahasa menurut Al-Azhari (jilid 9) dalam Tahdzibu al-Lughah berarti al-habsu (menahan). Kata al-waqf adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu al-syai’, yang berarti menahan sesuatu. Imam Anatarah, dalam syairnya, berkata: “Untaku tertahan di suatu tempat, Seolah-olah dia tahu agar aku bisa berteduh di tempat itu”. Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau “tetap berdiri. Kata “Waqafa-Yaqifu-Waqfan” sama artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Tahbisan”. Dengan demikian, pengertian wakaf, secara bahasa, adalah menyerahkan harta (tanah, uang, bangunan, dan lain-lain) kepada orang-orang miskin--atau untuk orang-orang miskin--untuk ditahan. Diartikan demikian, karena barang Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 13
  • 18. Strategi fundrasing zakat dan wakaf milik itu dipegang dan ditahan oleh orang lain, seperti menahan hewan ternak, tanah dan segala sesuatu (Zamakshsyari). Secara gramatikal, penggunaan kata “auqafa” yang digabungkan dengan kata-kata di atas (segala jenis hewan dan tanah) atau yang lainnya, termasuk ungkapan yang tidak lazim (jelek). Yang benar, adalah dengan menggunakan kata kerja “waqaftu”, tanpa memakai hamzah (auqaftu) (Qamus Muhit). Adapun, yang semakna dengan kata “habistu”, adalah seperti ungkapan: “waqaftu al-syai’ aqifuhu waqfan”. tidak dibaca “auqaftu”, karena hal itu adalah ungkapan yang salah. Sedangkan, kata mauquf (obyek wakaf) adalah bentuk masdar atau menunjukkan bentuk masdar dari kata “waqafa”, meskipun yang dimaksud adalah isim maf’ul (objek). Karenanya, bentuk pluralnya adalah auqaf, seperti kata waqtu (waktu) yang bentuk pluralnya adalah auqat (Mathrazi, 1328 H). Sebagai kata benda, kata wakaf semakna dengan kata al-habsu. Kalimat: habistu ahbisu habsan dan kalimat: ahbastu uhbisu ahbaasan, maksudnya adalah waqaftu, yaitu menahan. Dan kalimat hubisa al-faras fi sabilillah (menahan kuda di jalan Allah) dan kalimat ahbisuhu (aku menahannya), berarti kuda itu menjadi muhbis atau haabis (tertahan), dan kata muannatsnya adalah habisah (kuda betina yang tertahan). Sedangkan bentuk pluralnya adalah habais (barang-barang yang tertahan), sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits: “…yang demikian itu adalah habisun fi sabilillah”, artinya kuda yang ditahan oleh para prajurit sebagai tunggangan untuk berjihad (perang). Kata haabis adalah isim fa’il (kata ganti subyek) yang bermakna isim maf’ul (kata ganti objek), dan setiap yang tertahan di muka bumi ini dinamakan haabis, yang terletak di atas sesuatu, waqafahu shahibuhu wakafan muharraman, sahabatnya mewakafkan dia sesuatu yang tidak bisa diwariskan, tidak dihibahkan dan tidak pula dijual, baik rumah ataupun kurma, dimana barang tersebut bentuk dasarnya didiamkan untuk jangka waktu yang lama, dan hasilnya disalurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam peristilahan syara’ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul ashli ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa imbalan (Tim DEPAG, 2006). Pengertian menghentikan ini, jika dikaitkan dengan waqaf dalam istilah ilmu tajwid ialah tanda berhenti dalam bacaan Al-Qur’an. Begitu pula bila dihubungkan dalam masalah haji yaitu wuquf, berarti berdiam diri atau bertahan di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Definisi wakaf menurut etimologis atau lughat yang bermakna menahan harta dan memanfaatkan hasilnya di jalan Allah atau ada juga yang bermaksud menghentikan. Maknanya disini, menghentikan manfaat keuntungannya dan diganti untuk amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala aktifitas yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta (‘ain benda itu), seperti menjual, mewariskan, menghibahkan, mentransaksikannya, maka setelah di 14 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 19. Strategi fundrasing zakat dan wakaf jadikan harta wakaf, tidak boleh tidak, hanya untuk keperluan agama semata, bukan untuk keperluan si wakif atau individual lainnya (Abdul Halim, 2005). Abu Bakar Jabir Al-Jazair mengartikan wakaf sebagai penahanan harta sehingga harta tersebut tidak bisa diwaris, atau dijual, atau dihibahkan, dan mendermakan hasilnya kepada penerima zakat. Sementara dalam UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, disebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dalam perspektif ekonomi, wakaf dapat didefinisikan sebagai pengalihan dana (atau aset lainnya) dari keperluan konsumsi dan menginvestasikannya ke dalam aset produktif yang menghasilkan pendapatan untuk konsumsi di masa yang akan datang baik oleh individual ataupun kelompok. Dari beberapa definisi diatas, mengindikasikan sifat abadi wakaf atau dengan ungkapan lain, istilah wakaf diterapkan untuk harta benda yang tidak musnah dan manfaatnya dapat diambil tanpa mengonsumsi harta benda itu sendiri. Oleh karenanya wakaf identik dengan tanah, kuburan, masjid, langgar, meskipun adapula wakaf buku-buku, mesin pertanian, binatang ternak, saham dan aset, serta uang tunai (wakaf tunai/cash waqf). Dengan demikian, secara garis besar wakaf dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, direct wakaf dimana aset yang ditahan/diwakafkan dapat menghasilkan manfaat/jasa yang kemudian dapat digunakan oleh orang banyak (beneficaries) seperti rumah ibadah, sekolah dan lain-lain. Kedua, adalah wakaf investasi (aset yang diwakafkan digunakan untuk investasi). Wakaf aset ini dikembangkan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dapat dijual untuk menghasilkan pendapatan, dimana pendapatan tersebut kemudian digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas umum seperti masjid, pusat kegiatan umat Islam, dan lain-lain (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007). Sedangkan menurut istilah, wakaf didefiniskan sebagai berikut: Pertama, Imam Nawawi, yang bermadzhab Syafi’I, mendefinisikan wakaf dengan: “Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”. Definisi ini dikutip oleh Al-Munawi dalam bukunya, Al-Taisir (Al-Munawi, 2003). Kedua, Ahmad Imam Syarkhasi, dari madzhab Hanafi, mendefinisakn wakaf dengan: Habsul mamluk ‘an al-tamlik min al-ghair, menahan harta dari jangkauan (kepemilikan) orang lain (Al-Syarkhasi, Jilid 12). Kata mamluk (harta milik) adalah kata untuk memberikan pembatasan harta yang tidak bisa dianggap milik. Kalimat ‘an al-tamlik min al-ghair (dari jangkauan (kepemilikan) orang lain, artinya bahwa harta yang akan diwakafkan itu tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan wakif. Ketiga, Ibn Arafah, dari Madzhab Maliki, mendefinisikan wakaf adalah memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan (pengandaian) (Muhammad Abid Abdullah Al-Kabasi, 2003). Kalimat “memberikan manfaat” berarti mengcualikan pemberian barang, seperti hibah. Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 15
  • 20. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Maka orang yang berhibah berarti memberikan barang kepada yang dihibahkan. Kalimat “sesuatu” berarti selain manfaat uang atau yang diuangkan. Kalimat “batas waktu keberadaannya” adalah kalimat penjelas untuk sesuatu yang dipinjamkan dan sesuatu yang dikelola. Keempat, Ibn Qudamah, dari kalangan madzhab Hambali, memberikan definisi wakaf sebagain menahan yang asal dan memberikan hasilnya (Ibn Qudamah, Al-Mughni ma’a Syarh Al-Kabir, jilid 6). Dari sini, jelas bahwa definisi tersebut berasal dari hadits Nabi SAW kepada Umar bin Khathab, dalam kitab AlBidayah wa Nihayah (jilid 7) “Tahanlah asalnya dan alirkan hasilnya” Maksud dari kata “asal” adalah baraang yang diwakafkan. Maksud dari kalimat “mengalirkan manfaat” adalah memberikan manfaat barang yang diwakafkan, barupa keuntungan dan hasilnya, untuk suatu kemaslahatan tertentu. Prinsip, Urgensi, dan Keterampilan Fundraising Prinsip Fundraising Ada beberapa prinsip Fundraising. Pertama, Harus Meminta, seorang penggalang dana yang efektif harus meminta dengan jelas apa yang harus diberikan, setelah memperhitungkan kemampuan dan kemauan donatur untuk memberi sumbangan ketika ia (penggalang dana) memutuskan apa yang dimintanya dari donatur bersangkutan. Ia juga harus mengulangi permintaan itu untuk menekankan pesannya, dan ia harus membuat segalanya sedemikian rupa sehingga mudah bagi donatur untuk memberikan jawaban (Michael Norton, 2001). Kedua, Pendekatan Pribadi, banyak penggalang dana yang lebih suka mengirimkan surat meminta sumbangan. Ini bukan merupakan cara yang efektif untuk mendapat sumbangan. Fundraiser perlu memikirkan masak-masak bagaimana melakukan pendekatan yang terbaik (efektif). Setidaknya ada dua cara yang patut dipertimbangkan: (1) Adakan pertemuan di lokasi program, karena dengan begitu calon donatur dapat melihat kegiatan lembaga dan bertemu muka dengan kelompok-kelompok yang mendapat manfaat dari program. (2) Gambarkan rekaman program dengan rekaman video, atau dengan foto-foto, atau bawalah beberapa orang rekan kerja ke rapat-rapat penggalang dana (www.google.com/Yayasan Obor Indonesia). Ketiga, Memahami Sudut Pandang Donatur. Dalam diri donatur mungkin timbul berbagai perasaan dan pikiran ketika ia memutuskan akan memberikan sumbangan. Seorang penggalang dana harus memahami proses ini (www.google.com/Yayasan Obor Indonesia). Tindakan memberi sumbangan dilandasi oleh keyakinan, harapan, dan kemurahan hati. Penggalang dana juga perlu memahami bahwa donatur mungkin punya alasan pribadi sehingga ia mau memberi sumbangan, dan membangun di atas kepentingan donatur itu (www.google. Com/Menggalang Dana). Keempat, Menggalang Dana berarti Berhubungan dengan Donatur. Donatur tidak memberi sumbangan pada organisasi. Donatur memberi sumbangan untuk menolong orang lain atau melakukan sesuatu guna mewujudkan dunia yang lebih baik. Tugas penggalang dana adalah menunjukkan bahwa ia dapat berperan membantu donatur melakukan apa yang ingin dilakukannya. Salah 16 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 21. Strategi fundrasing zakat dan wakaf satu cara untuk menunjukkan itu adalah melalui study kasus, yaitu dengan cara melukiskan kegiatan yang dilakukan dengan contoh-contoh dari orang-orang yang pernah dibantu, tunjukkan bagaimana penggalang dana mengubah kehidupan mereka, tunjukkan apa yang dilakukan untuk mewujudkan lingkungan yang lebih asri, dan sebagainya. Dengan demikian penggalang dapat menunjukkan kepada donatur bahwa uang sumbangan merekalah yang menghasilkan semua perbaikan dalam kehidupan itu. Kelima, Menggalang Dana Berarti Menjual. Menggalang dana adalah sebuah proses yang terdiri atas dua tahap: Tahap ke-1, Menunjukkan kepada calon donatur bahwa ada kebutuhan penting yang dapat dipenuhi melalui kegiatan lembaga (www.google. Com/Menggalang Dana). Jika mereka sependapat bahwa kebutuhan itu penting, dan perlu dilakukan sesuatu yang berarti untuk itu, dan jika mereka sependapat bahwa bahwa organisasi anda sedang melakukan sesuatu yang berarti untuk mengadakan perubahan, dan jika anda dapat menunjukkan kepada mereka bahwa dukungan dari mereka akan dapat membuahkan hasil yang baik lagi-maka akan mudah meminta mereka untuk memberi sumbangan (Michael Norton, 2001). Tahap ke-2, Menggalang dana bukan berarti meminta uang tetapi lebih mengenai menjual ide bahwa donatur dapat mewujudkan perubahan dalam masyarakat. Menggalang dana juga lebih banyak mengenai “menjual” dari pada mengenai “bercerita”. Menggalang dana adalah meyakinkan orang agar mau menyumbang, dan menunjukkan alasan-alasan mengapa kegiatan bersangkutan penting (www.gooogle.com/menggalang dana). Sukses Fundraiser tergantung pada kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu untuk membantu dan mendukung (www.gooogle.com/menggalang dana). Keenam, Kepercayaan dan Hubungan Masyarakat. Orang lebih suka memberi sumbangan kepada organisasi dan kegiatan yang sudah mereka kenal. Ini berarti reputasi organisasi dan hubungan masyarakat yang baik sangat penting (www.gooogle.com/menggalang dana). Berita di media mengenai kegiatan organisasi, memaparkan hasil-hasil yang dicapai dalam brosur yang dikirimkan kepada penyumbang, mendapatkan dan menyebarkan komentar mengenai mutu kegiatan dari para ahli dan tokoh-tokoh masyarakat, semua ini dapat membuat orang menyadari pentingnya apa yang lembaga lakukan dan membuat orang yakin bahwa lembaga melakukan kegiatan yang berguna dan membuahkan hasil, dan ini membuat lebih mudah bagi mereka untuk memutuskan mendukung kegiatan. Ketujuh, Donor tidak tahu berapa harus memberi. Salah satu masalah adalah donatur tidak tahu harus memberi berapa besar. Mereka mungkin tidak ingin memberi terlalu besar, tetapi di pihak lain, mereka juga mungkin tidak ingin memberi terlalu sedikit, agar tidak dikira kikir (www.gooogle.com/menggalang dana). Kedelapan, Mengucapkan Terima Kasih. Mengucapkan terima kasih sangat penting, karena dengan mengucapkan terima kasih, berarti menghargai dan mengakui kedermawanan donatur (www.gooogle.com/menggalang dana). Mengucapkan terima kasih juga sebuah tindakan untuk kepentingan sendiri dalam arti yang baik, yaitu donatur menjadi merasa lebih dekat dengan organisasi dan boleh jadi bersemangat untuk memberi sumbangan lagi di masa depan. Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 17
  • 22. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Kesembilan, Keterlibatan dan Kesungguhan Berbuat untuk Jangka Panjang. Yang diperlukan sebenarnya adalah donatur memberi sumbangan secara teratur dan dalam jumlah cukup besar. Semua upaya untuk mencari donatur dan meyakinkannya sehingga ia mau memberi sumbangan akan benar-benar berhasil hanya jika donatur terus memberi selama bertahun-tahun dan memberi sumbangan yang cukup besar. Dan jika donatur kemudian bersedia meminta teman-temanya untuk membantu atau menyumbangkan waktu sebagai sukarelawan, itu berarti fundraiser mendapat bonus. Untuk mencapai ini berarti fundraiser harus mengajak donatur agar mau terlibat dalam kegiatan organisasi dan sungguh-sungguh membantu organisasi mencapai tujuannya. Kesepuluh, Tanggung Jawab dan Melapor. Bila fundraiser mendapat dana dari seseorang, maka mempunyai tanggung jawab untuk: (1)Memastikan uang itu dibelanjakan untuk tujuan yang telah ditentukn sebelumnya. Bila ini tidak dilakukan, itu berarti telah ingkar janji. (2)Memastikan uang itu dibelanjakan dengan sebaik-baiknya dan benar-benar mencapai hasil yang nyata. Langkah selanjutnya adalah memberi laporan kepada para donatur sekalipun donatur tidak memintanya. Ini dilakukan untuk menunjukkan kepada donatur bahwa dana sumbangannya digunakan dengan efektif (www.gooogle.com/menggalang dana). Urgensi Fundraising Menurut Michael Norton (2001) Menggalang dana adalah unsur yang sangat penting karena menentukan berhasil atau tidaknya organisasi. Urgensinya terletak pada 5 (lima) hal yaitu: Pertama, Bertahan hidup. Semua organisasi perlu uang agar dapat terus hidup, baik untuk membiayai proyek dan program pembangunan masa depan, membayar upah dan gaji staf, biaya operasi kantor, pengeluaran rutin, merawat bangunan kantor dan kendaraan, dan untuk membeli alat-alat baru. Daftar kebutuhan itu menjadi sangat panjang. Satu hal yang pasti adalah bila uang tidak dihimpun, organisasi tidak dapat melakukan kegiatan. Bila kegiatan tidak dilakukan, maka semua kebutuhan yang mendesak itu tidak dapat terpenuhi. Kedua, Perluasan dan pengembangan. Organisasai yang ingin terus hidup di masa depan perlu memperluas dan mengembangkan kegiatan, meningkatkan layanan, memperluas kegiatan ke daerah atau wilayah lain, melakukan penelitian, melakukan kampanye dan advokasi, mengadakan eksperimen dan mencari terobosan. Untuk itu diperlukan dana dalam jumlah yang lebih besar lagi. Ketiga, Mengurangi hidup bergantung. Banyak organisasi yang dibiayai dana yang diperoleh dari satu atau beberapa donatur besar. Ini dapat menempatkan organisasi dalam situasi hidup bergantung pada pihak lain. Jika salah satu dari dana bantuan itu dihentikan, maka dapat menimbulkan krisis keuangan. Mencari donatur-donatur baru dan menciptakan sumber-sumber penghasilan lain dapat mengurangi hidup bergantung. Keempat, Membangun landasan pendukung. Menggalang bukan sematamata urusan uang. Menggalang dana juga berurusan dengan menggalang pendukung. Setiap pendukung sangat penting bagi sebuah organisasi fundraiser. Semua pendukung dapat diyakinkan untuk memberi lagi dalam jumlah yang lebih besar. Mereka juga dapat menjadi sukarelawan atau mengajak teman-teman 18 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 23. Strategi fundrasing zakat dan wakaf mereka untuk mendukung organisasi. Jumlah pendukung menunjukkan tingkat dukungan yang dapat dicapai organisasi, dan karena itu dapat menambah kekuatan lobi dan kampanye organisasi. Kelima, Menciptakan organisasi yang efektif dan kokoh. Menggalang dana bukan hanya soal mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan agar organisasi bertahan hidup dan menyusun rencana untuk mengadakan perluasan dan pengembangan. Menggalang dana juga soal membantu mewujudkan organisasi yang efektif dan kokoh yang mampu hidup terus di masa depan. Cara yang dapat dilakukan adalah membangun kelompok donatur yang besar dan aktif, mencari orang-orang yang mau mendukung dan merasa turut terlibat dan penting bagi organisasi, serta bersedia memberi dukungan dalam jangka panjang. Keterampilan Fundraising Ada sejumlah keterampilan yang perlu dikuasai fundraiser jika ingin berhasil dalam menggalang dana, yaitu : Mulai mengikuti pelatihan atau menggali pengalaman yang diperlukan, mencari jalan untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan dengan cara mengerahkan orang lain untuk membantu, kesungguhan membantu mewujudkan tujuan organisasi, kemampuan meminta, kemampuan meyakinkan, percaya diri dalam menghadapi penolakan, kegigihan, kejujuran, keterampilan sosial, keterampilan berorganisasi, imajinasi dan kreativitas, kontak dan kemampuan menambah kontak, dan menangkap peluang (Michael Norton, 2001). Menyusun Strategi Fundraising Strategi Menggalang dana menurut Michael Norton (2001) merupakan tulang punggung kegiatan Fundraising sebuah organisasi. Karena itu perlu menyusun langkah-langkah strategis, sebagai berikut: 1. Menentukan Kebutuhan Proses ini dapat diawali dengan menentukan tujuan dan kebutuhan organisasi terlebih dahulu. Seperti: Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi dari sisi keuangan agar organisasi dapat terus melakukan kegiatan pada tingkat operasi yang sekarang? Berapa jumlah uang yang sudah dapat dipastikan akan tersedia dan berapa yang perlu digalang untuk membiayai pengeluaran? Hitung-hitungan ini biasanya dalam bentuk anggaran tahunan dan anggaran bergulir untuk jangka pendek dan jangka menengah (misalnya, untuk lima tahun yang akan datang). 2. Bagaimana agar Organisasi bisa Berkembang Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membiayai organisasi di masa depan: Pertama, Pengembangan Modal. Ini dapat dilakukan dengan mengembangkan dana abadi (corpus funds) dan mengurangi hidup bergantung kepada pihak luar dan mengembangkan sumber dana independen. Kedua, Mengembangkan landasan keanggotaan dan pendukung. Ketiga, Kemampuan berdiri sendiri untuk jangka panjang. 3. Mengidentifikasi Sumber Daya Dalam menyusun strategi menggalang dana yang baik, sebaiknya kita mengidentifikasi sumber-sumber dana yang mungkin dapat digali: Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 19
  • 24. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Dukungan dari perseorangan, dia diajak menjadi anggota atau memberi sumbangan, Sumbangan besar selama hidup, dan warisan setelah meninggal dunia, Dukungan dari kegiatan Fundraising, seperti menggalang dana yang berasal dari sumbangan masyarakat, mengadakan malam hiburan, acara missal seperti jalan kaki 10 kilometer, Pemberian dalam bentuk barang (oleh perorangan atau perusahaan), Pendapatan dari imbalan, kutipan, dan hasil berjualan, Pendapatan investasi dari dana abadi atau bunga deposito, Hibah dari lembaga pemerintah pusat, Hibah dari lembaga non pemerintah, Hibah dari pemerintah daerah (kota, kecamatan, provinsi, negara bagian), Hibah dari lembaga donor internasional atau nasional, Hibah dari yayasan internasional atau lokal, Dukungan dari perusahaan (memberi sumbangan, atau menjadi sponsor), Menyumbangkan keahlian dan ketrampilan atau fasilitas (Michael Norton, 2001). 4. Menilai Peluang Sebelum memutuskan sumber-sumber mana yang akan digali, perlu mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini : pengalaman di masa lalu, pendukung organisasi yang berkaitan, Kita ingin menjadi organisasi macam apa, Gaya kita melakukan kegiatan, radikal atau konservatif, inovatif atau pelopor? Sumber daya dan keahlian yang dimiliki, Sumber dana yang ada sekarang, peluang yang terbuka, dan siapa yang kita kenal. Tabel 1 SUMBER DANA Sumber Jangka Pendek dan Sumber Jangka Panjang Jangka Pendek 1. Hibah dari sebuah Yayasan untuk sebuah proyek tertentu 2. Sumbangan dana dari sebuah perusahaan 3. Perusahaan jadi sponsor 4. Hasil menggalang dana dari rumah ke rumah 5. Hibah dari pemerintah untuk waktu terbatas Jangka Panjang 1. Kerjasama dengan lembaga donor untuk menggalang dana jangka panjang 2. Acara malam dana setiap tahun 3. Pendapatan dari iuran anggota 4. Sumbangan tahunan dari donor 5. Kontrak jangka panjang penyedia jasa dengan lembaga pemerintah 5. Mengidentifikasi Hambatan Hambatan akan selalu ada ketika kita melakukan sesuatu. Ada hambatan yang timbul karena sifat organisasi dan apa yang diperjuangkannya. Ada yang timbul dari dalam tubuh organisasi sendiri. Beberapa datang dari luar. Apapun sumber hambatan, perlu diperhitungkan ketika menyusun rencana menggalang dana. 6. Merumuskan Srategi Ada beberapa teknik sederhana yang dapat anda gunakan untuk perencanaan strategis. Berikut ini empat teknik yang mungkin berguna untuk anda: Matriks Ansoff (Ansoff Matrix), membandingkan teknik lama dengan teknik baru, Analisis SWOT (Strength: Kekuatan, Weakness: 20 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 25. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Kelemahan, Opportunity: Peluang, dan Threats: Ancaman), Analisis Pihak berkepentingan, dan Analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, dan Teknologi). Dalam implementasinya, penggalangan dana dapat memanfaatkan strategi pelayanan dan informasi serta program selling yang melibatkan selebriti dan tokoh terkenal (Michael Norton, 2001). Teknik Menggalang Dana Menurut Michael Norton (2002) sedikitnya, ada 9 (sembilan) teknik penggalangan dana zakat dan wakaf, yaitu: 1. Membentuk Kelompok Penggalangan Dana Salah satu cara lembega zakat dan wakaf dalam menyelenggarakan pemungutan (Fund Raising) adalah dengan membentuk kelompok penggalangan dana yang bertugas mencari, memungut zakat dari para Muzakki. Imam Nawawi mengatakan hendaklah para imam (pemimpin suatu lembaga) dan pelaksana serta orang yang diserahi tugas membagikan zakat, melakukan pencatatan para Mustahiq untuk mengetahui jumlah dan ukuran kebutuhan mereka. Sehingga seluruh zakat itu diselesaikan setelah diketahui jumlah zakat itu, agar segera diselesaikan hak mereka dan untuk menjaga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.(M.Djamal Doa, 2004; 20) Artinya sebelum melaksanakan kegiatan pengumpulan dana, minimal diketahui dahulu Deskripsi atau gambaran peta Mustahiq (Nurani Galih Savitri, 2010). 2. Menyelenggarakan Acara Penggalangan Dana Misalnya dilakukan dengan cara menyelenggarakan sebuah event untuk pengumpulan dana. Seperti: malam amal, lelang lukisan, lelang busana tokoh terkenal, lelang karya tokoh, konser musik amal atau bentuk event lain yang digunakan untuk penggalangan dana. 3. Kontak Perusahaan Dalam hal ini, para petugas penggalang dana zakat serta wakaf mengontak perusahaan-perusahaan untuk diajak kerjasama atau untuk mendayagunakan dana perusahaan yang sudah terhimpun dalam dana CSR (Corporate Social Responsibility), dari aktifitas ini para penggalang dana harus benar-benar dapat meyakinkan perusahaan, dana yang dikelola dan didayagunakan itu dapat didistribusikan kepada yang berhak dan tepat sasaran, serta menjaga nama baik perusahaan yang mempercayakan dananya untuk dikelola (Yuli Pujihardi, 2005). 4. Direct Mail dan Pendekatan Pribadi Taktik yang dilakukan oleh LAZ dengan cara berinteraksi langsung dengan masyarakat, khususnya yang berpotensi menyumbangkan dananya. Strategi Direct Fundraising ini dilakukan dengan tujuan bisa mewujudkan donasi masyarakat seketika atau langsung setelah terjadinya proses interaksi tersebut. Teknik penggalangan dana yang dilakukan dengan cara melakukan kontak secara langsung dengan masyarakat calon donatur. Selain berdialog langsung, maka pertemuan ini juga biasanya digunakan untuk membagikan brosur, leaflet atau barang cetakan lain guna mendukung keberhasilan penggalangan dana. Tidak sedikit pula pertemuan ini digunakan untuk menghimpun donasi secara langsung. Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 21
  • 26. Strategi fundrasing zakat dan wakaf 5. Buletin dan Media Publikasi LAZ ( Lembaga Amil Zakat) dalam perjalanannya dan perkembangannya juga perlu untuk menerbitkan bulletin, buku, kampanye Zakat, spanduk, Banner, menyewa Space satu lembar yang menjelaskan aktifitas dan kegitan yang sedang dilaksanakan, akan dilaksanakan dan yang sudah dilaksanakan dalam suatu surat kabar nasional, dan lain-lain. Tujuannya agar masyarakat awam tahu akan pentingnya berzakat. Hal ini dilakukan dengan dua hal; membuat berita dan memasang iklan. 6. Auto Debet Dalam perjalanan dan perkembangan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dewasa ini banyak lembaga yang sudah mempunyai rekening sendiri di Bank-Bank Milik BUMN maupun Swasta, tujuannya agar Muzakki mudah dalam menyalurkan zakatnya (Zaim saidi dll, 2006). 7. M-Zakat/SMS Zakat Beberapa LAZ saat ini sudah ada fasilitas pembayaran zakat melalui Short Massage Service (SMS), contohnya BAZNAS Dompet Dhuafa Republika, LAZ Indosat, Telkomsel dan lain-lain. Fasilitas ini memberikan kemudahan bagi para penggunadan penikmat telpon selular untuk berinfaq dan berzakat, secara otomatis para penikmat telpon selular yang menggunakan fasilitas ini akan berkurang saldo pulsanya. 8. Telefundraising yaitu teknik penggalangan dana yang dilakukan dengan cara melakukan kontak telepon kepada masyarakat calon donatur. Telepon iniumumnya dilakukan sebagai follow up dari surat yang telah dilakukan atau pertemuan yang pernah dilakukan. 9. Kerjasama Program Yaitu taktik yang dilakukan oleh LAZ dengan cara bekerjasama dengan organisasi atau perusahaan pemilik dana. Dalam hal ini LAZ mengajukan proposal kegiatan kepada sebuah organisasi atau perusahaan. Proposal tersebut dipresentasikan di hadapan personil yang mewakili organisasi atau perusahaan. Dalam proposal tersebut harus termuat manfaat proposal bagi masyarakat yang dibantu, bagi organisasi atau perusahaan yang akan membiayai program dan bagi LSM tersebut. Dalam proposal tersebut digambarkan sekilas hak dan kewajiban masing-masing pihak. Mekanisme bentuk donasi yang bisa dilakukan oleh organisasi atau perusahaan seperti bantuan langsung dari dana sosial yang sudah dianggarkan, penyisihan laba perusahaan atau dari potongan setiap transaksi belanja konsumen perusahan. Penutup Strategi fundraising adalah Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya dari individu, kelompok, organisasi, masyarakat, pemerintah, perusahaan, maupun badan hukum yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional organisasi untuk mencapai misi dan tujuan organisasi. Setiap fundraiser hendaknya memahami prinsip, urgensi, dan keterampilan fundraising. 22 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 27. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Menyusun Strategi Fundraising dimulai dengan Menentukan Kebutuhan, merumuskan bagaimana agar Organisasi bisa Berkembang, mengidentifikasi sumber daya, menilai peluang, mengidentifikasi hambatan, dan merumuskan strategi. Sementara teknis fundraising terdiri dari: Membentuk Kelompok Penggalangan Dana, Membentuk Kelompok Penggalangan, Menyelenggarakan Acara Penggalangan Dana, Kontak Perusahaan, Direct Mail dan Pendekatan Pribadi, Buletin dan Media Publikasi,e Auto debet, sms-Zakat, Telefundraisng, dan kerja sama program. Daftar Pustaka Al-Azhari, Materi wakaf dalam Tahdzibu al-Lughah, jilid 9. Al-Shahah (Taj AlLughah wa Shahahu Al-Arabiyyah), karangan Al-Jauhari, jilid 4 Efendi, Onong Uchjana, 1999. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Halim, Abdul, 2005. Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Ciputat Press. Hasanudin, 2010. Manajemen Zakat dan Wakaf, Dakwah Press: Jakarta. Majma Lughah al-Arabiyah, 1972. al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar el-Ma’arif. Mathrazi, al-Maghrib, India: Dairat al-Ma’arif al-Nidzamiyah, 1328 H, jilid 2, cet.I. Al-Munawi, 2003. Taisir Al-Wuquf ‘ala Gawamidi Ahkam Al-Wuquf, seperti dikutip Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Ciputat: Dompet Dhuafa dan IIMaN. Norton, Michael, 2001. Menggalang Dana; Penuntun bagi LSM dan Organisasi Sukerela di Negara-negara Selatan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, Cet. Ke-1. Pujihardi, Yuli, 2005. “Panduan Menggalang Dana Perusahaan; Teknik dan Kiat Sukses Menggalang Dana Sosial Perusahaan” Jakarta: Piramedia. Qudamah, Ibn, Al-Mughni ma’a Syarh Al-Kabir, jilid 6. Rafiudin dan Maman Abd. Jalil, 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: Pustaka Setia. Saidi, Zaim dkk, 2003. Pola dan Strategi Penggalangan Dana Sosial di Indonesia, Jakarta: PIRAC. Saidi, Zaim, As’ad Nugroho dan Hamid Abidin, 2006. Merebut Hati Lembaga Donor; Kiat Sukses Pengembangan Program; Manual dan Panduan Menyusun Proposal dengan Teknik Analisis Kerangka Logis, Jakarta: Piramedia. Salim, Peter, 2000. Salim’s Ninth Collegiate English- Indonesian Dictionary, Jakarta: Modern English Press, cet. Ke-1. Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 23
  • 28. Strategi fundrasing zakat dan wakaf Savitri, Nurani Galuh, 2010. “Panduan Manajemen Kerelawanan; Teknik dan Kiat Sukses Mengelola Program Kerelawanan” Jakarta: Piramedia, Siagian, Sondang, 1986. Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, Jakarta: PT. Gunung Agung. Supriyono, 1985. Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, Jogjakarta: BPFE. Steiner , George dan John Minner, 2002. Manajemen Strategik, Jakarta: Erlangga. Al-Syarbini, Muhammad, Al-Iqna’ fi Halli Alfazh Abi Suja’, Indonesia: Dar Ihya Al-Kutub, tt., Juz I. Tim DEPAG, 2006. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Tim PPPB, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: DP&K dan Balai Pustaka. Wadjdy, Farid, dan Mursyid, 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Umat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http: //www.BlogDetik.com/ http://www.gaulislam.com/definisi-zakat-infaq-dan-shadaqah. www.google.com (yayasan obor Indonesia, menggalang dana). http://www.hendrakholid.net, dikutip tanggal 19 April 2013. http://id.shvoong.com, dikutip tanggal 19 April 2013. http://labkom.unikom.co.id http://www.semuabisnis.com/articles/169611/1 24 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 29. EVALUASI PERDA ZAKAT NO.11 TAHUN 2005 KABUPATEN LEBAK Muhammad Zen Ketua LAZIS dan Dosen Jurusan Manajemen Dakwah Fakulats Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abstrak Lebak district is one of districts that has unique characteristics when it became one of supervised villages under the auspieces of the Ministry of Rural Development Acceleration. This study found that this regency has Zakat bylaw which affected the growing numbers of those who pay alms giving that contribute to the welfare of Lebak communities. However, evaluating the effectiveness of Zakat Bylaw has rarely been done. Local regulation, as a matter of fact, plays as juristic platform to support the implementation of local autonomy policies and assistanship tasks. Among local policies implemented is Lebak District Bylaw number no 11 year 2005 on administering zakat. Keywords: Perda, Zakat, Pemberdayaan, Evaluasi, Dampak, Pengusaha Pendahuluan Sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Banten, Kabupaten Lebak memiliki hari jadi yang jatuh pada tanggal 2 Desember 1828. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang memiliki masyarakat mayoritas beragama muslim 98,96% dan tercatat sebagai daerah yang tertinggal (Bappeda Kab. Lebak, 2009). Pada tahun 2005, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia telah menetapkan Kabupaten Lebak sebagai salah satu daerah tertinggal dari 199 Kabupaten tertinggal yang ada di Indonesia. Pemerintah daerah dan segenap elemen masyarakat setempat secara progresif berusaha mengubah ketertinggalan dengan berbagai pembangunan tertinggal. Termasuk di dalamnya adalah pembangunan infrastruktur, peningkatan transparansi dan partisipasi masyarakat, dan penghimpunan dan pengelolaan dana masyarakat termasuk dalam pengelolaan dana zakat dengan adanya keluar perda (BPS Kab. Lebak, 2008). P erda ini m erupakan pene gasan terhad ap penghimpunan dan penyaluran zakat yang dilakukan oleh amilin dalam hal ini Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten Lebak yang harus dikelola secara amanah dan transfaran. Sekilas Kabupaten Lebak Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 25
  • 30. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak 1. Demografi wilayah Kabupaten Lebak diantaranya meliputi: a. Luas wilayah Kabupaten Lebak, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten, Indonesia. Ibukotanya adalah Rangkasbitung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang di utara, Provinsi Jawa Barat di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Pandeglang di barat (BPS Kab. Lebak, 2008). Kabupaten Lebak terdiri atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas 340 desa dan 5 kelurahan. Adapun luas wilayah kabupaten Lebak 304.472 Ha (3.044,72 Km²) b. Jumlah penduduk Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Lebak adalah sebesar 1.203.680, ya ng terdiri dari 618.636 penduduk laki-laki dan 585.044 perempuan. (BPS Kab. Lebak, 2008). 2. Jaringan Sosial Pengelolaan zakat Berdasarkan penjelasan Ketua BAZDA Lebak bahwa di Lebak tidak ditemukan satupun lembaga amil zakat di Kabupaten Lebak, yang ada justru baru BAZDA Kab. Lebak. Adapun jaringan sosial pengelola zakat BAZDA Kabupaten Lebak dengan lembaga lainnya yaitu terjadi hubungan interaktif BAZDA ke Bupati, ada hubungan konsultatif BAZDA ke DPRD Lebak, ada hubungan konsultatif BAZDA ke ulama, ada hubungan PNS ke BAZDA dalam pembayaran zakat, ada hubungan Kemenag ke BAZDA dalam pembayaran zakat, ada hubungan BAZ Kecamatan ke BAZDA dalam pembayaran zakat, ada hubungan penyaluran zakat BAZDA ke mustahik, dan ada hubungan para pengusaha ke BAZDA dalam pembayaran infak tender. Lebih jelasnya dapat dilihat bagan sebagai berikut: DPRD LEBAK BUPATI LEBAK ULAMA LEBAK PENGUS AHA LEBAK BAZDA LEBAK PNS LEBAK MUSTA HIK KEMENAG BAZ LEBAK KECAMA TAN Sumber: data diolah dari berbagai sumber 26 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 31. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak Proses Lahirnya Perda Zakat Lebak 1. Proses penyusunan a. Latar belakang lahirnya perda No. 11 Tahun 2005 Ketua Pansus Raperda Zakat Kabupaten Lebak, M. Husein, menjelaskan raperda pengelolaan zakat adalah hak inisiatif umat Islam tanpa dibiaya anggaran DPRD Kabupaten Lebak, dan dapat sumbangan dana dari sumber lain. Perda zakat merupakan sebagai konsekuensi logis dari adanya otonomi daerah dalam rangka merubah sistem sentralistik ke desentralisasi yang mendorong umat Islam menunaikan zakat (M. Husein, 2010). Lahirnya Perda Bupati Kab. Lebak No. 11 Tahun 2005 adanya filosofi meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, dan yang sangat penting pengelolaannya dalam aspek manajerial perlu ditingkatkan potensinya. Di samping, merupakan sebagai landasan bagi ‘amilin untuk bekerja secara profesional. Perda ada karena adanya political will eksekutif maupun legislatif yang sepakat dengan para ulama bahwa peran zakat sangat berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan daerah jika diatur dan dikelola dengan baik dan profesional dengan didukung adanya Perda pengelolaan Zakat. Senada juga Wakil Bupati Lebak Ir. H. Amir Hamzah, MSi menjelaskan latar belakang perda zakat berawal dari keprihatinan masyarakat yang kurang mampu dari sisi ekonomi karena banyaknya orang miskin di kabupaten Lebak dan ketidak-pedulian terhadap zakat bahkan masyarakat hanya membayar zakat fitrah saja. Selama ini jumlah dana terkumpul di Bazda tidak sampai 100 juta. Berarti ada yang salah waktu itu mengandalkan zakat fitrah tidak ada zakat mal, infak dan sedekah (wawancara Wakil Bupati Lebak, 2010). Salah satu upaya untuk melakukan optimalisasi penghimpunan Zis sebagai sarana kesejahteraan masyarakat. Melalui jalur formal kepemerintahan, mereka menuntut kepada DPRD Kab. Lebak untuk segara dibuat aturan yang berkaitan dengan perda zakat, yang kemudian lahir Perda No.11 tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat. Melihat realitas sosial-politik yang terjadi saat itu, para anggota dewan melihat peluang untuk memfungsikan penghimpunan dan pendayagunaan zakat di Kabupaten Lebak. Pengesahan Raperda tersebut, karena melihat realitas masyarakat Lebak yang mayoritas beragama muslim, sehingga akan muncul kembali citra positif terhadap DPRD Kabupaten Lebak. Jadi berdasarkan kondisi tersebut, tim pansus raperda perda DPRD Lebak betul-betul ingin memberikan kontribusi masyarakat secara nyata. Kewajiban pemerintah dengan munculnya perda pengelolaan zakat sebagai payung hukum. Mayoritas Islam sadar pentingnya pembangunan masjid dan tidak perlu memintanya melalui jalan-jalan raya. Di samping ada sisi tujuan dibuatnya perda tersebut, untuk meningkatkan potensi kesadaran berzakat, berinfak dan bersedekah di Kabupaten Lebak. serta menciptakan kesalehan sosial guna mencapai Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 27
  • 32. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lebak. Pengembangan dan pengelolaan zakat menjadi perhatian serius dari pemerintah (eksekutif dan legislatif) yang diaplikasikan antara lain dalam bentuk penetapan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2005 tentang P engelo laa n Zakat. b. Yang mengusulkan perda/instruksi Menurut Ketua pansus Raperda Moh. Husen, MH Sebelum ditetapkan keputusan Perda No 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat Kabupaten lebak proses penyusunan perda dilakukan atas inisiatif aspirasi umat Islam yang disampaikan melalui Departemen Agama yang kemudian diteruskan ke anggota DPRD Kabupaten Lebak komisi A dan B. Bagai gayung bersambut anggota DPRD pun mengkaji serius dengan studi banding dan mendatangkan ahli/tokoh Prof Suparman yang kemudian diputuskanlah Perda No.11 tahun 2005 (M. Husein, 2010). c. Pihak yang terlibat dalam proses pembahasan Proses penyusunan dan penetapan keputusan yang berlangsung ; Pertama, bahwa PERDA ini sebagai penajaman dan aplikasi dari UU No. 38 tahun 1999 dan Otonomi Daerah. Kedua, sebagai bentuk akomodir DPRD terhadap keinginan masyarakat yang menghendaki adanya satu peraturan yang dapat dijadikan payung hukum dalam upaya menghimpun dana zakat, infak dan sedekah sebagai upaya mensejahterakan masyarakat di Kabupaten Lebak. Pada saat proses penyusunan, seluruh anggota dewan menyetujui gagasan untuk disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat melalui perwakilannya --MUI, Depag, dan pengusaha-- sebagai bahan masukan untuk penetapan PERDA, katakanlah melalui RAPERDA. Ada nara sumber yang didatangkan yaitu Prof. Suparman pernah dilibatkan dalam proses penyusunan awal RAPERDA. Pembentukan perda ini melibatkan elemen warga masyarakat yang kompeten dalam hal moralitas (Wawancara Komisi C DPRD Lebak, 2010). Singkatnya raperda ini melibatkan seluruh komponen terutama DPRD Kab. Lebak, Depag, MUI, pengusaha, tokoh masyarakat/muzakki, Bupati, Wakil Bupati sebagai Ketua BAzda dan sebagainya. d. Waktu penyusunan kebijakan Menurut Ketua Pansus waktu penyusunan kebijakan Raperda kurang lebih satu bulanan pada waktu itu bulan ramadhan dengan agenda acara rutin seperti Rapat dengan MUI, sesepuh, DPRD dan melakukan tinjauan ke kantor baz. e. Kendala dalam penyusunan kebijakan Ketua Pansus DPRD Kabupaten Lebak menjelaskan tidak dijumpai adanya kendala dalam menyusun kebijakan perda pengelolaan zakat. konteks sosio-politik saat perda tersebut disahkan, konstalasi politik yang berkembang saat itu sangat mendukung. Karena keinginan DPRD 28 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 33. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak Kabupaten Lebak menyetujui perda itu, sehingga memunculkan kelancaran dalam pembahasan menjadi perda No. 11 Tahun 2005. Namun sangat disayangkan pemotongan gaji untuk zakat, infak dan sedekah tidak signifikan padahal DPRD yang menyusun perda tersebut (Wawancara M. Husein, 2010). Ketua Pansus Raperda pengelolaan Zakat Husein, MH menjelaskan untuk mengesahkan suatu Raperda Pengelolaan Zakat diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Karena ini adalah dorongan aspirasi umat Islam untuk mengkaji raperda dengan studi banding dan menghadirkan tim ahli, tidak menyulutkan semangat tim pansus menangani raperda ini meskipun tidak disiapkan dana dari DPRD pada waktu itu. Kendala lainnya yaitu tidak disebut di perda redaksi tentang pemotongan zakat PNS 2,5% karena beberapa alasan : pertama; kekuarangannya disebabkan oleh UU N0 38 Tahun 1999 sendiri karena perda sesuai dengan UU yang ada, seperti adanya hirarki BAZ Kecamatan ke BAZ Kab. Padahal sulit sekali direalisasikan untuk koordinasi dan lainlain. Evaluasi dan Monitoring Perda/Kebijakan daerah 1. Deskripsi proses penerapan perda Berdasarkan hasil Focus Group Discusssion terhadap evaluasi penerapan perda no 11 tahun 2005 Kabupaten Lebak banyak yang mengomentari sisi negatifnya yaitu perda ini tidak langsung dibarengi adanya Peraturan Bupati secara teknis. Sehingga awal-awal pemungutannya tidak begitu signifikan. Pemerintah Kabupaten Lebak hanya membuat surat edaran akan anjuran pemotongan zakat langsung dari gaji, tidak dalam bentuk Perbut (Peraturan Bupati). Sebab, kalau digali dari potensi zakat dan infak/sedekah dari PNS saja sangat besar sekali kurang lebih Rp. 5.000.000.000 jika perda ini dioptimalkan. Apalagi kalau dana ZISWAF masyarakat umum juga ikut tergali potensinya Laporan Bazda Lebak, 2008 – 2010). Dalam perda tersebut termaktub hanya memberikan sanksi kepada pengelola zakat yang lalai dan tidak amanah sedangkan bagi muzakki yang enggan berzakat tidak disebutkan akan diberikan sanksinya. Alhasil, tidak ada sanksi yang diberikan kepada muzakki yang enggan berzakat berpengaruh berarti bagi para pelaku pelanggaran. Bahkan ada temuan yang cukup menarik yaitu jumlah para pengusaha mengeluarkan infak dan sedekah 1,5% meningkat, karena ada sanksi bagi pengusaha yang mendapatkan proyek kerja sama dengan pemerintah. Ini baru proyek kerja sama saja bagaimana kalau dana zakat juga tergali pasti dana yang terkumpul di BAZDA Lebak akan semakin meningkat luar biasa (http://www.bawean.net/2010/09/pelatihanpengelolaan-zakat.html). 2. Besar dukungan kepala daerah terhadap zakat daerah Inti adanya perda yaitu adanya payung hukum pengelolaan zakat yang Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 29
  • 34. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak profesional di Kabupaten Lebak yang diwakilkan adanya pengelolaan zakat pemerintah melalui BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) Kabupaten Lebak. BAZDA Kabupaten Lebak periode 2007-2010 berusaha menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan secara tepat sasaran dan berdayaguna. Upaya ini didorong dan didukung penuh oleh Bupati Lebak H. Mulyadi Jayabaya yang duduk sebagai Ketua Komisi Pengawas. Perda sangat membantu bagi pengelola zakat --dalam hal ini BAZDA Kabupaten Lebak-- sebagai payung legalitas formal sebagai pengelola zakat. Peran Bupati sangat terlihat apalagi kegigihannya dalam mewujudkan perda (Hamzah Amir, 2009). Berdasarkan surat edaran Bupati Lebak nomor 912/107-Prog/2007 perihal pengelolaan infak dan shadaqah para rekanan pelaksana/kegiatan di Kabupaten Lebak. Surat edaran ini berdasarkan Perda Kabupaten Lebak Nomor 11 tahun 2005 tentang pengelolaan zakat dan menindak lanjuti nota kesepakatan antara Badan amil zakat Daerah Kabupaten Lebak dengan asosiasi Kontraktor Kabupaten Lebak tanggal 14 Juni 2007 serta untuk menginsentifkan pemungutan infak dan shadaqah. Dengan demikian kaitan antara Perda No. 11 tahun 2005, dengan nota kesepakatan antara Badan amil zakat Daerah Kabupaten Lebak dengan asosiasi Kontraktor Kabupaten Lebak tanggal 14 Juni 2007 sangat terkait bahkan diperkuat dengan adanya surat surat edaran Bupati Lebak nomor 912/107-Prog/2007 perihal pengelolaan infak dan shadaqah para rekanan pelaksana/kegiatan di Kabupaten Lebak. 3. Masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan perda Sebelum adanya Perda No 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat Kabupaten lebak, Perda ini sering kali diprotes oleh PNS yang merasa dirugikan. Karena dengan Perda tersebut sering kali terjadi pemotongan gaji PNS yang kurang nishab. Namun, pihak DPRD kabupaten Lebak komisi C menganggap bahwa perda No. 11 tahun 2005 tersebut cukup effektif sehingga perlu dikembangkan adanya sosialisasi di seluruh elemen masyarakat. Dari sisi materi (Content) Perda, ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji ulang. Hal tersebut antara lain, pemotongan gaji PNS 2,5% yang masih debatable karena diterjemahkan belum ada sosialisasi dan tidak termaktub dalam perda tersebut. Objek zakat dari perda tersebut dinilai masih umum tidak mencantumkan zakat profesi/penghasilan. Perda tersebut, hanya mencakup bentuk-bentuk zakat secara umum/klasik saja. Kemudian, dari segi pembinaan mustahik dirasa sangat tidak efektif belum dijumpai adanya pendampingan baik melalui pelatihan wirausaha maupun melalui pendampingan seperti adanya pengajian bersama. Karena tidak adanya sarana yang mendukung dalam proses pembinaan, dapat dijumpai banyak para peminjam dana dari BAZDA yang tidak mengembalikan bantuan modal ke BAZDA Lebak. Lambat laun, Bazda Lebak menetapkan kebijakan pemberian modal 30 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 35. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak melalui kelompok yang beranggotakan 5-6 orang perkelompok tidak lagi perindividu. Dampak perda terhadap perkembangan zakat di daerah Lebak Tujuan semula dibuatnya Perda No.11 tahun 2005 seperti yang tercantum dalam Pasal 6 yaitu untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan social, dan meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Dan kalau tujuan itu dijadikan tolok ukur keberhasilan dari implementasi Perda tersebut ternyata sudah cukup menggembirakan dan sesuai harapan masyarakat umum Lebak. Meskipun perlu ditingkatkan kembali dari sisi penghimpunan dan pendistribusian zakat. Sebelum adanya perda, eksistensi Bazda Lebak awalnya hanya berfungsi mengumpulkan zakat fitrah. Setelah adanya perda pengelolaan zakat No. 11 Thn 2005 ternyata Bazda Lebak memiliki fungsi yang lebih, dalam fundraising (penghimpunan) tidak hanya zakat fitrah melainkan juga sumber yang lainnya seperti zakat Mal/Profesi, infak dan sedekah. Sehingga pendapatan/ penghimpunan dari zakat, infak dan sedekah meningkat secara signifikan. Hal lain yang mengakibatkan perda ini efektif menurut Ketua Pansus raperda yaitu tingkat sosialisasi yang inten dan dukungan penuh pengusaha melalui MOU akan memberikan 1,5% dari setiap proyek/tender (wawancara H. Sumantri, 2010). Salah satu yang dapat menjadi indikator keberhasilan adanya PERDA ini adalah peningkatan jumlah zakat yang terhimpun. Lebak memiliki PERDA Zakat sejak tahun 2005 ternyata telah menunjukkan perkembangan perolehan zakat yang cukup signifikan yang dikumpulkan Bazda Lebak. Tercatat pada tahun 2003 Rp. 99.886.818, kemudian pada tahun 2004 bertambah menjadi Rp. 172.885.146, tahun 2005 Rp. 340.021.218, tahun 2006 Rp. 520.244.459, tahun 2007 Rp. 2.709.259.259.074, tahun 2008 Rp. 4.009.675.075, tahun 2009 Rp. 3.942.247.794. Dari data tersebut terjadi peningkatan yang drastis di mulai pada tahun 2007 sebesar Rp. 2.709.259.259.074. Menurut Ketua Bazda kabupaten Lebak Ir. H. Amir Hamzah, MSi terjadinya kenaikan pendapatan ZIS karena gagasan besar yang dibangun dengan kebijakan, kesepahaman dan kebersamaan antara Kepala Daerah dan para pengusaha untuk bersedia menyalurkan infak dan sedekahnya melalui Bazda Lebak. Program unggulan lain dalam upaya mendorong Mustahik Menjadi Muzakki adalah rencana pendirian Mini Market BAZDA Lebak. Yang secara prinsip; pemilik saham mini market adalah mustahik (fakir miskin), dan mereka akan menerima penghasilan dari keuntungan mini market. Program ini baru dalam tahap pengadaan lahan dan sedang menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam pendirian/pembukaan mini market tersebut. Program terakhir adalah, Bedah Rumah Keluarga Miskin yang Sholeh. Program ini akan berjalan, dan sekarang baru pada tahap meng-inventarisir calon mustahik yang akan menerima bantuan bedah rumah/ perbaikan rumah. Karena masih banyak terdapat warga miskin yang rumahnya tidak layak huni atau bahkan tidak memilikii rumah. Diantara program yang belum masuk dalam program Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 31
  • 36. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak kerja BAZDA Lebak, namun sudah diinventarisir dan sudah disiapkan pada draft program kerja selanjutnya adalah di bidang kesehatan, seperti penyediaan mobil ambulance sampai pada rencana pendirian Klinik Kesehatan Mustahik (KKM). Temuan fakta lapangan terkait pengelolaan zakat di Kabupaten Lebak Hadirnya Perda No 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat membawa adanya respon pro dan kontra. Bagi yang pro merasa dengan adanya perda akan semakin memantapkan menunaikan zakat dan bagi yang kontra perda dan adanya pemotongan gaji tidak ada landasan hukumnya baik perda maupun peraturan Bupati. Perda ini sering kali diprotes oleh PNS yang merasa dirugikan. Karena dengan Perda tersebut terjadi pemotongan gaji PNS yang kurang nisahab. Menurut ketua pansus praktek perda zakat sudah berjalan dan menggembirakan terbukti setelah perda berjalan peningkatan penghimpunan dana ZIS Bazda meningkat sangat fenomal. Hanya saja, sampai kini penghimpunan dari masyarakat luas masih sangat minim, ada yang menjelaskan karena boleh jadi minimnya sosialisasi kepada masyarakat Lebak, sehingga dimungkinkan banyak diantara para muzakki yang tidak mengetahui peraturan tersebut. Untuk hal itu Ketua pansus menawarkan alternatif solusi dalam menyosialisasikan Perda tersebut yaitu dengan cara memasang Perda dan memberikan sanksi tegas. Efektivitas perda belum 100% dapat terlaksana karena ini baru menyentuh para pengusaha dan para pejabat saja dan memang ini harus dengan tangan besi untuk mengefektifkannya, 1. Persepsi publik/stakeholder atas keberadaan perda/kebijakan zakat Persepsi publik/stakeholder atas keberadaan perda/kebijakan zakat Kabupaten Lebak penting dilakukan untuk mengetahui persepsi dari seluruh komponen atas evaluasi dampak perda tersebut. Adapun persepsi yang dimintai pendapat meliputi: pertama; pemangku kebijakan yaitu terdiri dari eksekutif, DPRD, kedua; subyek kebijakan yaitu BAZDA, dan ketiga subyek kebijakan yaitu Muzakki (PNS, pengusaha, masyarakat umum, dll), Mustahik, Akademisi, Ormas, Ulama dan masyarakat. a. Pemangku kebijakan 1) Eksekutif Bupati Lebak H Mulyadi Jayabaya dianugrahi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bintang keteladanan akhlak mulia pada Jumat (25/5) di Jakarta. Penghargaan itu diberikan kepada Muljadi Jayabaya karena selama memimpin Kabupaten Lebak, ia sangat memperhatikan moral masyarakat melalui lembaga Pendidikan Agama Islam serta bentuk sosial lainnya termasuk dalam membesarkan BAZDA Kabupaten lebak. Kegiatan nyata yang dilaksanakan Jayabaya, berhasil membuat rancangan Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 dan 12 Tahun 2005 tentang pelaksanaan wajib sekolah madrasah Diniyah dan Zakat. Perda itu selain mengatur anak-anak usia SD wajib belajar pendidikan agama 32 | Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 1 Mei 2013
  • 37. Dampak Perda Zakat No.11 Tahun 2005 Di Kabupaten Lebak melalui sekolah madrasah juga diwajibkan masyarakat membayar zakat. Bentuk perhatian Bupati lainnya, saat ini seluruh pengelola madrasah diniyah maupun pengelola pondok pesantren dapat bantuan uang insentif dari pemkab Lebak. Bantuan insentif itu, lanjutnya, masing-masing untuk guru madrasah diniyah senilai Rp250 ribu per orang, sedang pengelola pondok pesantren memperoleh bantuan insentif sebesar Rp500 ribu. Disamping itu, untuk menekan anak-anak putus sekolah bupati juga telah mendirikan pendidikan SMP/MTS khusus bagi anak-anak yatim piatu. Sebab, dengan adanya pendidikan tersebut sehingga anak-anak dari keluarga tak mampu bisa menikmati pendidikan. Hal ini sesuai dengan Visi pembangunan daerah Kabupaten Lebak tahun 2005 – 2025 adalah : ‘lebak menjadi daerah yang maju dan religius berbasis perdesaan’ Dalam mewujudkan visi pembangunan daerah teersebut ditempuh melalui misi Pembangunan daerah sebagai berkut: a) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Kabupaten Lebak yang beriman, bertaqwa dan berbudaya b) Mewujudkan daya saing investasi bebasis sumberdaya c) Memajukan tingkat kemakmuran dan produktifitas masyarakat secara merata d) Mewujudkan Lebak sebagai daerah konservasi melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. e) Mengembangkan potensi sumberdaya daerah untuk mengurangi disparitas. Sebagai ukuran tercapainya daerah Kabupaten Lebak sebagai daerah investasi yang maju dan berkelanjutan, pembangunan daerah dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut : a) Terwujudnya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Lebak yang beriman, bertakwa dan berbudaya b) Terwujudnya daya saing investasi berbasis sumberdaya c) Terwujudnya kemakmuran dan produktivitas Masyarakat secara merata d) Terwujudnya Lebak sebagai daerah konservasi berkelanjutan melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup e) Terwujudnya pengembangan potensi sumberdaya daerah untuk mengurangi disparitas antar wilayah Menurut pemerhati zakat Bupati Lebak tidak membuat PP (peraturan pemerintah) secara teknis melalui Peraturan Bupati. Berdasar pada Keputusan Bupati Lebak Nomor: 400/Kep.54/Sos/2007 tentang Pembentukan Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Lebak 2007-2010, Dewan Pertimbangan dipimpin oleh Ketua MUI Lebak sedangkan Ketua Komisi Pengawas adalah H. Mulyadi Jaya Vol. 1 No. 1 Mei 2013 Jurnal Manajemen Dakwah | 33